Cici dan Keinginannya

Oleh : Lily

Hari ini Cici si kelinci berbulu putih terus menangis sejak pulang dari bermain dengan Bobi si tikus tanah. Ia meminta pada mamanya agar bisa memiliki sayap dan terbang seperti Meli si merpati. Mama tidak bisa mengabulkan permintaan Cici karena kelinci memang tidak bersayap.

“Sepasang sayap tidak bisa ditanam seperti kita menanam wortel, Sayang,” bujuk Mama.

Cici tidak mau mendengarkan, tetap menangis dan terus meminta sepasang sayap agar bisa terbang.

“Kenapa Cici ingin terbang?” Mama berusaha menenangkan Cici dengan bertanya alasan kenapa ia ingin memiliki sayap.

Cici diam sebentar, menghentikan tangisannya dan menatap Mama. Ia mengatur napasnya terlebih dahulu.

“Meli bilang jika aku bisa terbang sepertinya, dia akan menunjukkan padaku seperti apa kota dan juga pantai,” jawab Cici lesu dengan mata yang masih berkaca-kaca.

“Kota dan pantai?” tanya Mama.

“Iya,” sahut Cici cepat.

Mama berpikir sejenak. Kemudian Mama mengusap air mata Cici dan mencium kening kelinci kecil kesayangannya itu.

“Sayang … memiliki sepasang sayap bukan berarti kamu hanya bisa terbang, tapi kamu juga harus bisa mengepakkan sayap dengan baik,” jelas Mama lembut.

Mata Cici membulat, satu dua kali berkedip seolah sedang meminta Mama menjelaskan apa maksud dari mengepakkan sayap.

“Jika seekor burung tidak mengepakkan sayapnya dengan baik saat terbang, maka dia akan terjatuh karena kehilangan keseimbangan.”

Mata Cici masih membulat. Ia tetap tidak paham maksud dari ucapan Mama.

“Besok akan Mama jelaskan lagi. Sekarang sudah malam, sudah waktunya Cici tidur,” ucap Mama sambil mengusap kepala Cici.

“Baik, Ma,” jawab Cici.

Tanpa menunggu lagi Cici langsung memejamkan matanya yang sudah sangat berat karena terlalu lama menangis tadi. Sebelum tidur, tidak lupa juga Cici berdoa agar ia bisa diberikan sepasang sayap seperti Meli. Cici sangat ingin pergi ke kota juga pantai. Karena kata Meli, pantai itu sangat indah dan luas, berbeda dengan sungai yang ada di hutan tempatnya tinggal.

***

Cici sudah terbangun saat matahari pagi menyinari rumahnya. Sama seperti doanya sebelum tidur, kali ini di punggung Cici ada sepasang sayap yang entah bagaimana bisa tumbuh. Cici senang bukan main, dia langsung bergegas pergi untuk menemui Meli tanpa berpamitan terlebih dahulu pada Mama.

“Meli, lihatlah!” sapa Cici saat tiba di bawah pohon tempat sangkar Meli berada.

Meli membuka matanya, melihat ke bawah pohon. Ia terkejut begitu melihat sayap yang ada di punggung Cici.

“Kok, kamu bisa punya sayap, Cici?” tanya Meli sambil terbang menghampiri Cici.

“Aku tidak tahu, sayap ini tumbuh sendiri saat aku sedang tidur,” jawab Cici.

Meli mendekat, memperhatikan sayap Cici yang juga berwarna putih seperti sayapnya. Bedanya sayap Cici lebih besar menyesuaikan tubuh Cici yang juga besar.

“Ayo, kita terbang ke kota!” ajak Cici tidak sabaran.

Meli langsung mengangguk setuju. Sudah beberapa hari ia tidak ke kota, memakan remah-remah roti yang dilemparkan oleh manusia-manusia di taman. Biasanya jika ke sana Meli dan beberapa teman merpati lain langsung berkerumun dan mematuki remah-remah roti itu.

“Kalau begitu, ayo, cepat!” seru Meli tak kalah bersemangat.

Namun, Cici diam saja. Rupanya dia tidak tahu caranya terbang karena baru pertama kali punya sayap.

“Kenapa kamu tidak terbang?” tanya Meli yang menyadari kalau Cici hanya diam dan memandanginya.

Cici menunduk, berkata dengan malu-malu kalau dia tidak tahu caranya terbang. Lantas Meli kembali turun, mengajarkan Cici untuk mengepakkan sayap seperti yang ia lakukan, kemudian terbang. Dengan semangat Cici mengikuti apa yang diajarkan Meli, meski awalnya sering jatuh, tapi lama-kelamaan Cici akhirnya bisa terbang juga.

“Ayo!” ajak Meli.

Cici mengangguk. Kini ia terbang bersama Meli untuk pergi melihat kota. Ia menikmati semua pemandangan dari atas dan tertawa kecil saat berpapasan dengan awan-awan di langit. Ia melihat awan-awan itu seperti sebuah permen kapas yang pernah Meli bawa saat pulang dari berkunjung ke kota.

Namun, jarak dari hutan ke kota yang cukup jauh membuat Cici mulai kelelahan dan berhenti mengepakkan sayap. Dan sayangnya Cici tidak tahu kalau saat terbang ia tidak boleh berhenti mengepakkan sayap, sehingga akhirnya Cici terjatuh dan tubuhnya membentur batu besar.

Bruk!

“Auuu …,” rintih Cici.

“Ada apa?” Mama yang berniat ingin membangunkan Cici langsung bertanya karena bingung.

Cici membuka matanya, menatap ke kiri dan kanan. Saat ini ia berada di kamarnya dan di atas kasurnya. Cici langsung menyadari kalau apa yang baru saja dialaminya hanyalah mimpi.

“Tidak ada apa-apa,” jawab Cici sambil meringis malu.

Mama langsung tersenyum sambil mengelus kepala Cici. Kemudian Mama menyuruh Cici untuk segera keluar dan sarapan.

“Mama,” panggil Cici.

“Iya?”

“Sekarang Cici sudah tidak mau punya sayap.”

“Kenapa?” tanya Mama bingung.

“Cici lebih suka melompat saja seperti biasa,” jawab Cici sambil tersenyum lebar.

Kini Cici tahu, bagaimanapun dia, akan lebih menyenangkan saat Cici bisa menjadi diri sendiri.

Mama sebenarnya masih bingung dan penasaran. Tapi pagi ini Mama harus menyiapkan wortel, menu sarapan mereka. Jadi Mama hanya membalas senyum Cici sebelum melompat meninggalkan kamar Cici. (*)

Jakarta, 3 Mei 2023

Lily, penyuka mi rebus panas.

Editor : Syifa Aimbine

Gambar : https://pin.it/2ZZ5jA8

Leave a Reply