Empusa

Empusa

Empusa

Oleh: Astina Sufi Firdaus

Aku Empusa, penerus Dewi Hekate. Sekarang aku tinggal di Grim World, negeri para arwah. Dahulu aku hanya seorang gadis biasa, tetapi karena aku lalai dalam upacara pengorbanan untuk sesembahan aku dikutuk menjadi iblis mengerikan.

Dewi Hekate mewariskan ilmu sihir hitam yang dengan mudah mampu kukuasai secara keseluruhan. Tugasku sangat mudah, tinggal berdiri di jalan, menunggu pria-pria kesepian, menggodanya, menghisap darahnya dan memakannya. Setiap korban kudapatkan, saat itu pula sihir hitam yang kumiliki bertambah kuat.

Aku memiliki kemampuan mengubah wujud menjadi apa saja, menjadi wanita cantik salah satunya. Sekali kerling, para pria hidung belang itu sudah bertekuk lutut di kakiku. Dengan mudah kuterkam mereka di saat lengah. Usai menyelesaikan tugas, dengan kedua sayap aku terbang di kegelapan malam. Tak perlu risau dengan gelap karena rambutku menyala serupa api. Meski kaki sebelah kananku tak sempurna–mirip kaki keledai–aku tetap bisa berjalan normal dengan bantuan alas kaki terbuat dari kuningan.

Malam ini aku kembali bertugas. Di antara gelapnya malam tampak seorang lelaki berjalan sendirian. Aku segera beraksi, berubah wujud menjadi wanita cantik nan seksi. Dengan wujud ini, aku tak butuh waktu lama untuk menarik perhatiannya.

Seorang pria tampan dengan mata indah bening yang bercahaya setiap kali terkena cahaya rembulan.

“Tolong aku, Tuan. Aku tersesat di jalanan. Tidak tahu jalan pulang,” rintihku.

Hanya butuh sedikit siasat, dia langsung iba. Dia menghentikan langkahnya dan mendekatiku. Aku pura-pura kesakitan dan lemah.

“Kasihan sekali,” gumamnya.

Dia memperkenalkan diri dengan nama Oris. Dia tampak iba, aku tersenyum senang, mudah sekali menjebak dirinya. Sebentar lagi, aku akan menggiringnya ke tengah kegelapan, tidak sabar rasanya menghisap darah dan memakan tubuhnya.

Oris berjalan di depanku, dia tampak cemas karena kami terlalu jauh memasuki hutan. Aku mulai menyanyikan lagu bermantra dan dia segera mengantuk dan tertidur. Aku senang melihatnya, menatap wajahnya lebih dekat, garis wajah yang sempurna. Sedikit rasa kasihan melihatnya.

Tubuhku telah berubah menjadi monster yang siap menerkam mangsanya, taringku mencuat keluar, siap menghisap darahnya dan mencabik tubuhnya. Namun, tetap aku tak tega.

Mengapa aku bisa selemah ini? Ada apa ini?

Berjam-jam aku hanya menatap wajahnya, hingga dia tersadar dan membuka matanya dengan pelan. Mata beningnya kini melihat ke arahku. Dia terperanjat kaget.

“Maaf, Nona. Aku tertidur,” ucapnya salah tingkah.

Oris menggaruk-garuk kepalanya, kebingungan. Aku suka sekali melihatnya. Bagaimana mungkin aku bisa membunuh makhluk seindah ini? Mungkinkah aku jatuh cinta?

“Oya, Nona, aku belum tahu namamu,” ujarnya.

“Adena,” jawabku berbohong.

Sejak saat itu kami bertemu setiap malam. Dia akan menunggu di jalan setapak di dekat hutan. Lalu kami berkencan, menghabiskan malam berdua hingga pagi menjelang.

Dewi Hekate mengetahui perihal kami, dia mengirimkan gagak bernama Leon untuk menyampaikan pesannya. Dia murka, karena aku melalaikan tugas dan jatuh cinta kepada seorang manusia. Aku tidak peduli menghadapi, Aku mencintai Oris dan demikian juga dengannya.

Suatu ketika Oris mengajakku menikah. Aku bingung, aku tak siap memberitahu wujudku yang sebenarnya. Berkali-kali aku menolak, dia tetap bersikukuh ingin bersama selamanya.

“Kumohon jadilah istriku, Adena,” pinta Oris suatu malam.

Aku tidak kuasa untuk menolak, aku menerima lamaran Oris dan kami menikah. Dengan kekuatan yang kumiliki kusihir semua benda menjadi pernak-pernik dari emas dan perak. Menjadikan pesta pernikahan begitu megah.

Tibalah malam pertama kami. Di antara taburan bintang di langit, kami tidur bersanding. Tiba-tiba ada hasrat untuk menghisap darah dan memakan daging manusia. Semakin lama keinginan itu makin membuncah. Berkali-kali kutelan ludah melihat suamiku tertidur pulas. Satu sisi aku mencintainya, sisi yang lain terngiang-ngiang pesan Dewi Hekade.

Taringku mencuat, aku bersiap menghisap darah Oria. Namun, seketika konsentransiku pecah oleh suara jeritan perempuan dari kejauhan.

“Dasar kau pelakor, wanita jalang, pergi kau,” maki wanita itu.

Oris terbangun dan terkejut. Dia berdiri dan tampak kebingungan.

“Jadi kau sudah menikah lagi, dasar laki-laki tidak tahu diri,” maki wanita itu kepada Oris.

Aku seketika berubah menjadi Empusa, dengan rambut api, kaki keledai dan alas kaki kuningan. Terbang menjerit menembus langit malam. Wanita itu tanpa sengaja telah menemukan kelemahanku, makian.(*)

Karawang, 06 Juli 2020

Astina Sufi Firdaus, seorang Ibu Rumah Tangga yang suka matematika dan hobi menulis. Sangat suka menulis genre horor dan fantasi.

Editor: Lutfirose

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata.

Leave a Reply