Di Bawah Sakura

Di Bawah Sakura

Di Bawah Sakura

Oleh: Veronica Za

Bulan April yang kunantikan akhirnya tiba. Hari di mana aku kembali masuk sekolah setelah liburan sebulan lamanya. Kembali bertemu dengan pelajaran sejarah yang membosankan, matematika yang memuakkan serta fisika yang menyebalkan.

Tentu saja bukan itu semua yang aku rindukan melainkan sahabat-sahabat yang sebulan ini hampir tak bisa kutemui. Ah, ada lagi! Sakura. Bunga berwarna merah muda dengan sejuta pesonanya dan sosok gadis manis itu.

Seusai sarapan dengan roti yang dipenuhi oleh selai kacang kesukaanku serta segelas susu yang langsung tandas dalam sekali minum, aku pamit berangkat ke sekolah. Aku memilih bersepeda dibandingkan naik bis yang biasa kutumpangi kala kesiangan. Rumah dan sekolahku yang hanya berjarak satu kilometer, tentu tak membuatku lelah. Apalagi di tengah perjalanan aku akan menemukan satu keindahan yang menyimpan beribu harapan dari orang yang melihatnya.

Aku memperlambat laju sepeda saat memasuki kawasan taman yang kini dipenuhi pohon berwarna merah muda di kanan dan kiri jalan. Sebagian kelopak bunga itu berguguran layaknya kupu-kupu yang terbang rendah menambah keindahan suasana pagi itu.

Tiba-tiba mataku tertumbuk pada satu titik. Itu dia! Gadis itu ada di sana. Bangku panjang di sisi kanan jalan yang tepat berada di bawah pohon Sakura. Rambut hitam panjangnya yang tergerai diterpa angin semilir. Sesekali jari lentiknya menyingkirkan anak rambut yang menari di wajahnya menciptakan senyum tipis di bibirku.

Aku masih terpana menatapnya. Gadis manis berhidung mancung dengan kulit putih itu tampak bersiap dengan gitar di tangannya. Tak lama berselang, bibir mungilnya melantunkan lirik yang diiringi petikan-petikan nada gitarnya. Wajahnya terlihat begitu cantik dan bersinar. Meski berlebihan, tapi itu kenyataannya.

“Kamu siapa?” tanya gadis itu sesaat setelah lagu itu berakhir. Senyumnya tak lepas saat mata kami bersirobok. Ada sesuatu yang janggal di sana.

Aku turun dari sepeda dan menghampirinya. Saat melihat senyumannya, tanpa sadar aku mengulurkan tangan untuk berkenalan.

“Aku, Jiro Watanabe,” ujarku sambil menahan degup yang tiba-tiba menyerang saat jemari gadis itu menjabat tanganku.

“Aime Yoshino.”

“Yoshino?” tanyaku heran.

“Ah, kamu tahu nama itu?”

“Tentu saja. Yoshino itu salah satu nama bunga sakura, bukan?”

“Iya. Orangtuaku berharap aku menjadi manusia yang selalu bersyukur, seperti filosopi bunga sakura yang hanya mekar selama satu minggu itu. Ada kalanya kita senang juga bersedih, hidup dan juga mati.”

Degh! Lagi-lagi ada sesuatu di matanya yang membuatku gelisah.

“Kamu mau berangkat sekolah? Kenapa masih di sini?” tanya Aime setelah keheningan menyelimuti kami beberapa saat.

“Ah, ini masih terlalu pagi. Lagipula aku masih ingin di sini melihat kelopak bunga sakura yang berguguran.”

“Nanti kamu bisa menikmatinya sepulang sekolah.”

“Kamu tidak sekolah?” tanyaku mengacuhkan kata-katanya.

Aku tak peduli dengan waktu yang terus berjalan. Sudah lama aku ingin berkenalan dengannya. Sudah seminggu lamanya aku menatap gadis manis ini dari kejauhan. Aku tahu ia seumuran denganku.

Ia menggeleng. Entah karena merasa canggung atau bagaimana, Aime kembali memainkan gitarnya. Aku tahu lagu ini. Tanpa sadar, bibirku melantunkan liriknya dan ikut bernyanyi.

* Sakura hirahira maiorite ochite
Yureru omoi no take wo dakishimeta
Kimi no haru ni negaishi ano yume wa
Ima mo miete iru yo

Aku bernyanyi seraya tersenyum ke arahnya. Mata cokelat itu kembali beradu denganku. Detik itu juga aku menyadari kejanggalan yang sejak tadi menghantuiku. Meski terkejut, aku tetap melanjutkan nyanyianku yang tertunda hingga petikan senar terakhir darinya.

“Kamu tahu?” lirihnya.

“Hmm. Aku tahu!”

Perlahan aku beranjak dari bangku taman itu sambil melihat jam yang melingkar di lenganku. Ini sudah hampir telat ke sekolah. Aku pamit padanya. Namun, langkahku terhenti saat suara lembut itu kembali terdengar.

“Sampai jumpa lagi.”

“Pasti!” ujarku tulus sambil meninggalkan gadis buta yang telah memikat hatiku.(*)

Note :

* Bunga sakura berjatuhan dan menari-nari di udara
Memeluk perasaanku yang bergetar
Mimpi yang kita impikan di musim semi kala itu
Hingga kini aku masih bisa melihatnya

Veronica Za, wanita yang hobi membaca dan mencoba menuangkan ide-ide absurd-nya melalui tulisan. Bisa dihubungi melalui :

Fb/IG : Veronica Za

WP : VeronicaZa7

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita