Cinta dalam Doa

Cinta dalam Doa

Cinta dalam Doa

Oleh: Arnosa

Baju putih lengkap dengan kerudung putih sudah menutup seluruh tubuh Alin. Bau harum melati memenuhi ruangan. Tenda biru sudah berdiri tegak di depan rumah. Beraneka warna bunga menghiasi pelaminan. Wajah ayu Alin semakin kentara dengan balutan make-up. Pipi merah merona, bibir mungil berwarna merah muda, dan telapak tangan yang dilukis dengan hena. Tidak dengan mata lentiknya, yang seharusnya memancarkan sinar bahagia malam ini begitu sayu. Tetesan air dari matanya tak bisa lagi disembunyikan.

Di ujung jalan menuju rumah Alin, ada hati yang menangis. Tubuh kekarnya sekarang tak lagi berdaya. Wajah gantengnya tak lagi kelihatan, yang ada sekarang hanyalah duka. Andi yang ditemani oleh sahabatnya, Ali, mencoba tegar.

“Ndi, kamu benar gak papa?” Ali mencoba bertanya kepada Andi untuk memastikan keadaannya.

“Iya,Li. Aku kuat kok. Kamu gak usah khawatir.” Andi mencoba menguatkan suaranya, menyembunyikan kesedihan. “Lha, aku harus gimana, Li? Aku gak ingin Alin sedih. Dia sudah mengantar sendiri undangan ini. Aku menghormati kekuatan hatinya.”

Andi yang dulu pacar Alin. Asmara mereka kandas, karena tidak mendapat restu dari orang tua Alin. Hanya karena Andi belum mempunyai pekerjaan tetap. Andi lulusan dari pondok pesantren, setiap hari membantu mengajar mengaji di pesantren yang dulu dia tempati.

Andi mengingat kembali saat pertemuan pertama kali dengan Alin. Di gang depan rumah Alin, ya gang kenangan. Saat itu Andi yang masih sekolah diminta untuk mengajar mengaji tetangga Alin. Andi terpesona dengan wajah anggun Alin yang berkerudung. Kekaguman Andi bertambah karena Alin tidak seperti gadis biasanya yang gemar memakai baju seksi meski tertutup kerudung. Alin memilih memakai baju syar’i.

Kisah asmara mereka tidak diketahui orangtua Alin. Mereka menjalani gejolak cinta dengan sembunyi-sembunyi. Kata rindu hanya bisa terucap lewat surat. Janji setia selalu tertulis. Keinginan untuk ke pelaminan pun sempat ada di pikiran mereka berdua. Tapi, semua musnah dan hancur. Andi menghela napas berat.

“Yuk, Li. Kita berangkat sekarang.”

“Benar, kamu gak papa?” Ali mencoba meyakinkanku lagi.

“Iya, aku kuat kok.” Andi mencoba tersenyum, meski itu pahit.

Alin sudah duduk di depan meja ijab qobul. Pengantin laki-laki yang duduk di samping Alin sudah tidak sabar mengucapkan ijab qabul. Ridho, nama pengantin laki-lakinya. Wajahnya tampak tegang. Duduknya pun tak tenang. Ridho mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lancar dan khidmat. Yang berada di sana serentak mengucap hamdalah. Begitu pun dengan Andi.

Setelah acara ijab qabul selesai, Alin berdiri menuju kamarnya. Tanpa sengaja, Alin dan Andi beradu pandang. Andi tak tega melihat mendung di wajah gadis pujaannya. Dipalingkan wajahnya. Pun dengan Alin, air mata yang sedari tadi ditahan sekarang tak bisa dibendung lagi. Mengalir deras, ibarat aliran air Sungai Kapuas.

Dalam hati, Andi hanya bisa berdoa. Semoga engkau bahagia dengan suamimu. Semoga suamimu bisa menjadi imam yang terbaik bagimu. Aku bahagia, pernah menjadi orang istimewa di hatimu. Walau sekarang aku tidak bisa memiliki  ragamu, semoga di akhirat nanti kita bisa bertemu di surga-Nya. Doaku selalu untukmu Alin.(*)

Arina Novita Sari dilahirkan di Nganjuk, tanggal 9 Nopember. Dia salah satu guru SD di Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur. Belum punya karya buku sama sekali. Tapi, dia mempunyai keinginan kuat untuk menghasilkan sebuah karya yang indah. Yang bisa membuat orang lain mengenang tulisannya. Yang ingin membuat generasi kita menjadi generasi yang literat dengan karya-karyanya. Ia sedang proses menulis novel pertamanya yang diberi judul, Jiwaku Ingin Menjadi Istrimu. Semoga novelnya bisa terselesaikan tepat waktu.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply