Corvus

Corvus

Corvus
Oleh: Erlyna

“Aku akan merawatmu hingga dewasa. Setelah itu, kamu harus menuruti semua keinginanku.”

Kreeet ….

“Ibu,” panggilku pelan.

“Makanlah, setelah itu, lakukan tugasmu seperti biasa,” ucapnya seraya pergi. Aku menatap nampan di hadapanku. Tidak ada yang spesial, aku memilih untuk keluar.

Pletaaak!

Tiba-tiba sebuah batu kecil menghantam tubuh. Tanpa menunggu lama, aku jatuh tersungkur. Sebelum pandangan gelap, sebuah tangan mendekap, erat.

Aku mengerjapkan mata. Di seberang, seorang perempuan berhijab sedang membaca sebuah buku dengan irama mendayu, merdu.

“Kamu sudah sadar?” Tiba-tiba dia sudah menatapku.

Aku mengangguk pelan.

“Aku Jafra,” ucapnya pelan.

“Alianor,” begitulah Ibu memanggilku.

“Kamu masih lemah, makanlah dulu.”

Aku terkejut, melihat nampan di hadapanku. Sepotong apel, ikan dan siput.

“Makanlah. Lukamu tidak parah, tapi tubuhmu butuh istirahat,” ucap Jafra seraya pergi.

‘Tuk … tuk … tuk ….’

Aku memilih mematuk siput yang mulai menggeliat. Rasanya sungguh gurih.

“Sudah selesai?” Jafra muncul lagi. Tangannya membawa bulu, ranting kecil dan beberapa batang rumput yang mengering. Dengan cekatan, tangan lentiknya menyusun benda-benda itu menjadi sebuah sarang. Lalu, dengan lembut, dipindahkannya tubuhku ke atasnya. Aku menghela napas, nyaman sekali.

Kulihat, Jafra kembali membaca bukunya.

“Sedang baca apa?”

“Al-quran,” jawabnya sambil tersenyum kearahku.

“Baguskah? Tentang apa?”

Jafra menatapku lekat-lekat. “Aku sedang membaca surat Al-Maidah. Aku suka sekali dengan ayat 30-31. Itu menceritakan tentang seekor Passeriformes dari marga Corvus, seekor gagak, burung kesukaanku. Aku selalu kagum dengan bulunya yang hitam berkilauan.”

“Bukankah, gagak itu hewan bodoh yang menyeramkan?”

Jafra tersenyum, lalu menggeleng.

“Studi ilmiah membuktikan, gagak adalah burung paling cerdas dan cerdik. Gagak memiliki otak lebih besar, dibanding jenis burung lain.”

“Bagaimana kamu bisa yakin?”

“Di sini pun dijelaskan, Allah telah menganugerahi kecerdasan, perilaku baik, pengetahuan, cinta dan kasih sayang juga kerja sama,” ucap Jafra menunjukkan Al-qurannya.

Aku terdiam, merasakan sesuatu yang aneh pada diriku sendiri.

“Kamu tahu, gagak adalah hewan pemberi Ilham. Atas perintah Allah, dia menunjukkan cara mengubur orang mati. Sejak itulah, pemakaman pertama kali dilakukan,” ucap Jafra.

Aku masih termenung.

“Boleh aku bertanya sesuatu kepadamu?”

Aku mengangguk pelan.

“Bagaimana kamu bisa bicara seperti manusia?”

“Dulu, tempat tinggalku diserang burung hantu. Kedua orangtuaku mati. Beruntung, aku jatuh ke semak-semak dan seseorang menemukanku. Sejak saat itu, dia menjadi ibuku. Dia adalah seorang ilmuwan. Saat aku sekarat, dia menyuntikkan antibodi untuk membuatku bertahan. Selain itu, dia juga menambahkan gen manusia hingga aku bisa bicara.”

Kulihat, Jafra terdiam.

Braaak!

“Sedang apa kau di sini?” Tiba-tiba Ibu sudah di depan pintu.

“Ibu sudah menunggumu sejak tadi.”

“Maafkan saya, Bu.”

“Cepat, bunuh gadis itu, lalu berikan hatinya kepadaku.” Ibu mulai tak sabar.

“Apa maksudnya?” Jafra memberanikan diri bertanya.

“Kamu tidak tahu? Alianor itu bukan gagak biasa. Dia monster sepertiku. Aku merawatnya sejak kecil, dan sekarang dia harus memberiku hati manusia setiap hari sebagai imbalannya.”

“Kau akan membunuhku?” Jafra menatapku.

Tanpa menunggu lama, aku mengepakkan sayap yang secara ajaib bisa kuat kembali. Kuarahkan cakarku yang tajam ke wajah wanita itu. Lalu, dengan gerakan yang terlatih, dalam hitungan menit sosok itu terkapar, bersimbah darah.

“Semoga, ini terakhir kalinya aku membunuh,” ucapku menatap Ibu yang terdiam, mati.

 

Purworejo, 16 Januari 2017

Erlyna, perempuan sederhana kelahiran Jakarta yang menyukai dunia anak-anak. Hobi makan, melamun dan menyaksikan anak-anak menciptakan keajaiban.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata