Cintaku Untukmu, Selamanya

Cintaku Untukmu, Selamanya

Cintaku Untukmu, Selamanya
Oleh : Irmanika

Kefan Anugerah Putra, nama pria tampan dan dingin yang berusia tiga puluh tahuhan. Dia seorang direktur perusahaan mebel.

Tok tok tok. Suara ketukan pintu terdengar.

“Masuk.”

Dengan mengucapkan salam yang dibalas Kefan, sekretaris bernama Juan itu masuk.

“Ada apa?” tanya Kefan sambil menaikkan satu alisnya.

“Pak, apa rapat kerjasama kontraknya jadi sekarang?” tanya Juan.

Sejenak Kefan terdiam, lalu berkata, “Apa orangnya sudah sampai?”

“Masih dalam perjalanan, Pak.”

“Masih lama,” gumam Kefan. “Baik, rapatnya ditunda dulu sampai jam dua siang, ya. Saya mau jalan-jalan, tolong kamu persiapkan semuanya,” titah Kefan kemudian.

“Baik, Pak,” sahut Juan sopan.

Kefan pun berganti pakaian dari jas bagus menjadi kaos oblong bergambar laut berwarna biru.

“Lho, kok, ganti baju, Pak?” tanya gadis cantik itu penasaran.

Kefan menundukkan kepala menatap Juan, terdiam lalu menjawab dengan datar dan dingin. “Aku mau bertemu seseorang.”

Juan hanya mematung, menatap kepergian atasannya setelah mendengar pria itu mengucap salam.

Beberapa jam kemudian Kefan sudah ada di perpustakaan. Selain perpustakaan terdapat juga kafe persis di sebelahnya. Pria itu celingak-celinguk serius mencari seseorang yang diincarnya selama ini. Entah mengapa pesona wanita itu menggugah imannya. Padahal kenal saja belum.

Kefan pertama kali bertemu wanita itu di perpustakaan yang siang ini dia datangi. Pria itu memandang wanita bertinggi kira-kira seratus enam puluhan itu dengan dingin. Sementara si wanita menatapnya intens, kemudian berlalu begitu saja tanpa satu pun sapaan. Akhirnya, Kefan menghembuskan napas, lalu mencari buku yang dicarinya melalui pencarian di laptop milik perpustakaan.

***

Meiza Zahwa Anari. Biasa dipanggil Mei adalah direktur di perusahaan showroom terkenal di seluruh nusantara. Dia mengelilingi kantornya dengan langkah pasti sambil memeriksa pekerjaan karyawannya.

“Ini ada sedikit kesalahan, tolong kamu perbaiki, ya,” titah Meiza.

“Baik, Bu,” jawab patuh sekretaris bernama Isna itu.

Meiza melirik tajam makanan yang dimakan Isna. Tiba-tiba ….

“Bu Mei!” protes Isna karena mi dalam mangkuknya sudah ditumpahkan oleh tangan sang atasan dengan sengaja.

“Kamu setiap kali makan seperti itu nggak akan mengenyangkan dan nggak bergizi sama sekali. Jangan cemas aku akan pesankan gofood buat kamu,” omel Meiza sambil melangkah santai. Dengan santai dia mencari aplikasi gojek di ponselnya dan mengutak-atik dengan serius. Lalu dia melangkah menuju tempat favoritnya.

Beberapa jam kemudian Meiza sudah sampai di perpustakaan lalu mencari judul buku di laptop. Tak lama kemudian dia sudah mendapatkan buku yang diincarnya. Namun, sayangnya buku itu diletakkan terlalu tinggi untuk digapai.

“Ada yang bisa saya bantu?” tawar Kefan dengan wajah dingin.

“Oh, saya mau ngambil buku itu,” tunjuk Meiza.

“Oh, yang itu?” Kefan ikut menunjuk, Meiza mengangguk.

Selang beberapa menit kemudian buku itu sudah di tangan Meiza. “Terima kasih,” ucap Meiza datar tanpa memandang dan tanpa senyum. Sementata jantung Kefan seolah terhenti saat wanita itu tiba-tiba melenggang pergi meninggalkannya dengan santai. Tak menunggu tempo, Kefan sudah ada di samping Meiza, tentu saja hal itu berhasil membuat wanita itu kaget, lalu kembali berusaha bersikap tak acuh. Kefan memandangnya dingin dan heran bersamaan.

“Hei,” sapa Kefan membuka percakapan.

Meiza menoleh ke arah Kefan tanpa senyuman. “Ada apa?” tanyanya datar.

Kefan menelan ludah. Tak ada senyuman sama sekali. Gumam Kefan dalam hati.

“Boleh kenalan nggak?” tanya Kefan ragu.

Meiza melotot.

“Kamu terlalu dingin, aku nggak mau kenalan sama kamu,” tolaknya santai sambil asyik dengan bacaannya. Kefan hampir menyerah saat mendengar dirinya disindir oleh wanita yang belum dia kenal.

“Apa kamu sadar sikapmu itu juga yang membuatku mati kutu, acuh sekali,” balas Kefan, berbisik.

Dia menutup buku bacaannya dan memandang intens Kefan. “Karena, aku hanya tak ingin tergoda pesonamu,” jawab Meiza polos. Kefan kaget dan lama-lama tawa kecilnya meledak.

“Shhh! Nggak boleh berisik!” omel ibu penjaga perpustakaan.

“Maaf, aku juga nggak tahu kenapa selalu bersikap dingin.” Kefin berusaha menjelaskan sikapnya.

“Sama aku juga?” tanya Meiza.

Kefan menggeleng. “Entah, sama kamu sepertinya aku ingin mengenal.” Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan bicaranya. “Aku dingin pada semua wanita karena ….” Kefan menceritakan kisahnya yang lalu. Tentang wanita di masa lalu yang meninggalkan luka di hatinya.

“Oh, gitu ceritanya. Tapi tidak semua orang begitu kan? Di dunia ini kita tidak bisa menilai sesuatu dengan pasti dan dengan satu warna bukan?” kata Meiza setelah mendengar cerita Kefan.

Astaga! Ternyata dia bijak juga. dalam hati. Kagum Kefan dalam hati.

“Kamu bijak juga,” puji Kefan.

“Nggak juga, itu cuma kenyataan dalam hidup,” balasnya Meiza santai.

Sejak itu mereka saling mengenal satu sama lain dan pada akhirnya duduk di pelaminan.

“Cintaku untukmu, selamanya,” bisik Kefan mesra saat merajut malam pertama mereka. (*)

 

Irmanika Kumalasari, lahir di Blora, Jawa Tengah 1 Febuari 1980, menulis bukan lagi sebagai hobi tapi sebagai sandaran untuk terus mengembangkan imajinasi.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply