Dania dan Kursi yang Selalu Menunggu
Oleh: Evamuzy
Gadis cantik berkulit kuning langsat itu duduk di kursi besi sebuah ruang baca. Dania namanya. Berbalut dress warna toska, rambut hitam panjang yang dikucir satu, tas rajut kecil berhias bunga-bunga dan sepasang sepatu warna lembut di kedua kaki indahnya.
Si gadis membawa setumpuk berkas yang diletakkan di atas meja kayu. Menunggu seseorang yang telah berjanji akan mengerjakan lembaran-lembaran itu bersama. Hingga layak diserahkan kepada dosen pengampu, memenuhi tugas kelompok.
Dania bernyanyi-nyanyi kecil. Mengulang satu dua lagu dengan lirik tentang perasaan-perasaan manis yang penyair sebut … cinta. Aktivitas yang diharapnya dapat mengurangi gejolak jiwa menunggu sosok istimewa muncul di depan mata. Dania berkali-kali menarik napas panjang, mengurangi kegugupan hati. Merapikan lipatan baju, ikatan rambut juga make up natural di wajah. Terlihat indah, begitu inginnya. Meski yang ditunggu bukanlah seorang kekasih. Atau memang keduanya ingin rasa cinta masing-masing terjaga suci.
“Hai, sudah lama menunggu?” Sapaan sang sosok istimewa di tiap memenuhi janji temu. Terpatri dalam ingatan Dania. Bagaimana dia mengucapnya dengan sisipan senyum indah, memesona.
“Ini untukku?” Dania memandang wajah rupawan yang berhasil membuat hati tertawan, setelah sekotak cokelat dan dua tangkai bunga mawar putih diterimanya. Sosok yang ditanya mengangguk lembut. Matanya berbinar serupa sepasang mata milik Dania.
“This is special for you.”
Hati Dania semakin jatuh. Jatuh pada rasa yang membuat dunianya hanya berisi warna-warna cerah, tanah basah dan bunga lili warna-warni lengkap dengan ratusan kupu-kupu bersayap cantik.
“Berjanjilah … kau akan selalu tersenyum bahagia.” Suara lembut sosok istimewa di satu sore. Membawakan tiga tangkai bunga mawar dengan warna yang masih sama seperti yang biasa dibawanya. Tersirat pinta, harapan dan doa pada kalimat itu. Dania tersenyum mengiyakan. Menghirup wangi mawar putih tanpa duri.
Kembali kepada siang hari ini.
Dania datang setengah jam lebih awal dari janji temu, mengingat sosok istimewanya bukanlah tukang pengulur waktu. Duduk dengan degup jantung yang sengaja ditenangkan dengan susah payah. Menghilangkan gugup, sang gadis menarik ulur tali tas selempang yang disandangnya.
Namun, hingga jarum jam menunjukkan saat yang telah disepakati, Dania tak juga mendapati sosok yang dinanti. Hati yang awalnya cukup tenang perlahan beranjak gusar. Bagai induk burung kehilangan anak-anaknya yang ditinggalkan dalam sangkar.
Penghujung siang berganti sore, langit pun mendatangkan senja. Kemudian warna jingga terpisah dengan bumi oleh sang malam. Tetap saja, wajah kesayangan tak juga datang. Dania berpasrah diri, dengan harapan temu menyelimuti hati. Meremas jemari mengurangi kegundahan.
Ruang baca ditinggalkan oleh para pengunjung. Dania melangkah menuju pintu keluar dengan sedikit gontai.
“Kita bertemu jam setengah tiga sore, ya. Jangan sampai terlambat, Dania,” pesan si pria seminggu yang lalu. Sebelum sebuah kecelakaan merenggut nyawanya di tengah perjalanan menemui Dania.
Dan kini, Dania masih setia menunggu si pria di tempat yang sama, di setiap waktu yang telah disepakati bersama. (*)
Evamuzy. Gadis yang anti protein tinggi dan alas kaki yang basah.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata