Animal Farm, Sebuah Novel Alegori Politik

Animal Farm, Sebuah Novel Alegori Politik

Animal Farm, Resensi Buku.

 

Beberapa tahun yang lalu ketika saya mempelajari dan mendalami sejarah Negara Uni Soviet. Saya mulai sedikit tahu tentang negara ini. Bagaimana Vladimir Ilyich Lenin menumbangkan kekaisaran “Tsar” Rusia, kemudian digantikan oleh penerusnya: Joseph Stalin. Masa-masa inilah yang penuh dengan dinamika politik, intrik, dan tragedi kemanusiaan.


Banyak kisah-kisah yang mengejutkan yang didapatkan. Sekelam catatan kemanusiaan yang ditorehkan partai komunis di banyak negara, meski tidak semua. Inilah yang hendak dikisahkan kembali oleh George Orwell. Keburukan pemimpin di Uni Soviet pasca Perang Dunia Kedua.


Saya membaca karya legendaris ini agak telat, meski sebenarnya yang lebih dahulu saya inginkan adalah novel Nineteen Eighty-Four. Novelnya yang tak kalah terkenal karena “futuristik” atau melampaui pemikiran manusia di zamannya. Tetapi jika boleh jujur, saya sangat menyukai buku ini.


Cerita ini berawal dari mimpi seekor babi tua yang bernama Major kepada seluruh binatang di peternakan milik Tuan Jones.
Beberapa tokoh di novel ini bukanlah rekaan atau fiksi semata, tetapi sungguhan dan digambarkan dalam bentuk binatang. Napoleon, babi yang licik, diambil dari sosok Joseph Stalin yang kejam. Dan Snowball, babi yang cerdas, adalah jelmaan sesungguhnya dari Trotsky, seorang tokoh lain komunisme Uni Soviet yang berdarah Yahudi. Ia yang mengetahui dirinya hendak disingkirkan dan dibunuh oleh Stalin, segera melarikan diri ke Argentina. Namun ia terus dikejar, hingga akhirnya berhasil dibunuh oleh salah seorang agen rahasia yang menyamar dengan cara menjadi kekasih dari sekretaris perempuan Trotsky.


George Orwell menuliskan cerita ini hanya menggunakan diksi-diksi yang sederhana. Tetapi keistimewaannya, ia mampu menggambarkan dengan caranya, bagaimana setiap gerak-gerik binatang yang sedang melakukan pekerjaan manusia. Ini sangat mengesankan. Si penulis juga mampu membuat pembaca tidak merasa bosan. Belum selesai dengan kejutan yang satu, ia telah menyiapkan kejutan yang lain. Mungkin karena cerita ini adalah sejarah yang ditulis ulang dan George Orwell sangat mengetahui setiap kejadian tersebut secara persis dan detail.


Novel ini menggambarkan watak sekumpulan babi yang semula baik, dan mempunyai cita-cita mulia di awal perjuangan, namun berubah menjadi sangat tiran dan korup ketika Napoleon dan teman-teman dekatnya telah menggenggam kekuasaan. Mimpi indah para binatang yang pada awalnya ingin hidup lebih baik di peternakan Manor milik Tuan Jones, malah menjadi lebih buruk. Babi naik kasta dengan menyelewengkan “tujuh prinsip binatangisme” yang bahkan sebenarnya tidak dipahami oleh para binatang bodoh yang tidak mampu membaca dan menulis. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh beberapa ekor babi yang lebih cerdas untuk lebih mensejahterakan diri sendiri. Kebohongan, fitnah, bahkan pembunuhan, digunakan sebagai cara untuk menyingkirkan lawan yang dulunya adalah kawan. Meskipun ada salah satu larangan yang harus dipatuhi, yang berbunyi: “Binatang tidak boleh membunuh binatang.”


Bagian paling menyedihkan dan menggetarkan hati adalah ketika Boxer, seekor kuda tua yang telah lelah bekerja keras siang dan malam untuk membangun kincir angin, dikhianati begitu saja setelah kuda tua itu sakit dan tidak berguna. Boxer dikirim ke sebuah penjagalan hewan oleh Napoleon!


Endingnya yang mengambang, ditutup dengan sebuah perenungan, bahwa manusia dan hewan, sebenarnya nyaris sama-sama tidak memiliki perbedaan. Manusia bisa menjadi hewan jika tidak menggunakan kemanusiaannya, dan hewan pun akan memiliki sifat yang sama buruknya dengan manusia, jika memiliki sifat seperti manusia.


Animal Farm sangat pantas untuk dimiliki sebagai tambahan koleksi bacaan di rumah. Selain tidak terlalu tebal, isinya pun tidak bertele-tele, bahasa yang digunakan sungguh lugas. Yang paling menarik sebenarnya, ini sebuah fabel, atau dongeng tentang binatang yang diambil dari fakta atau realita yang sesungguhnya. Kehebatan si penulis adalah, ia sangat memahami organisasi politik, ideologi, struktur atau kelas masyarakat di dalam negara komunis Uni Soviet. Ia mampu meramunya ke dalam sebuah bentuk fabel. Di sini terlihat, George Orwell bukanlah seorang penulis sembarangan. Sebagai seorang penulis, ia mampu memiliki pengetahuan nan luas tentang politik.


Sebagai catatan akhir, Animal Farm dan Nineteen Eighty-Four adalah novel-novel dari George Orwell, yang mengangkat namanya sebagai seorang penulis terkenal ke seluruh dunia. Ia yang memiliki nama asli Eric Arthur Blair lahir tahun 1903, di India. Sayangnya, buku ini baru terbit di Indonesia pada tahun 2015. Seharusnya sebagai sebuah buku yang bagus, kita wajib membacanya di tahun-tahun yang lampau. Sekali lagi George Orwell mengingatkan kita dengan “prinsip binatangisme” di dalam dongengnya, ketika “semua binatang adalah setara” [1] memiliki tafsir lain. Sifat manusia dan binatang, nyaris tidak ada bedanya. ©

[1] Diambil dari 7 prinsip binatangisme.


Karna Jaya Tarigan, seorang cerpenis amatir. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply