Enjoy for One Day
Oleh: Rifa Fauziyah
Hari ini kampusku mengadakan field trip ke Singapura, aku antusias sekali untuk pergi. Kami berangkat ke bandara Soekarno Hatta malam hari. Pertama kalinya aku naik pesawat, hatiku bercampur aduk. Terbayang sesuatu yang tidak-tidak. Terlebih aku tak tahu di sebelahku siapa. Ada bangku kosong sebelah kananku, sedangkan di samping kiriku sahabat karibku, Tina.
“Tin, pesawat sudah hampir penuh, kok yang di sebelahku nggak nongol-nongol, ya?” tanyaku sambil memperhatikan sekeliling.
“Waduh, kurang tahu juga, Lis.”
Setelah sekian lama, tiba-tiba ada suara laki-laki yang terdengar bingung. Dia menanyakan ke salah satu pramugari, di mana tempat duduknya. Lalu pramugari menunjuk ke salah satu kursi, dan itu kursi yang sederet denganku. Sontak, aku dan laki-laki itu beradu pandang.
Oh My God, dia mantanku. Kami seketika langsung salah tingkah, salah satu dari kami meminta tukar tempat dengan beberapa teman. Tapi sial, tak ada yang mau. Akhirnya kami terpaksa duduk bersebelahan.
Setelah pesawat tinggal landas, kami sibuk dengan dunia masing-masing. Dia sibuk memfoto pemandangan, dan aku memilih tidur, lebih tepatnya pura-pura tidur. Perjalanan kami yang seharusnya hanya dua jam seperti sewindu. Yah, kalau kita bersebelahan dengan orang yang kita cintai, satu jam seperti satu menit, tapi kalau dengan orang yang kita benci, rasanya lama sekali.
Aku tak menyangka perjalananku akan menjadi perjalanan yang menyebalkan. Ingin rasanya aku turun saat itu juga. Namun sayang, di angkasa, tak ada tempat turun untuk sekedar singgah di awan dan pindah ke pesawat lain. Ah, andai saja bisa.
Aku alihkan semua perasaanku dengan memperbanyak doa, jujur ada sedikit ketakutan jika tiba-tiba pesawat itu mengalami kerusakan, atau bahkan kecelakaan. Kami hanya bisa pasrah dan tawakkal.
Sampai juga kami di Changi Airport, lega kami selamat dan lega karena tak usah berlama-lama bersama mantan. Baru saja mendarat, aku buru-buru melarikan diri, takut semakin salah tingkah. Aku langsung menemui laki-laki yang menungguku di pintu pesawat, meninggalkan rombonganku.
“Sini, aku bawakan tasmu,” kata laki-laki berwajah oriental, putih bersih dan tampan.
“Makasih, Mr. Jerry.” Aku langsung menggamit lengannya dan turun dari pesawat. Kami bercengkrama melepas kerinduan.
“Kamu makin cantik,” puji laki-laki itu.
“Thanks, Sir.” Aku tersenyum manja kepadanya.
“Panggil aku Jerry saja, Darling.”
“Oke,” jawabku singkat lalu mengerlingkan mata.
“Hari ini agendanya apa?”
“Hmm … habis ini, aku sama temen-temen pergi ke Marion Park, Universal Studio, trus ke Dubes. Kalau sudah kelar semua, langsung pulang ke hotel.” Kami berjalan menyusuri bandara dengan diam-diam.
“Ya udah, nanti kita ketemu di sana. Kamu bareng temen-temen kamu dulu, nanti aku di-calling ya ….” Jerry membubuhkan ciuman di keningku, lalu pergi.
Terlihat Tina berlari menghampiriku. “Hei, Lis, kamu ke mana aja? Tiba-tiba ngilang,” selidiknya.
“Hmmm … aku tadi buru-buru nyari toilet, udah nahan sejak di pesawat,” kilahku berbohong.
“Owalah … di pesawat, kan, ada toiletnya, kenapa nggak di sana aja?”
“Hehehe … aku takut, Tin,” ujarku nyengir menampakkan barisan gigiku. Tina tergelak, tertawa terbahak-bahak.
Pertama kalinya aku naik pesawat, pertama kalinya juga aku di bandara. Benar-benar aku terlihat katrok seperti orang kebingungan. Untung aku bersama rombongan, coba kalau sendiri, mana berani.
Di pojok bandara, bus kami sudah menunggu. Kami langsung menuju destinasi pertama, Marlion Park. Dari bus kami beralih menggunakan MRT turun di stasiun Rafles Palace dan keluar lewat exit B.
Kami berjalan melewati gedung-gedung perkantoran, di belakangnya ada sungai Singapore River. Tampak jelas di dekat sungai, ada Hotel Fullerton. Lalu berjalanlah kami ke belakang hotel dan menemui pertigaan jalan. Turun dari jalan ke arah bawah, lalu berjalan berkeliling, patung itu sudah dekat.
Kami berfoto dekat dengan patung yang berbentuk ikan duyung berkepala singa. Konon katanya, badan ikan melambangkan bahwa jaman dulu Singapura terkenal sebagai tempat dengan banyak nelayannya. Sedangkan kepala singa melambangkan nama Singapura sebagai Kota Singa. Di tengah kami asyik berfoto, terlihat Jerry menatapku dari jauh, dia membiarkanku berkumpul bersama teman-temanku.
Setelah puas, kami berpindah ke Universal Studio. Di sini tempat yang pas untuk aku dan Jerry memadu kasih. Karena tempat yang sangat luas, aku bisa memisahkan jarak dengan rombonganku tanpa mereka tahu.
Kami menikmati taman hiburan bertema Asia Tenggara ini. Aku dan Jerry mencoba wahana Ultimate 3D Battle, melawan kekuatan iblis dengan perang 3D yang membuat jantungku berdegup kencang. Lalu kami melangkah ke Ancient Egypt dan menghadapi mumi beserta kumbang tinja di roller coaster dalam ruangan yang benar-benar gelap. Selanjutnya ke Madagascar berbasah-basahan di wahana perahu. Setelah lelah bersenang-senang, kami mengunjungi restoran di seberang taman, mengembalikan energi yang telah hilang.
Sesampainya di hotel, aku satu kamar dengan Tina. Dia tampak begitu lelah, terlihat dari tidurnya yang pulas, dan mendengkur. Ah, Tina buat aku ilfeel aja, gumamku. Pelan-pelan aku pun meninggalkan Tina sendirian dan pergi keluar dari kamar.
Aku menyusuri lorong-lorong hotel, mencari sesuatu. Kubuka handphone dan mengikuti arah yang diberikan kepadaku, mencari salah satu kamar hotel. Aku buka pintu yang sengaja tidak dikunci. Terlihat Jerry ada di sana, memeluk seorang wanita. Lalu kami bertiga tidur di ranjang yang sama. Melampiaskan seluruh hasrat yang sudah tak bisa lagi ditunda.
Jombang, 03042019, 23:46
Aku adalah seorang istri yang mengabdi suami dan ingin menjadi penulis sejati.
Tantangan Lokit adalah lomba menulis yang diadakan di grup KCLK.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata