Belajar dari Semut
Oleh: Yuliawanti Dewi
“Anggi pelit! Aku tidak mau bermain denganmu lagi!”
“Yasudah, pergi sana. Aku juga tidak mau bertemu denganmu lagi. Kamu menyebalkan!” teriak gadis berkuncir kuda itu kepada kembarannya, Angga. Angga kesal. Kemudian ia berlari ke dapur menghampiri Bunda yang sedang memasak.
“Ada apa, Sayang?” tanya Bunda dengan lembut
“Anggi bikin kesal lagi, Bun,” jawab Angga sambil cemberut.
Bunda tersenyum mendengar jawaban anak lelakinya. Anggi dan Angga adalah anak kembarnya yang selalu bertengkar kapan dan dimanapun mereka berada. Bunda sudah berkali-kali mengingatkan agar sesama saudara tidak boleh bertengkar. Tetapi, tak ada satu pun dari mereka yang melaksanakan perintah Bunda.
“Angga, tadi Bunda beli es krim cokelat kesukaan Angga dan vanilla kesukaan Anggi. Ambilah keduanya di kulkas. Lalu, berikan yang vanilla kepada Anggi ya, Nak”
“Gak mau. Aku mau ambil punyaku saja. Biar Anggi sendiri yang ambil miliknya. Dia kan punya tangan juga.”
“Bukan begitu maksud Bunda. Bunda ingin kalian menjadi saudara yang bisa tolong menolong. Bukan bertengkar terus seperti ini”
Angga terdiam. Lalu tanpa basa-basi ia berjalan kearah kulkas dan membawa dua es krim rasa cokelat dan vanilla.
“Ini Bunda,” Angga menyerahkan es krim vanilla kepada bunda.
“Berikan kepada adikmu, Anggi.”
“Ta—tapi…”
Bunda memiringkan kepalanya. Angga menghela nafas panjang lalu mengangguk. “Baiklah Bunda. Akan kuberikan sendiri es krim ini kepadanya.”
“Bagus,” seru Bunda dengan tersenyum senang.
Angga kemudian berjalan pelan kearah ruang keluarga. Dimana ada Anggi disana yang sedang asyik menonton acara kartun kesukaannya. Dengan gugup, Angga duduk disamping Anggi.
“Mau apa kau kemari?” deliknya.
“Aku hanya ingin memberikan es krim ini dari Bunda,”
Anggi terdiam. Lalu mengambil es krim vanilla dari Angga tanpa sepatah katapun. Mereka menikmati es krim sambil menonton kartun. Tak ada perbincangan disana. Sepertinya mereka masih kesal atas kejadian tadi.
Claaak…
Karena keasyikan menonton, es krim milik Anggi sedikit demi sedikit mulai meleleh dan membasahi karpet yang sedang ia duduki. Anggi tak menyadarinya sampai seekor semut tiba-tiba menggigit kakinya.
“Awww!”
“Kau kenapa Anggi?” tanya Angga kaget
“Ada semut menggigit kakiku”
“Hei! Pantas saja. Es krim punyamu meleleh. Lihatlah di depanmu. Itu mengundang para semut untuk mendekatimu,”
Anggi kaget dan baru menyadari hal itu. Dengan tergesa-gesa ia segera menghabisi es krim miliknya dan hampir saja ia tersedak.
“Ada apa ini?” Bunda kemudian datang dari dapur dan duduk diantara mereka.
“Ini Bunda, karena Anggi fokus menonton, es krim miliknya meleleh dan berceceran di karpet sehingga mengundang banyak semut datang. Anggi memang ceroboh, ya Bun,” ucap Angga polos.
Anggi yang tidak terima disebut ceroboh, sudah bersiap akan memukul Angga namun Bunda mencegahnya.
“Anak-anak kalian tahu tidak bahwa semut ini sebenarnya tidak bisa melihat alias buta?”
Mereka berdua menggeleng tidak tahu. Bunda kembali melanjutkan. “Nah, lalu bagaimana mereka bisa menemukan makanan? Karena mereka menggunakan indera penciumnya untuk mengenali makanan. Apakah kalian tahu juga kenapa semut selalu datang berbondong-bondong?” sekali lagi mereka hanya menggeleng.
“Karena para semut sangat membudayakan tolong menolong. Mereka tidak pernah mengabaikan kawannya. Mereka selalu berjalan tertib dan bersalaman ketika bertemu. Padahal mereka itu hewan yang sangat kecil tapi sangat menjunjung tinggi persaudaraan. Sedangkan kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan lebih daripada hewan, apakah akan terus saling bertengkar, tidak mau mengalah, dan tidak mau saling tolong-menolong? Bukankah itu aneh kan, Sayang? Manusia merupakan makhluk yang mulia. Masa mau kalah dengan semut?”
Angga maupun Anggi hanya terdiam mendengar ucapan Bunda. Mereka mulai menyadari kesalahan yang ada pada diri masing-masing.
“Maafkan kami Bunda. Kami tidak akan bertengkar lagi,” ujar Anggi pelan
“Iya Bunda. Maafkan kami. Kami berjanji akan menjadi saudara yang saling membantu dan tidak akan berdebat lagi karena hal sepele,” ucap Angga menambahkan.
Bunda tersenyum bahagia dan memeluk mereka dengan kasih sayang, ”Ini baru anak-anak Bunda.”(*)
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita