Dendam Kesumat

Dendam Kesumat

Dendam Kesumat
Oleh: Asrunalisa

Dengan langkah perlahan tetapi pasti, Mirna menuju dapur. Keringatnya terus bercucuran. Dia mengisi penuh botol minuman yang dipegangnya. Suara itu kembali terdengar, jantungnya semakin berdegup kencang. Pijakan kaki seseorang semakin jelas terdengar. Dinding dapur rumah tersebut terbuat dari tepas, memang terlihat sudah lapuk. Mirna segera menutup pintu tengah yang menghubungkan antara dapur dan ruang tamu.

“Mengapa Mas Dedi belum pulang juga?” gumam Mirna. Dia menghela napas panjang. Berusaha menenangkan diri.

Mirna merapikan pakaian yang dijemurnya tadi siang. Dia berusaha melawan rasa takutnya. Memang selama ini rumahnya sering didatangi seseorang yang berjubah hitam. Orang tersebut sempat ia lihat ketika dia sedang berada di dapur. Sesuatu yang selalu membuatnya khawatir akan sang janin.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam.” Mirna segera menuju pintu depan setelah memastikan kalau itu benar suaminya.

“Ngantrenya lama ya, Mas?”

“Iya, ini mi goreng udangnya, dimakan selagi hangat. Mas mau istirahat dulu.”

***

Innalillahiwainnailaihirojiun.

Lagi-lagi korban pembunuhan kembali terjadi. Ini sudah yang ketiga belas kali ditemukan mayat wanita hamil dengan luka sobek di bagian perut. Anehnya lagi, janin yang dikandungnya hilang tanpa jejak. Hal inilah yang membuat Mirna dan suaminya tidak tenang. Apalagi selama ini sering terdengar langkah seseorang dari luar rumah, jika suaminya sedang tidak di rumah. Suami Mirna sering ke masjid untuk salat Magrib dan pulang setelah salat Isya.

Mirna sedang mengandung anak pertama mereka, setelah tiga tahun lamanya pasangan ini menikah serta rindu akan kehadiran sang buah hati. Berita ditemukan mayat wanita hamil tersebut membuat Mirna semakin takut. Dia khawatir kalau korban selanjutnya adalah dirinya. Pelaku pembunuhan tersebut sering beraksi pada malam hari dan terjadi pembunuhan setiap malam bulan purnama. Selama ini pun Mirna sering sekali mendengar tangisan bayi dan suara aneh lainnya dari arah kuburan yang tidak jauh dengan rumahnya.

***

Angin malam kembali menghampiri, sejuknya semakin terasa menembus pori-pori. Gerimis pun kembali membasahi bumi. Jam menunjukkan pukul 21.00 malam, tapi mengapa suami Mirna belum juga pulang. Selepas suaminya berangkat ke masjid tadi menjelang magrib, Mirna mulai merasakan adanya kontraksi. Semakin lama sakit tersebut semakin bertambah. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dengan nada sedikit keras. Mirna bangkit dari tempat pembaringan dengan berjalan sedikit sempoyongan menuju ruang depan. Dia mengintip melalui celah-celah dinding untuk memastikan siapa yang datang. Selama ini suaminya tidak pernah mengetuk pintu seperti itu.

Tak lama kemudian suara ketukan pintu kembali terdengar. Semakin lama semakin kencang seakan menusuk gendang telinga. Keringat terus bercucuran membasahi dahi Mirna dan wajahnya, dia mulai gemetar sambil merintih kesakitan. Hal ini membuat suasana semakin mencekam, apalagi ditambah dengan suara lolongan anjing liar di luar sana. Mirna berusaha menutupi mulutnya dengan gumpalan kain, agar suaranya tidak terdengar. Lalu dengan perlahan dia mengintip dari lobang kecil pintu rumahnya. Sontak saja tubuh Mirna lemas tak berdaya, dia melihat sosok berjubah hitam sedang berdiri mengetuk pintu rumah berdinding tepas tersebut. Lalu dengan langkah gemetar, perlahan Mirna menuju kamar dan mengunci pintunya.

Keringat dingin terus bercucuran hingga membasahi daster yang ia kenakan. Mata dan pikirannya sedang bekerja keras, entah apa yang akan dilakukannya bila orang berjubah tersebut berhasil masuk dan membunuhnya. Mirna hanya ingin menyelamatkan bayinya. Cairan bening bercampur darah mulai mengalir di selangkangannya. Namun, suaminya juga tak kunjung datang. Ingin berteriak mohon bantuan, malah takut ketahuan. Orang berjubah hitam itu pasti menginginkan bayinya.

Dalam keadaan genting seperti ini, manusia berjubah hitam tersebut berhasil mendobrak pintu depan dan matanya melotot ke segala sudut rumah tersebut. Lalu matanya tertuju ke arah pintu kamar sehingga senyum pun tersungging di bibirnya. Mirna meringkuk menahan sakit, wajahnya mulai memerah, keringat dingin pun telah membanjiri tubuhnya. Tiba-tiba ….

Bruak! Dengan sekali tendang, pintu kamar pun terlepas dari enselnya.

“Huhahaha …. Mirna Sayang, sebentar lagi aku akan menang. Kau tahu, kenapa aku melakukan ini semua? Huahahahaa.”

“Teruslah berjuang, Mirna Sayang, aku siap menanti kehadirannya. Memang aku pernah gagal mendapatkanmu, tapi kali ini bayi itulah yang akan menyempurnakan ilmuku, dan ia akan aku jadikan tumbal pada purnama keempat belas.”

Tidak lama kemudian, bayi itu pun lahir dan langsung saja disambut oleh Herman, seorang pria yag dulu lamarannya ditolak mentah-mentah oleh keluarga Mirna sebab bukan dianggap lelaki soleh. Mirna sudah tidak berdaya. Dia hanya mampu menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju bayinya dijadikan tumbal.

“Selamat tinggal, Mirna Sayang. Hahaha ….”

Plaaak !

Belum juga Herman pergi, sebuah balok mendarat di tengkuk pria berjubah hitam itu, lalu disusul sabetan cerurit tepat di betis kanannya. Suami Mirna datang tepat pada waktunya, dia segera meraih bayinya dari Herman. Sempat terjadi perlawanan, namun Herman kalah setelah Pak Haji Mahmud dan warga lainnya berhasil meringkus pria itu.

Kemudian Herman jatuh tersungkur berlumuran darah. Sepertinya dia sudah tidak berdaya. Bulan purnama semakin jelas menampakkan keindahannya, pancaran cahayanya begitu indah. Seakan tersenyum akan keselamatan sang bayi. Namun, sayangnya Mirna mengembuskan napas terakhir. Tangisan sang bayi seakan-akan memecahkan keheningan malam. Menyenandungkan kepiluan.

“Maaf jika Mas sedikit terlambat. Seharusnya Mas tidak meninggalkanmu sendirian tadi menjelang magrib. Mas dikurung di dalam WC masjid tadi sebelum Magrib oleh pria-setan itu. Untung saja ada Pak Haji Mahmud yang membukakan pintunya.” (*)

 

Asrunalisa, lahir di tanah Serambi Mekkah 6 Mei silam, ingin menjadi wanita penikmat kata dan pecinta sastra. Selalu berusaha menuangkan imajinasi dalam bentuk tulisan. Menyukai warna coklat.. FB: Asrunalisa Asnawi

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata