Ageisme : Bentuk Diskriminasi Usia dan Cara Menghadapinya
Oleh : Tsu
Pernahkah kalian mendengar istilah ageisme? Mungkin tanpa disadari, kalian malah pernah terlibat langsung pada tindakan ini, baik sebagai pelaku ataupun korban. Misalnya saja saat kalian melamar pekerjaan. Seharusnya, jika ditinjau dari segi pengalaman maupun kemampuan, semua kualifikasi yang kalian miliki sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh perusahaan. Namun, ketika sang pewawancara melihat umur di CV kalian, dengan entengnya dia akan mengatakan bahwa kamu masih terlalu muda untuk mengisi posisi tersebut. Seketika pertimbangan lainnya seakan menjadi tidak berarti apa-apa ketimbang umur.
Contoh kasus lagi dalam ranah mode. Saat ada lansia yang menggunakan tipe busana yang diperuntukan untuk kaum muda. Mungkin banyak orang yang melihatnya akan berpikir dan bahkan berkata bahwa busana yang dikenakan oleh lansia tersebut sangat tidak cocok dengan usianya. Karena kebanyakan busana yang dikenakan oleh para lansia biasanya terkesan lusuh dan membosankan. Maka lansia menjadi terlihat aneh jika menggunakan pakaian modis khas anak muda.
Perilaku inilah yang kemudian dikenal dengan istilah ageisme. Mungkin terdengar kurang familiar karena selama ini kita hanya sering mendengar tentang seksisme dan rasisme. Padahal keberadaan ageisme sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari.
Menurut WHO, ageisme ini bisa menyerang pada siapa saja dan di mana saja, karena memang sifatnya yang terlalu general. Dapat mengarah pada orang dengan usia yang lebih tua ataupun lebih muda. Mulai dari lingkungan rumah, sekolah, maupun lingkungan pekerjaan.
Sebenarnya, ageisme ini bukan sebuah istilah yang baru. Istilah ini telah diperkenalkan pada tahun 1969 oleh Robert Neil Butler, seorang ahli gerontologi AS. Butler mengemukakan istilah tersebut saat ia diwawancarai Washington Post. Menurut Robert Neil Butler, ageime merupakan stereotip cara berpikir, merasa dan bertindak terhadap orang lain ataupun diri sendiri berdasarkan usia.
Ageisme dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti prasangka buruk, praktik diskriminatif, sampai pada kebijakan lembaga yang mendukung pada keyakinan stereotip tersebut. Sadar ataupun tidak, ageisme ini memang termasuk dalam tindakan diskriminasi yang melibatkan stereotip negatif pada lingkup usia. Dan biasanya, diskriminasi usia ini akan satu set dengan keyakinan, sikap, norma, dan nilai-nilai yang bisa digunakan untuk membenarkan prasangka pada tindakan ageisme tersebut.
Mungkin bagi sebagian orang, menjadikan ageisme sebuah bentuk diskriminasi merupakan sesuatu yang berlebihan. Pemikiran ini mungkin muncul pada orang-orang yang tidak ingin ambil pusing dengan keadaan mental seseorang yang mengalami tindakan ageisme. Hal ini bisa berlaku juga jika korban ageisme tak mengacuhkan respons orang lain terhadap dirinya.
Permasalahnya adalah tidak semua orang memiliki hati yang tebal untuk menerima respons negatif dari lingkungan sekitarnya. Persoalan ini menjadi serius ketika tindakan ageisme tersebut menghantam urat malu korbanya dan terjadi di muka umum. Hal ini akan menjadi penghambat dalam perkembangan dirinya, atau jika diistilahkan biasa disebut ‘kena mental’.
Nah, jika sudah paham apa itu ageisme, sekarang kita coba bahas cara menghadapinya. Pertama, yang harus dilakukan saat kita menjadi korban secara langsung tindak ageisme adalah dengan berani berbicara. Karena hanya dengan berani berbicaralah, kita tidak akan dipojokkan dan didiskriminasi tanpa peduli berapa usia kita. Kalian juga bisa membiasakan diri untuk terjun langsung dan atau ikut berpartisipasi dalam sebuah acara. Kedua, jadilah pribadi yang aktif dan selalu memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekitar. Sebab, orang-orang yang tetap aktif secara fisik dan mental, dianggap mampu melawan ageisme dengan lebih mudah. Ketiga, jadilah pribadi yang positif, karena dengan menjadi orang yang tetap positif kita tidak akan mudah terpengaruh omongan-omongan negatif yang berasal dari sekitar. Keempat, jangan takut atau malu untuk berbaur dengan yang lebih muda. Dan yang terakhir adalah mandirilah dalam melakukan berbagai hal meski usia sudah tidak muda lagi.
Selain dapat berdampak buruk pada kesehatan mental, tindakan ageisme juga bisa mempengaruhi kesehatan fisik seseorang seperti stres kardiovaskuler, turunnya produktivitas dan juga melemahkan tingkat kepercayaan diri seseorang dalam menghadapi suatu hal. Jika tanpa disadari kalian pernah melakukan tindakan ageisme, sebaiknya hentikan mulai dari sekarang. (*)
Tsu, kelahiran Jakarta 14 November. Hobi trading forex dan makan bakso.
Editor : Devin Elysia Dhywinanda
Sumber:
https://kumparan.com/lia-dominica/ageisme-diskriminasi-karena-faktor-u-di-indonesia-1wrIN9cLqab
https://www.lpmprogress.com/post/ageisme-diskriminasi-berbasis-usia
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata