Bertepuk Sebelah tangan

Bertepuk Sebelah tangan

  Bertepuk Sebelah Tangan
Oleh: Rachmawati Ash


Upacara bendera baru saja selesai. Semua siswa kembali ke kelas masing-masing. Aku dan Elin baru saja menjatuhkan diri di kursi kayu dekat jendela. Empat anak laki-laki masuk ke kelas kami. Aku belum sempat melepaskan topi dari kepalaku, mulutku melongo tidak percaya dengan laki-laki yang berdiri tepat di depanku.

Daniel, kakak kelasku yang terkenal tampan di sekolah kami. Seminggu masuk sekolah aku telah jatuh cinta pada laki-laki ini. Tubuhnya tinggi, rambutnya lurus terurai, dadanya yang bidang seolah berkata “Sini, Sayang masuklah dalam pelukanku”. Aku tersenyum membayangkannya. Daniel duduk di mejaku, aku sedikit menggeser tubuhku untuk menatapnya lebih jelas. Daniel membuka suara, memperkenalkan diri dan maksud kedatangannya bersama teman-temaannya. Suaranya cempreng, tidak sesuai dengan postur tubuhnya yang menawan. Tuhan memang adil.

Aku menyukai Daniel sejak hari pertama masuk sekolah. Daniel ikut serta dalam penggojlogan anak-anak baru di SMA Dominico Savio. Aku sering memperhatikannya mengarahkan kami dalam beberapa kegiatan. Namun aku tak pernah sedekat ini dengannya. Sumpah, aku baru mendengar suaranya secara langsung saat ini, tanpa pengeras suara, ya, suara aslinya.

Daniel memperkenalkan diri sebagai ketua ekstrakurikuler Jurnalis di Sekolah kami. Aku terlalu terobsesi untuk menjadi pacarnya, siap mengikuti acara apa pun asalkan aku bisa selalu melihatnya. Aku jatuh cinta pada Kakak kelasku ini.
Jatuh cinta memang bisa membuat orang hilang akal, gila, atau bisa juga disebut kesurupan. Aku misalnya, aku rela melakukan apa pun asalkan aku bisa berdekatan dengan Daniel. Ekstrakurikuler jurnalis, meskipun aku tidak tertarik sama sekali dengan kegiatannya tapi tanpa berpikir panjang aku menjadi anggota yang mendaftar pertama. Daniel membagikan formulir kepada anak-anak yang mengacungkan jarinya. “Kamu ikut, ya, biar ceweknya banyak.” Daniel menyodorkan selembar kertas pada Elin teman sebangkuku. Hatiku panas melihatnya, aku cemburu. “Nanti, deh, Kak aku pikir-pikir dulu, jurnaliskan, kan, capek.”Suara Elin sok imut, terdengar genit. Padahal sudah biasa dia bicara begitu. Mungkin aku saja yang sedang kasmaran sehingga tidak terima temanku bertingkah laku seperti itu.

Sejak saat menjadi anggota jurnalis, aku selalu bisa berdekatan dengan Daniel. Beberapa kali diterjunkan ke lapangan untuk meliput berita. Aku sangat gembira, meski pun dalam hati sama sekali aku tidak menyukai kegiatan itu. Panas, capek, dan harus telaten menunggu narasumber yang sok-sokan susah dimintai keterangannya. Buat apa coba, kayak nggak ada kegiatan lain aja. Aku merutuk dalam hati.

**
Acara Diesnatalis sekolah kami digelar selama dua hari dua malam. Siang untuk acara bazar dan malam harinya untuk pentas seni. Dengan berbagai persiapan aku berdandan, tujuanku hanya satu, memikat hati Daniel. Pukul 19.00 malam aku berkumpul dengan tim jurnalis, Daniel memberi arahan kepada kami untuk meliput kegiatan pentas seni di malam hari.

Aku duduk ditemani Elin di taman depan panggung Pentas seni. Meskipun Elin tidak ikut sebagai anak jurnalis, namun dia datang dengan pacar barunya. Aku senang melihatnya sudah punya pacar. Setidaknya sainganku untuk mendapatkan Daniel berkurang seorang. Dalam hati aku bertepuk tangan dan berteriak, Yes.
Elin menyenggol-nyenggol pahaku, memberi kode agar aku melihat ke atas panggung. Mataku terpana melihat Daniel sedang memainkan gitar di sana. Mataku berbinar-binar kegirangan, aku ingin sekali bersorak menyebut namanya. Aku menahan teriakanku, batal menyebut namanya, seorang gadis berjalan ke arahnya, ikut bernyanyi dan menyandarkan tubuhnya ke tubuh Daniel. Aku merengut dan memonyongkan bibir. Bagaimana mungkin Daniel punya selera gadis buluk seperti itu, kulitnya hitam, dekil, hanya menang suaranya saja yang merdu melengking bak suara Raisa Adriana. Masih mending aku, jauh. Aku yang memiliki tinggi badan 167 cm dan berkulit putih. Belum lagi kecerdasanku dalam pelajaran maupun berorganisasi. Aku mengepalkan tangan meninju apa saja yang ada di sekelilingku.

Aku marah, aku cemburu, aku tidak terima melihat laki-laki yang kucintai berdekatan dengan gadis lain. Aku memandangi foto-foto Daniel di kamarku. Foto yang kuambil saat bertugas dengannya di lapangan meliput berita. Dari berbagai posisi gambar kuabadikan dalam bingkai-bingkai cantik yang kupasang di dinding kamarku. Aku mengecup dan mengucapkan salam pada foto-foto itu sebelum tidur. Aku memang gila, ya, aku kesurupan. Aku mengakui bahwa aku telah menjadi gila sejak merasakan jatuh cinta pada kakak kelasku yang tinggi badannya 172cm itu.

**
Aku menunggu Daniel di pintu gerbang sekolah, ini adalah tugas pertama aku berdua dengannya. Tugas meliput pemain basket harus dilakukan sore ini, namun anggota lain sudah mendapat jadwal di tempat lain pula. Daniel tampak kusam saat menemuiku. Kunci motornya hilang, sudah berjam-jam mencarinya namun tidak ketemu. Aku berjalan di sampingnya, memberi senyum terbaik yang kumiliki. Sepanjang jalan dari sekolah ke GOR anak-anak basket memang tidak terlalu jauh. Aku tidak keberatan jika harus berjalan kaki dengan Daniel. Aku justru senang dan merasa beruntung mendapat kesempatan untuk berlama-lama dengannya. “Kamu nggak capek, Ca, jalan sejauh ini?” Daniel bertanya padaku, kakinya menendang batu-batu kecil di trotoar. Aku hanya diam saja tak ada kalimat yang keluar dari mulutku. Keringat dingin membanjiri seluruh kaus dalamku. Aku memang tolol, bukankah ini adalah saat yang selalu kutunggu, berdua dengan Daniel.
Sepanjang jalan aku hanya diam, sesekali mencuri pandang pada laki-laki yang telah merebut hatiku. Aku ingin mengatakan, Daniel kamu tampan, aku menyukaimu, aku ingin menjadi pacarmu. Dasar aku, bodoh, aku hanya menyimpannya dalam hati. Padahal setiap malam aku selalu berlatih bagaimana cara berbicara yang baik saat ada kesempatan berdua dengannya. Siang ini aku gagal. Sudah setahun lebih aku mengagumi laki-laki ini. Aku menyimpan foto-fotonya, mengirim kartu ucapan selamat ulang tahun diam-diam di dalam tasnya. Aku mengikuti status-statusnya di WhatsApp. Memberi like di setiap postingannya di Instagram. Tapi siang ini, aku tidak bisa berkata apa-apa. Dan gilanya lagi, aku menggunakan namanya sebagai Pasword semua Media Sosialku. Aku benar-benar dibuatnya gila. Aku kesurupan, setiap mengingatnya aku berandai-andai dia menembakku untuk menjadi pacarnya.

Daniel menghentikan langkah dan menatapku, “Kamu sakit, Ca?” dan aku hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala. “Maaf, ya, gara-gara aku kamu harus jalan kaki sejauh ini.” Daniel berjalan dekat sekali denganku. Hatiku berdebar-debar. Seluruh tubuhku semakin bercucuran keringat. Aku menebak-nebak kalimat apa yang akan diucapkan Daniel selanjutnya kepadaku.

Aku mengikuti Daniel menuju ruang ganti anak-anak basket. Daniel memberiku kode agar aku menunggu agak jauh dari ruangan itu karena anak-anak basket sedang berganti baju. Cukup lama aku berdiri menunggu, aku memutuskan untuk pergi membeli minuman ringan. Saat aku kembali pertandingan basket sudah dimulai, itu berarti wawancara akan dilakukan setelah pertandingan selesai. Aku duduk dengan teman-teman lain di tribun. Ikut bersorak sorai saat tim basket dari sekolahku melakukan Slumdunk. Sesekali aku mengambil gambar di dalam GOR untuk dokumentasi tugasku.

Seperti biasa aku bermaksud menambah koleksiku, aku akan mengambil foto Daniel tanpa disadarinya. Mataku menyapu seluruh ruangan yang dipenuhi ratusan orang. cukup lama aku mencari-cari keberadaan Danielku, sampai aku menghentikan pandangan sekaligus juga nafasku. Daniel sedang bercumbu dengan seorang gadis, aku tidak percaya dengan apa yang kulihat di ujung ruangan besar ini. Gadis yang bernyanyi dengannya di malam pentas seni itu bergelayut di pundak Daniel. Mereka saling menyuapkan siomai dan meminum satu botol minuman yang sama. Aku merasakan air mata menetes di pipiku, aku tidak rela gadis itu mengambilnya dariku. Aku tidak kuat melihat Danielku bersamanya. Danielku, opsesiku, pasword setiap media sosialku.(*)

Rachmawati Ash. Menyukai dunia membaca dan menulis sejak SMP. suka mengoleksi komik jepang bergenre Cinta.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

3 thoughts on “Bertepuk Sebelah tangan

Leave a Reply