Buku Bersampul Hitam

Buku Bersampul Hitam

Buku Bersampul Hitam
Oleh: Helen AF

Terbaik ke-11 #Tantangan_Lokit_9.

“Sialan.”

Aku mengumpat. Duduk di pinggir ranjang dengan wajah suram.

Hari ini adalah hari yang sial. Aku diputuskan pacar, dihukum guru karena lupa membuat tugas, bertengkar dengan sahabat dan saat pulang sekolah, ban motorku malah pecah.

“Benar-benar menyebalkan.” Aku menghela napas panjang saat lagi-lagi teringat pada Denis, lelaki tampan yang sudah memutuskan hubungan dengan seenaknya. Katanya, sih, dia bosan denganku. Dasar lelaki sialan!

Memangnya, aku ini kurang apa? Aku selalu ada untuknya, tak pernah lupa mengucapkan selamat tidur setiap malam dan yang jelas, aku ini perempuan anti selingkuh. Aku sangat menyukai Denis hingga saat dia memutuskan aku, rasa kesal mengalahkan segalanya.

Aku menggeleng beberapa saat, mencoba menjauhkan wajah Denis yang mengitari pikiranku. Lalu aku memutuskan untuk mengerjakan tugas saja. Sebelum aku kembali lupa dan dihukum untuk yang kesekian kalinya.

“Eh?” Aku mengangkat alis saat melihat buku bersampul hitam saat aku merogoh isi tas. Aku sempat lupa, kalau tadi, saat aku pulang sekolah, aku menemukan buku itu di pinggir jalan. Karena terlihat menarik, aku ambil-ambil saja.

Entah mengapa, perhatianku seketika teralihkan. Dari keinginan untuk membuat tugas menjadi keinginan untuk mengetahui isi buku itu. Tanpa berpikir panjang, aku pun segera membuka halaman pertama. Tak disangka, aku langsung disuguhkan tulisan cantik yang membuatku terkesima.

“Buku apa, nih? Buku harian?”

Aku mengernyit bingung saat membaca tulisan di dalamnya. Kalau dilihat sepintas, memang seperti buku harian karena tercantum tanggal. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, kayaknya bukan, deh.

11 Januari
-Putus. Hukuman. Bertengkar. Kesialan.

“Kok sama, sih?” protesku.

Bagaimana tidak? Sekarang memang tanggal 11 Januari. Aku baru saja putus, dapat hukuman dari guru, bertengkar dengan Rena sahabatku. Kesialan? Ban motorku pecah. Kok bisa sama, ya? Atau hanya kebetulan?

* * *

“Na, udahan dong, ngambeknya. Gue nggak sanggup lo diemin terus,” kataku sambil memasang wajah memelas pada Rena yang sedang sibuk mengerjakan soal latihan. Aku benar-benar tidak tahan didiamkan oleh sahabatku sendiri. Apalagi sekarang sudah lewat beberapa hari.

Rena menatapku sebentar, lalu kembali fokus pada bukunya. “Lo, sih, ngeselin banget jadi orang.”

“Iya, deh, gue minta maaf.” Aku meringis karena memang benar, aku ini orangnya ngeselin.

“Gue maafin. Tapi lain kali, jangan bertindak sembarangan gitu, Nay. Gue nggak suka,” ujar Rena dengan wajah serius.

Aku mengangguk cepat, tak ingin mengulangi hal bodoh lagi. Kemarin, aku mengirim surat pada Kevin atas nama Rena karena aku merasa gemas. Rena menyukai Kevin, tapi tak berani mengungkapkan. Jadi aku mengambil tindakan sendiri dan tak kusangka, Rena malah jadi marah padaku.

“Terus, gimana lo sama Denis, Nay?” Rena menatapku penasaran. Dia sudah menutup bukunya dan memberi seluruh perhatiannya padaku. Beginilah Rena. Dia juga siap sedia mendengarkan keluh kesahku.

“Gitu, deh.” Raut wajahku berubah mendung.

“Beneran putus? Itu cowok nggak nyesel dan minta balikan?”

“Iya, Na.” Aku tersenyum sedih.

“Udahlah, Naya. Cowok itu banyak, nggak cuma dia. Lo nggak perlu buang waktu berharga lo demi mikirin si Denis itu.”

Aku tersenyum cerah, membenarkan setiap ucapan Rena. “Makasih, ya, Na. Lo emang sahabat gue yang terbaik,” ujarku.

Kami berbaikan. Seperti tidak ada masalah apa pun sebelumnya. Tidak ada rasa canggung dan sebagainya. Rena tetap kembali seperti Rena yang biasa, begitu juga aku.

Sebulan kemudian, aku dekat dengan cowok kelas sebelah. Alvaro namanya. Dia gencar mendekatiku. Puncaknya di festival sekolah, Alvaro menyatakan perasaannya padaku dengan sebuket bunga mawar dan coklat mahal yang aku suka.

“Gue suka sama lo, Nay. Mau nggak jadi pacar gue?”

Saat itu aku mengangguk. Dan kami berdua mulai dilanda asmara. Saling bertukar pesan setiap malam, berteleponan, video call dan jalan-jalan saat malam minggu tiba. Pokoknya aku bahagia, serius. Alvaro benar-benar cowok yang baik.

Setidaknya itu yang aku pikirkan sampai tak sengaja aku melihatnya berciuman dengan perempuan lain. Hatiku patah. Air mataku mengalir begitu saja. Aku tak menyangka bahwa Alvaro yang kukira baik nyatanya sebelas dua belas sama Denis.

“Gue mau putus,” kataku saat menemuinya di taman sekolah. Dia tampak terkejut saat mendengar ucapanku, tapi kemudian dia memasang wajah tenang.

“Ya udah, kita putus.”

Aku ternganga tak percaya. Kutampar wajahnya keras-keras sebelum kutinggalkan dia sendirian. Aku benar-benar terluka hingga malamnya, kamarku dipenuhi lautan tisu yang telah basah.

“Lo nggak ada bedanya sama Denis, dasar cowok berengsek!”

Lalu mataku tertuju pada buku bersampul hitam di meja samping tempat tidurku. Aku membuka halaman secara acak dan kutemukan tulisan yang membuatku tertegun.

01 Maret.
-Putus.

Aku yang sudah sangat penasaran pun membuka halaman sebelumnya.

20 Februari.
-Jadian.

Kubuka halaman sebelumnya lagi.

15 Februari
-Pendekatan.

17 Januari
-Baikan.

Tanpa berkaca, aku sudah tahu bahwa wajahku pucat pasi. Kejadian ini, persis tanggal-tanggalnya adalah kejadian yang sudah aku alami akhir-akhir ini. Kenapa …. kenapa bisa sama?

* * *

Aku sudah terbiasa. Kehidupanku seperti diatur oleh sebuah buku biasa. Saat aku mengalami kejadian senang ataupun kesedihan, aku segera membaca buku itu untuk memastikan. Dan benar saja, semua peristiwa di hidupku sudah tersusun rapi di dalamnya.

Kini aku sudah beranjak dewasa dan sebentar lagi akan menikah. Aku mengintip buku itu dan ingin tahu kejadian apa yang akan kualami di masa depan.

30 September.
Gagal menikah.

Apa?

Aku terhenyak. Lantas tertawa keras.

Memang benar. Buku ini menyajikan kejadian yang persis kualami di kehidupan nyata. Tapi apa maksudnya gagal menikah? Aku dan Revan sudah jelas-jelas saling mencintai. Revan tidak bisa hidup tanpaku, begitu pula sebaliknya. Kami sebentar lagi akan menikah. Surat undangan sudah tersebar di mana-mana, tapi dengan seenaknya buku itu mengatakan bahwa aku akan gagal menikah? Yang benar saja!

Aku tidak percaya sampai di penghujung bulan September, Tante Gina meneleponku dan mengatakan bahwa Revan mengalami kecelakaan. Calon suamiku itu meninggal di tempat karena kehabisan darah.

Aku sudah jelas tak percaya. Tapi … Revan benar-benar meninggal.

“Nggak mungkin, nggak mungkin!”

Aku menangis di pelukan ibuku. Tak kupedulikan segala sesuatu selain kesedihanku. Kubiarkan semua tatapan prihatin dari semua mata yang memandangku. Ini terlalu menyakitkan sampai aku rasa, aku akan kehilangan napas.

Dengan cepat, aku berlari menuju kamar. Kucari buku itu dan segera kubuka cepat-cepat. Halaman yang kubaca sudah memasuki hampir halaman akhir. Air mataku masih mengalir, tapi kutepis dengan kasar karena aku ingin tahu, sejauh mana buku ini akan membuatku sengsara.

Aku berhenti sejenak di halaman di mana tulisan gagal menikah menikam ulu hatiku. Kubalik halamannya dan kutemukan tulisan yang membuatku lagi-lagi tertegun.

30 September.
-Bunuh diri.

30 September.

30 September.

30 September?

Hari ini.

Sekarang tanggal 30 September. Hari di mana aku merasakan sakit hati terparah karena kehilangan cintaku yang berharga. Tapi buku itu malah membuat lelucon yang lebih membahana?

Tiba-tiba aku merasa marah. Aku baru sadar bahwa buku itulah yang membuatku serba sial. Dengan langkah lebar, aku membawa buku bersampul hitam di tanganku ke belakang rumah. Kubakar dengan cepat hingga aku merasa puas. Dengan begitu, buku itu akan musnah dan lenyap selamanya. Aku tidak akan lagi dihantui oleh kejadian-kejadian mengerikan yang seolah sudah dirangkai menjadi takdirku yang menyeramkan.

Bunuh diri? Jangan harap! Aku tidak segila itu untuk melakukannya.

Tapi, saat aku melihat kamarku yang berada di lantai teratas, mengapa aku merasa tertarik untuk melompat dari sana?(*)

Palembang, 03 November 2018

Helen AF. Kelahiran tahun 1999 yang suka menyanyi dan menonton drama Korea.

Tantangan Lokit adalah lomba menulis yang diselenggarakan di grup KCLK

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata