Penulis: Berry Budiman
Sutradara: Barry Jenkins
Produser: Adele Romanski, Dede Gardner, dan Jeremy Kleiner
Penulis Naskah: Barry Jenkins
Tanggal Rilis: 21 Oktober 2016
Moonlight adalah film pertama yang memenangkan seorang sutradara berkulit hitam sebagai sutradara terbaik. Setelah sekian lama ternyata belum ada satu pun sutradara berkulit gelap yang berjaya di ajang ini.
Sebenarnya saya tidak cukup PD untuk mempertanyakannya. Saya masih newbie soal perfilman. Saya baru intens mengikuti perfilman sejak bulan-bulan terakhir saja. Jadi, ketika dikatakan bahwa ini pertama kalinya, sebenarnya mudah dipahami juga. Mungkin karena belum banyak sutardara berkulit gelap dan hal itu membuat probabilitasnya memenangkan Oscar mengecil.
Kenapa saya membahas itu? Karena hal itulah yang pertama kali menarik perhatian saya. O, sutradara kulit hitam pertama? Mari kita lihat seberapa bagus filmnya!
Saya bukan maniak film yang menonton semua film yang sedang hit atau sedang dinominasikan di sebuah penghargaan film bergengsi. Di antara film-film yang dinominasikan di Oscar tahun ini, 5 dari 9 nominator saja yang sudah saya tonton: La La Land, Moonlight, Manchester by The Sea, Hacksaw Ridge, dan yang terakhir Hell or High Water. Empat lainnya belum ditonton karena dengar-dengar, ia tidak cukup bagus, jadi saya mau menyimpan waktu yang berharga saya untuk urusan yang lain, seperti main game dan tidur siang.
Ketika saya menonton Moonlight, para pemenang Oscar sudah diumumkan, dan tujuan saya hanya ingin membandingkan antara La La Land dan Moonlight. Secara sekilas saja, saya berpendapat bahwa La La Land tak cukup spesial kecuali membawa kebaruan. Apakah baru juga berarti spesial, belum tentu. Damien Chazelle menghadirkan drama musikal, yang sebenarnya tidak baru-baru amat. Film India sudah memulainya sejak zaman purba dan Hollywood juga sudah mencontohnya melalui beberapa film khususnya yang bertema remaja.
Hanya satu hal saja yang benar-benar menonjol dari film ini: Indah. Pemilihan aktornya pas, sinematografinya juara (menang Oscar juga), musiknya cakep. Ini jenis film yang bisa kamu tonton berkali-kali dan terus-terusan merasa terhibur. Tapi saya tidak menemukan apa yang spesialnya. Berbeda dengan Moonlight.
Moonlight menceritakan fase kehidupan seorang pria kulit hitam, yang juga tinggal di kawasan orang-orang kulit hitam lainnya. Sekilas tidak ada yang aneh di sana. Bukankah hal itu biasa saja kecuali ia tinggal di kawasan orang barat atau asia. Yang membuatnya bermasalah, Chiron, si tokoh utama itu, adalah seorang gay. Kehidupan Chiron tidak hanya berat karena orientasi seksualnya yang berbeda, tetapi juga karena ia tumbuh di keluarga yang berantakan. Ibunya adalah seorang pecandu yang juga melacur dan ia tinggal tanpa seorang ayah. Sang ibu tampaknya tahu betul kondisi Chiron yang berbeda dan hal itu membuatnya kejam padanya. Mungkin ia merasa sedih dan malu untuk menerima bahwa anaknya satu-satunya adalah seorang gay.
Chiron mempunyai seorang sahabat, Kevin. Ibunya dan Kevin adalah dua tokoh yang sangat penting yang membentuk kepribadian dan tujuan hidup Chiron. Ia tidak punya teman selain Kevin—yang ia tahu sebagai lelaki tulen yang selalu memamerkan kemahirannya memikat gadis-gadis.
Pada satu titik kehidupannya, ia bertengkar dengan Chiron. Setelah kejadian itu ia harus pindah ke luar kota—ikut pamannya—bersamaan dengan ibunya yang kemudian masuk panti rehab. Selain kedua tokoh itu, ada tokoh Juan dan putrinya, Teresa, yang dikenal Chiron-kecil secara tidak sengaja ketika ia kabur dari teman-teman yang sering membulinya. Juan orang yang baik meskipun ia seorang pengedar narkoba. Bersama Teresa ia sering menghibur Chiron yang pendiam dan tampak selalu bersedih. Mereka memberinya makan, uang, bahkan tempat tinggal ketika Chiron tidak kerasan di rumahnya. Sampai ia dewasa dan Juan meninggal, Chiron masih sering mengunjungi Teresa yang sekarang tinggal sendirian.
Apa yang saya sukai dari film ini adalah ia mengangkat sesuatu yang khusus. Iya, ada juga film yang mengangkat kehidupan orang kulit hitam dan gaya pergaulan mereka dan stereotipe bahwa mereka seringnya, seorang kriminal. Ada juga yang tentang gay kulit hitam, dan lain-lain. Tapi mereka tidak bisa menyampaikan dengan lebih baik, lebih nyata dan lebih intens daripada Moonlight.
Ia memberikanmu sesuatu yang khusus di sini, yang spesial. Jika diistilahkan makanan, maka ia menghadirkan pempek asli Palembang, bukan dibuat oleh orang daerah lain yang mencoba membuat pempek. Apa yang dirasakan seorang Chiron? Ia berkulit hitam (minoritas), anak seorang pecandu, dan gay. Kemampuan Barry Jenkins menghadirkan kisah hidup yang khusus inilah yang kusebut spesial, bukan hanya baru. FYI, film ini diangakat dari semibiografi yang ditulis oleh Barry Jenkins sendiri bersama seorang rekannya. Kurasa tidak mengherankan jika kemudian ia bisa menggambarkan film ini (tentang kehidupan seorang kulit hitam yang gay) dengan sangat menyentuh dan meyakinkan, karena film ini berdasarkan pengalaman pribadinya; yang berati pula, bahwa ia seorang gay(?)
Salah satu daya tarik di dalam film ini adalah filter biru yang digunakan. Selain karena ada penguatan berupa ungkapan yang motivatif(?) dari Juan, bahwa “Seorang anak berkulit hitam akan terlihat berbeda di bawah cahaya rembulan, karena ia akan terlihat biru”. Kau bisa mengartikan “biru” di sana sebagai apa pun, atau sekadar menganggapnya sebagai “bukan-hitam”. Itu satu poin menarik yang saya sukai dari sebuah cerita atau film. Simbol.
Kita tak benar-benar tahu maksudnya tapi kita tahu ada makna yang penting di sana, paling tidak bagi mereka yang berkulit hitam. Ada beberapa kasus yang ditampilkan tidak lengkap, tetapi saya merasa itu sebagai kesengajaan demi membiarkan imajinasi penonton mengembara. Misalnya apa sebab meninggalnya Juan? Lalu apa yang terjadi dengan keluarga Kevin?
Barry Jenkisn menyusun film ini ke dalam tiga fase kehidupan Chiron, dan itu menunjukkan dengan jelas bagaimana tokoh Chiron mengalami pengembangan karakter yang dipengaruhi oleh setiap hal dalam kehidupannya.
Fase pertama ketika ia masih bocah, yang diwaliki oleh nama panggilannya: Little. Fase kedua ketika ia remaja dan dalam masa sekolah: Chiron. Kemudian ketika ia sudah dewasa: Black—nama yang sering digunakan Kevin untuk memanggilnya.
Little, menunjukkan bagaimana ia yang masih tidak mengerti dengan dirinya sendiri, apa yang ia mau dan kenapa kehidupannya demikian buruk. Ia hanya merasakan bagaimana ia tidak disukai oleh teman-temannya yang laki-laki.
Chiron, menunjukkan dimulainya kesulitan Chiron yang sebenarnya. Ia sudah tahu apa yang ia alami dan bagaimana hal itu berpengaruh pada pandangan orang lain terhadapnya. Ia mulai merasakan daya tarik kepada lelaki dan mencemaskan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitasnya. Selain itu, kehidupannya juga semakin rumit, di mana semakin banyak dan keji orang-orang membullinya dan ibunya. Lalu kematian Juan dan kondisi ibunya yang semakin buruk akibat candu.
Black, adalah fase yang bisa dikatakan sebagai kejutan bagi mereka yang mengenal Chiron. Ia menjadi seseorang yang jauh berbeda dari apa yang orang bayangkan setelah pindah ke Atalanta saat remaja. Apa yang menyebabkan perubahan itu? Kau bisa mengetahuinya dengan menontonnya sendiri. Tetapi yang jelas, perjalanan hidup Chiron itu sungguh memberikan efek haru bagi saya.
Salah satu adegan terbaik di film ini ada di pengujung, ketika Chiron bertemu lagi dengan Kevin—yang ternyata bekerja sebagai koki di sebuah rumah makan sederhana. Interaksi di antara mereka sangat meyakinkan bagi saya. Saya seperti melihat kembali Chiron-kecil dan Kevin-kecil bertemu dan bermain-main bersama. Meskipun segalanya sudah berubah, tapi “emosi” itu masih sangat kuat di antara mereka. Chiron tetap tak banyak bicara dan Kevin sudah jauh lebih bijak dan melihat Chiron—yang sudah banyak berubah—sebagai seseorang yang baru. Dan kau akan megetahui betapa seorang Chiron adalah pribadi yang sangat tertutup, sekaligus mengundang simpati, setelah mendengar dan melihat apa-apa yang ia sampaikan kepada Kevin. Seratus persen, salah satu adegan terbaik dalam film yang pernah saya tonton.
Jadi, kenapa film ini yang kemudian menang Oscar? Karena ia spesial, itu jawaban saya. Lalu apakah selain Moonlight dan La La Land, ada film lain yang lebih layak menang Oscar. Ya, meskipun saya menyukai Moonlight, saya lebih tertarik pada Hell or High Water.
Bagi saya, film itu bukan hanya spesial tetapi juga lengkap. Di film itu ada kecerdasan, rencana gila, ironi, tragedi, dan humor. Senang sekali rasanya ketika kita sedang menonton film bagus, yang mana membuat kita kagum dengannya, tiba-tiba ada adegan lucu yang segar yang membuat kita berhenti sejenak dari keseriusan menonton dan kembali rileks. Saya sih ingin Hell or High Water yang mendapat Oscar, tetapi saya juga paham kenapa kemudian para juri lebih memilih Moonlight.
Film ini begitu spesial dan tak ada cara lain untuk mengapresiasinya selain dengan memberinya penghargaan tertinggi. Dan Moonlight, memenangi ajang ini bukan hanya sebagai sebuah film, tetapi sebagai sebuah pesan yang kuat tentang keberagaman. Ia hidup sebagai nilai sosial yang perlu diimani, alih-alih hanya sebagai film.
Rating 9/10