Anata
Oleh: Respati
Terminal 2 keberangkatan internasional di bandara Soekarno-Hatta sudah terlihat geliatnya walaupun hari masih cukup pagi. Barangkali, bandara ini adalah salah satu bandara yang tak pernah tidur. Mobil pengantar pun bergantian ke luar masuk areal parkir.
Ney mengetatkan jaketnya. Di balik jaket biru navy yang dia kenakan tersimpan setangkai bunga mawar plastik warna putih. Benda yang selalu dibawanya ke mana pun dia pergi.
“Anata e.[1]”
Pria Asia berkulit putih itu memberikan Ney setangkai bunga sebelum dia memasuki badan pesawat. Ney tercengang, dia sama sekali tidak menyangka pria berdagu panjang itu memberinya kejutan.
“Watashi o matte ne, mata kuru yo.[2]” Dengan tangan gemetaran Ney menerima uluran tangannya. Bingung atau bahagia yang seharusnya dia luapkan.
Senyumnya tergambar begitu manis dengan bibirnya yang cokelat muda. Tangan kirinya dimasukkan ke dalam saku celananya. Bahunya yang kokoh memanggul tas jinjing, dan dia menunduk kepala ke arah Ney sebelum masuk gate 2.
Ney hanya bisa terpana melihat punggungnya yang semakin menjauh. Perkenalan singkatnya di Singapore Changi Airport akhir tahun lalu telah membuatnya terbenam pada lumpur penantian.
***
“Mau sampai kapan, Ney?” Pertanyaan yang entah untuk berapa kalinya meluncur dari bibir tipis Nadine setiap Ney bercerita tentang pria yang selalu dinantikannya.
Ney menghela napasnya. “Sampai ketemu.”
Nadine menggeleng pelan. Sudah habis perbendaharaan kata untuk menyadarkan sahabatnya. Sejak pertemuannya dengan pemuda Jepang itu, sikapnya menjadi aneh.
“Kamu aneh, Ney!”
“Aneh? Apa yang aneh?” Ney kesal setiap kali Nadine mengolokinya. Sambil membereskan dokumen yang harus dibawanya besok, Ney pun berujar, “Aku hanya menghargai rasaku.”
“Tentang jatuh cinta pada pandang pertama?”
“Bisa juga begitu,” jawabnya santai.
“Makan tuh cinta!” ucap Nadine kesal sambil berlalu. Percuma menasihati Ney saat ini. Sepertinya Ney yakin dengan keberangkatannya kali ini. Pesan terakhir Ryoto padanya, mereka akan bertemu di Kyoto.
Setelah mengurus Visa-nya, Ney memilih hari ini untuk berangkat. Perjalanan selama kurang lebih 7 jam akan ditempuhnya dan mendarat di Bandara Kansai. Waktu selama itu belum berarti apa-apa dibandingkan penantiannya selama ini.
Ney melukiskan senyum di bibir tipisnya, sebentar lagi dia akan bertemu cinta pertamanya. Kekuatan cintanya mampu membuatnya bertahan sampai setahun lamanya.
***
Ney menjejakkan kakinya pada gate di mana dia harus menunggu pesawatnya. Sekilas disapunya ruang tunggu untuk mencari tempat duduk yang menurutnya nyaman. Ponselnya berdenyit pelan. Sebuah pesan masuk.
“Anata wa doko?[3]” tanya Ry.
“Kuukoo ni.[4]” Ney memberi jawaban dia sudah berada di bandara.
“Ki o tsukete, anata o matte imasu yo.[5]” Pesan Ry membuatnya terharu. Ney semakin tak sabar menanti pertemuan mereka. Pikirannya jauh melesat lebih cepat sebelum dia benar-benar terbang.
Novel Fumiko Enchi di tangannya menjadi santapannya pagi ini. Matanya mulai mengeja setiap baris kata, The Waiting Years. Seperti juga dirinya yang telah menunggu untuk datang hari ini.
Debaran jantungnya makin kuat saat Announcer memberi instruksi kepada penumpang memasuki pesawat.
Ney menutup novelnya dan bergegas menuju gate 2. Setelah menyerahkan boarding pass dia pun melangkah menyusuri lorong untuk mencapai badan pesawat. Dan selama itu debaran jantungnya kian menguat.
Ryoto Yamagata, pria Jepang yang berhasil mengurungnya dalam lingkaran cinta pertama yang untuk sebagian orang dirasa aneh, tapi bagi Ney inilah kesetiaan.
Setelah pertemuan pertama mereka di Singapore Changi Airport, mereka hanya saling berkabar melalui chatting ataupun video call. Bagi mereka berdua, jarak hanyalah soal angka.
Sampai bulan ke sembilan setelah pertemuan itu, Ryoto menghilang, tanpa kabar. Ney berusaha menghubunginya, namun Ry tetap tanpa berita. Putus asa Ney untuk mendapakan kabar Ry. Dalam kesedihan yang mendalam Ney menulis email tepat satu tahun usia hubungan mereka.
Aku harap pesanku ini masih bisa kamu baca, sekalipun kamu tidak menginginkannya. Aku minta maaf.
Aku kehilangan kamu tiga bulan lamanya. Dan tepat di hari ini aku ingin mengenang pertemuan kita. Dan bunga mawar putih yang kamu berikan untukku.
Ry, terima kasih atas hari-hari yang hangat bersamamu. Aku tidak akan melupakannya.
Selamat berbahagia, Ry. Doaku selalu untukmu.
Ney.
Selesai mengirim email, Ney menangis. Sedu sedannya pada sebuah cinta yang dirawatnya dengan sangat baik, membuat Nadine tersentuh. Sahabatnya ini tidaklah mudah untuk jatuh hati. Ry telah membuat Ney bersedih. Apa setiap cinta pertama demikian melukai hati?
Tanpa terasa cairan air mata Nadine meluncur membasahi di pipinya. Dipeluknya erat tubuh sahabatnya itu. Nadine ingin Ney membagi sebagian kesedihannya.
Tidak mudah bagi Ney melupakan Ry yang telah menghilang hampir tiga bulan. Atau barangkali Ry tak benar-benar menghilang. Ry hanya mempermainkan perasaan Ney saja. Bisa saja sekarang dia sedang bersama wanita lain, atau mungkin Ry telah menikah dan dia sedang bahagia dengan istri dan keluarga barunya?
Buru-buru Ney menutup wajah dengan kedua tangannya. Ney tidak berharap salah satu pemikirannya tentang Ry itu benar-benar terjadi.
Ney sudah menemukan tempat duduknya. Berada di dekat jendela di setiap perjalanan menggunakan pesawat adalah favoritnya. Dia bisa bebas menyaksikan gumpalan kapas melayang di angkasa.
Sebelum mematikan ponselnya, Ney mengirim pesan singkat untuk Ry, bahwa dia sudah berada di dalam pesawat.
Mou hikouki ni imashita.[6]
Lalu Ry membalas pesannya, Akio-san wa anata o mukaenikuru.[7]
Ry berpesan, Paman Akio yang akan menjemputnya. Ney lalu mematikan ponselnya dan bersiap melanjutkan novel yang belum habis dibacanya. Ney bisa membunuh panjangnya waktu dengan melumat bacaannya yang tinggal 2 bagian itu.
Tujuh jam perjalanan telah membuatnya kelelahan. Dan Ney berhasil membawa kedua matanya untuk terpejam.
***
Ney menghampiri seorang pria yang mengacungkan kertas bertuliskan namanya.
“Nona Neyla?” sapa seorang pria paruh baya yang sedang membawa kertas bertulis namanya. Ia lalu membungkukkan badannya.
“Iya.” Pria itu menyilakan Ney untuk berjalan lebih dulu. Sementara Paman Akio membantu membawakan tasnya.
Paman Akio ditugaskan menjemput Ney dan mengantarnya ke sebuah rumah mewah di Kyoto. Pintu pagar otomatis terbuka lebar, Paman Akio membawa mobil memasuki halaman yang luas.
Ney terpana melihat kemewahan rumah di depannya. Apakah Ry tinggal di sini? Atau ini kediaman keluarga Yamagata?
“Silakan, Nona,” ucap Paman Akio. Dia kembali membungkuk lalu berlari ke belakang mobil untuk menurunkan tas Ney.
Seorang perempuan berseragam menyambutnya dengan membungkukkan badannya dan mengajak Ney masuk.
“Selamat datang, Nona. Tuan Ryoto sudah menunggu Anda.”
Debaran jantung di dada Ney makin kencang. Mengalahkan tiupan angin yang sempat menerbangkan ujung roknya.
“Silakan duduk, Nona.” Perempuan itu berlalu dari hadapan Ney. Dia lalu mangetuk kamar tak jauh dari tempat duduk Ney.
Seorang pria bertongkat muncul dari balik pintu. Menggunakan kaus putih berlengan panjang sambil melemparkan senyum ke arah Ney. Melihat senyum itu, Ney bangkit dari duduknya. Matanya tak lepas memandang pria di depannya. Pria yang dikenalnya setahun lalu, yang mengenalkannya kepada cinta. Juga mengajarkan padanya arti setia tapi sekaligus membenamkannya ke dalam penantian.
“Ney.”
Ney hanya bergeming. Ada cairan bening yang menunggu di pelupuk matanya.
“Gomen … Indoneshia e kuru hazu da ne,[8]” ucapnya pelan.
Ney tak mampu berkata lagi. Semua prasangkanya kepada Ry ternyata salah besar. Air mata yang sejak tadi meronta kuat untuk keluar tak sanggup lagi ditahannya. Perasaan rindu yang menggumpal sejak lama, kini berubah dengan sesal dan iba.
Ry, Aichaku wa seigen naku beki desu, kanzen na shintai. [9]
Amk, 07.09.2018
Susi Respati, penyuka cerita horor, namun sering ketakutan sesudahnya. FB: Susi Respati Setyorini.
Catatan:
[1] Anata e : untuk kamu
[2] Watashi o matte ne, mata kuru yo : tunggu aku, aku akan kembali
[3] Anata wa doko? : kamu di mana
[4] Kuukoo ni : bandara
[5] Ki o tsukete, anata o matte imasu yo : jaga diri, aku menunggumu
[6] Mou hikouki ni imashita : aku sudah di pesawat
[7] Akio-san wa anata o mukaenikuru : Paman Akio akan menjemputmu
[8] Gomen … Indoneshia e kuru hazu da ne : Maaf … seharusnya aku yang datang ke Indonesia
[9] Aichaku wa seigen naku beki desu, Kanzen na shintai : Cinta, seharusnya tanpa sekat sempurnanya raga.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata