Eyes Wide Shut: Sakitnya Pegkhianatan dan Fantasi Seksual
Apa jadinya film yang diperankan oleh Tom Cruise yang dipasangkan dengan Nicole Kidman dan disutradarai oleh Stanley Kubrick? Jawabannya adalah Eyes Wide Shut. Sebuah film yang menggabungkan keindahan, kemewahan dan misteri seperti halnya espresso dan susu steam yang diracik menjadi latte yang dibumbui dengan seni melukis latte yang apik di permukaannya. Sepanjang film hanya ketiga hal itu yang terus memayungi pikiran saya.
Keindahan itu bisa saya lihat dari Tom dan Nicole sendiri dengan penampilan fisik mereka yang terlampau menyilaukan mata. Tom memang tak cukup tinggi dibanding—rata-rata—aktor hollywood lain, tapi ia membawa sesuatu yang “spesial” pada dirinya yang rasanya tidak dimiliki aktor lain. Saya tidak tahu persisnya tapi peran-peran mewah seperti itu sungguh pas dengan Tom, dan menyandingkannya dengan Nicole adalah perbuatan berdosa karena telah melanggar batas kewajaran.
Kemewahan di dalam film ini saya temukan dalam setiap obyek yang muncul ditampilkan. Bangunan, perabot rumah, tampilan ruangan, warna (grading), musik—kebanyakan soft orchestra, semuanya berkesan mewah. Saya rasa hal itu disengajakan supaya cocok dengan orang-orang yang muncul di sana—yang rata-rata adalah kalangan kelas atas, tetapi lebih dari itu, “kemewahan” dalam setiap aspek itu saya rasa juga untuk mengimbangi, atau bisa juga disebut menguatkan “keindahan” Tom dan Nicole di sana.
Tom berperan sebagai seorang dokter ternama yang sukses dalam karier pun kehidupan sosial, William Harford. Ia bisa bergaul baik dengan orang-orang elit, misalnya, para politikus, pengusaha sukses, seniman terkenal, model dan lain-lain. Sementara Nicole yang berperang sebagai sang istri, Alice Harford, tidak seperti William, sehari-hari ia menjalani kehidupannya sebagai seorang istri yang mengurus satu putri mereka—dibantu seorang asisten rumah tangga. Tetapi meskipun begitu, tidak ada yang bisa menafikkan keserasian mereka. Alice bisa dengan mudah berkarier di bidang apa pun jika ia mau, tetapi ia memutuskan untuk tidak melakukannya. Mungkin karena secara finansial mereka sudah lebih dari cukup atau karena alasan lain, yang sayangnya tidak dijelaskan di dalam film.
Film ini diawali dengan penampakan tubuh polos Nicole dari belakang, sebelum ia mengenakan gaun malam untuk menghadiri sebuah pesta. Dari pembukaannya saja saya sudah tahu mau dibawa ke mana film ini. Yeah, film ini akan dibanjiri dengan adegan mesum dan seksualitas ;D.
Tentu saja adegan pertama sebuah film tidak bisa dibuat asal-asalan. Ia perlu menyampaikan sesuatu, menyampaikan emosi, menanamkan sudut pandang di kepala penonton, sehingga setiap adegan selanjutnya bisa mudah dinikmati. Dalam istilah sederhananya, lebih mudah dimengerti karena emosi film dan penonton sudah dalam satu frekuensi. Bayangkan jika awal film ini menampilkan dua pasangan yang mengobrol sambil tertawa-tawa, maka nuansa elegan dan misteri pada film yang ada sepanjang film akan terasa hambar, karena pembukaannya yang tidak sejiwa dengan “isi” film. Film yang bertujuan menghadirkan sesuatu yang serius tentu tidak pas dibuka dengan emosi yang komedik.
Seperti yang saya sebut di atas, film ini bisa dikatakan mempunyai kadar ketegangan yang terjaga sejak awal. Bahkan untuk adegan-adegan yang sederhana pun kita akan merasakan ketegangan di sana, hal itu karena pengambilan gambar yang disengaja dibuat lambat. Tidak ada satu pun adegan yang ditampilkan buru-buru, seolah setiap gambar dan adegan yang muncul dimaksudkan sampai ke benak penonton, sebelum beralih ke adegan lain. Pergerakan kamera, tokoh, musik, mobil yang melaju, bahkan saat berdialog pun kita bisa merasakan setiap bit dari apa yang tokoh bicarakan—termasuk emosi mereka. Karena itu saya masih bisa menikmati film ini meskipun saat saya menontonnya, film ini tidak disertai subtitle.
Itulah kenapa saya menyebut film ini elegan dan misterius, salah satunya karena pergerakan gambarnya yang begitu pelan dan konsisten sampai akhir. Selain tentu saja karena konfliknya yang masih menjadi pertanyaan di benak saya: apakah pengalaman tokoh utama sepanjang malam itu benar-benar terjadi, dan siapakah orang-orang yang tergabung dalam komunitas bertopeng yang melakukan semacam ritual seks berkelompok yang beraura iblis itu?
Pergerakan film (untuk tidak menyebut “gambar” saja) yang lambat dan misteri dalam film ini adalah pasangan yang serasi selayaknya Willian dan Alice. Misteri di dalam film menjaga rasa ingin tahu penonton terus subur dan “kelambatan”-nya menjaga suspense.
Saya akan memulainya dengan sedikit menguraikan tentang komunitas bertopeng di atas. Saat itu William sedang mengunjungi rumah pasiennya setelah dihubungi melalui telepon pada tengah malam: bahwa si pasien mengalami kondisi yang buruk. Sebelum pergi ia terlibat pertengkaran dengan istrinya dan terbongkarlah sebuah rahasia yang membuatnya terpukul. Bahwa istrinya telah berselingkuh di belakangnya. Will adalah tokoh yang begitu tenang, lembut dan memiliki kontrol diri yang sangat baik. Ia tidak marah kepada istrinya meskipun kemudian pikirannya dipenuhi bayangan tentang adegan persenggamaan istrinya dengan orang lain. Karena pikiran yang kalut itu pulalah ia kemudian tidak langsung pulang setelah kunjungan ke rumah pasiennya. Pada dini hari itu, ia pergi berjalan-jalan di sepanjang trotoar kota.
Pada saat itulah ia bertemu dan mengalami pelbagai kejadian baru yang selama ini belum pernah ia alami. Dari menerima tawaran seorang pelacur jalanan hingga bertemu teman lamanya yang seorang pianis, Nick Nightingale, yang sedang tampil di sebuah pub. Dari teman lamanya inilah kemudian ia mengetahui tentang suatu pesta rahasia yang juga menyewa jasa Nick. Dipengaruhi oleh perasaannya yang kalut yang ingin ia lupakan, Will membujuk Nick untuk memberi tahunya tentang pesta rahasia itu. Meskipun menolak dan memberitahu bahwa ia sendiri pun tidak tahu pesta macam apa yang sedang ia ikuti, tapi akhirnya ia memberitahukannya juga kepada Will. Tidak banyak, hanya alamat dan password untuk diterima di pesta tersebut, dan satu lagi, ia harus mengenakan kostum khusus jika ingin diterima di sana. Will sama sekali tak tahu pesta macam apa yang akan dilangsungkah di sana.
Konflik utama di dalam film pun dimulai ketika Will nekat bekunjung ke pesta tersebut dengan hanya bermodalkan password dari temannya, tentu hal itu akan menimbulkan masalah karena tidak sepatutnya ia datang ke acara yang tidak mengundangnya. Sebelum berangkat ia pergi ke toko busana yang menyewakan pelbagai kostum; ia membutuhkan jubah hitam dengan penutup kepala, tuxedo dan topeng. Dengan mengendarai taxi, ia pergi ke alamat pesta tersebut dan berhasil masuk karena bisa menjawab dua pertanyaan tentang password di gerbang depan dan ketika masuk ke dalam rumah besar tempat diselenggarakannya pesta tersebut. Yang ia tidak tahu, password yang ia ketahui hanya berlaku untuk melewati gerbang depan dan tidak bisa dipakai untuk masuk ke rumah. Pihak penyelenggara pesta nampak membiarkan hal itu, namun mereka sudah menandai Will sebagai tamu tidak diundang dan merencanakan sesuatu yang buruk untuk menghukumnya.
Di dalam rumah besar itu, terjadi semacam ritual aneh, semua peserta menggunakan topeng dan jubah bertutup kepala kecuali beberapa perempuan tanpa busana yang hanya mengenakan topeng. Ia tidak benar-benar tahu ritual apa yang sedang dilakukan mereka, yang mana para perempuan tanpa busana itu berkumpul melingkar di tengah ruangan dengan seorang berjubah yang berada di tengah-tengahnya—memimpin ritual. Di sekeliling mereka, tampak kerumunan peserta yang mengenakan pakaian senada dan menonton ritual tersebut. Sampai ritual itu selesai, setiap perempuan telanjang itu kemudian menghampiri salah satu penonton dan mengajaknya pergi meninggalkan ruangan.
Will masih kebingungan dengan apa yang terjadi sampai salah satu perempuan itu datang dan meraih tangannya, membawanya pergi dari sana. Yang membuatnya makin heran, perempuan itu malah memperingatkannya untuk segera pergi dari sana jika tidak mau nyawanya terancam.
Sebelumnya, penonton akan menyaksikan adegan persenggamaan di banyak tempat di rumah tersebut, seolah dilakukan semau-maunya. Dan karena semua yang ada di sana—termasuk penyelenggara—mengenakan topeng, maka tak ada satu pun dari mereka yang saling mengenali satu sama lain.
Setelah adegan itu, konflik di dalam film pun mulai menanjak seiring dengan makin membingungkannya misteri yang dialami Will. Setelah pulang dari acara tersebut, banyak hal mengejutkan yang terjadi, misalnya tentang kematian yang janggal dari pelacur yang pernah ia temui dan hilangnya Nick. Menurut penjaga hotel tempat Nick menginap, ada dua orang pria tinggi besar yang mengawalnya dan wajahnya nampak lebam-lebam. Belum lagi Will merasa ada seseorang yang mengikutinya sepanjang waktu.
Selain misteri yang nyata, film ini juga memunculkan misteri yang imajinatif ketika istrinya memberitahukan bahwa ia telah memimpikan sesuatu yang aneh. Mimpi itu ia ceritakan tepat ketika Will pulang ke rumah pada pagi hari sepulang dari pesta topeng. Dan mimpi itu memiliki kemiripan dengan apa yang Will alami. Alice bermimpi bahwa ia pergi bersama Will ke sebuah pesta di mana banyak orang melakukan persenggamaan di sana secara bebas, karena itu mimpi, maka tentu saja sebab-akibatnya tak keruan. Alice melihat Will pergi meninggalkannya dan ia pun mulai bersetubuh dengan pria-pria di sana, berganti-ganti dan entah berapa kali. Alice menangis ketika menceritakan mimpi itu kepada Will, sementara itu Will terserang syok, mengingat betapa mimpi itu begitu mirip dengan pengalamannya sendiri.
Pada momen itu, penonton mulai disajikan sesuatu yang ambigu, apakah pesta orang-orang bertopeng itu nyata atau hanyalah mimpi yang dialami Will, selayaknya yang dialami Alice? Tetapi kemudian kita disadarkan kembali tentang kematian si pelacur dan hilangnya Nick yang nyata adanya.
Selain tentang misteri di dalam film yang mencekam, ada hal lain yang saya cermati dalam film ini. Yaitu tentang kehidupan sepasang suami-istri kelas atas yang juga diberkati penampilan yang luar biasa menawan. Kita bisa melihat betapa menawannya pasangan ini dengan begitu banyak tokoh lain yang mengagumi mereka dan terang-terang menunjukkan ketertarikan. Tetapi kehidupan mereka yang sempurna itu tidak serta merta membuat hubungan rumah tangga mereka harmonis. Alice mengakui setelah mereka sama-sama mengonsumsi ganja, bahwa ia mulai curiga pada Will yang dikelilingi wanita cantik, belum lagi pekerjaannya sebagai seorang dokter yang memungkinkannya untuk bersentuhan fisik dengan pasien-pasiennya. Tidak bisa dimungkiri kalau hal itu akan membuat Alice cemburu, apalagi Will adalah pria jentel yang sangat ramah dan santun kepada setiap perempuan yang ia kenal.
Pada kondisi ini, kita digambarkan pada kehidupan rumah tangga yang mungkin dialami banyak orang. Ketika seorang istri hanya menjadi ibu rumah tangga sementara sang suami bekerja sepanjang hari dan berinteraksi dengan banyak perempuan, belum lagi jika lelaki itu setampan Will. Rasa cemburu yang awalnya dipendam itu pada akhirnya akan meledak, apalagi jika si suami tidak peka melihat rasa cemburu itu, maka ia bisa berakhir buruk seperti apa yang dilakukan Alice: bersetubuh dengan orang lain. Dan pada kondisi seperti itu, si suami yang tidak peka—selayaknya kebanyakan lelaki yang tipis urat pekanya—akan merasakan sambaran petir tepat di ubun-ubun setelah sang istri meledak dan melakukan sesuatu yang tidak pantas. Jarang bertemu dan komunikasi yang tidak terbuka, pada akhirnya, menjadi salah satu alasan kuat bagi pasangan untuk berselingkuh, atau pada kasus yang lebih rumit, meminta bercerai.
Bagaimana kemudian pasangan baik-baik itu terjeblos ke dalam lubang hitam perselingkuhan di dalam film ini, bisa dijadikan sebagai cermin bagi siapa pun dalam menyikapi hubungan mereka. Banyak orang yang kemudian menganggap perselingkuhan adalah hal yang wajar di dalam pernikahan, ketika hubungan dalam pernikahan mulai tidak harmonis, maka tidak salah jika yang berkembang kemudian adalah fantasi seksual. Bahkan sampai pada titik yang paling gila, seperti apa yang dilakukan oleh komunitas bertopeng di dalam film ini.
Sutradara: Stanley Kubrick
Genre: Drama erotis
Pemeran: Tom Cruise, Nicole Kidman, Sidney Pollack dll.
Rating: 8/10.(*)
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita