Misi Membangunkan Linka

Misi Membangunkan Linka

Misi Membangunkan Linka
Oleh: Uzwah Anna

Bumi sudah terang. Embun pagi menyebar di setiap pucuk daun, basah berbintik-bintik. Di dalam rumah, Linka masih terpejam, asyik pada alam mimpi.

“Bangun, Nak. Udah siang. Keburu rizkinya dipatok ayam, loh,” pinta ayahnya seraya menguyel-uyel pipi gembul Linka.

Mengangkat kedua tangannya, lalu molet, gadis berkaki pendek itu berucap, “Sek talah, Yah … mimpiku belum rampung.”

“Udah pagi, Nak. Yang lain udah pada berangkat ke sekolah.”

“Bo’ong … Patrick, Spongebob ama Squidward nggak pernah sekolah.”

“Kata siapa? Mereka juga sekolah … kadang.” Sang ayah sengaja mengucapkan kata “kadang” dengan nada sangat lirih. Sebab, ketiganya memang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan berbuat onar di Krusty Krab, restoran Krabby Patty, milik Tuan Krab yang terkenal pelit dan super perhitungan.

“Percuma, Yah, sekolah … toh, Nobita dan kawan-kawannya nggak pernah naik kelas. Kalo nggak naik kelas, nggak lulus dong. Cuma buang-buang waktu aja.”

Sang ayah terdiam. Mencari kata-kata jitu untuk mendebat putrinya yang berbicara seraya terpejam. Seolah tak rela bangun dari mimpi.

Nduk, Ayah mau pergi ke kali Brantas, jeguran di sana bareng Paman Afif dan Paman Fahri. Ngikut enggak?”

Meski tetap terpejam, gadis berusia delapan tahun itu bisa mendengar seluruh yang diucapan oleh ayahnya dengan sangat jelas. Lantas dia merespons, “Kapan?”

“Sekarang ….”

Mengembuskan napas kesal, Linka berujar, “Bo’ong lagi …. Sekali lagi Ayah bo’ong, hidung ayah akan lebih panjang dari Pinokio.”

Linka paham, bahwa ayahnya tak berani mandi jika tak ada air panas. Jadi, mana mungkin pria yang memiliki kesamaan rupa dengan dirinya tersebut berani jeguran di kali berantas sepagi ini, bisa beku seketika tubuhnya.

Menaikkan sebelah alis, sang ayah kembali bertanya, “Lebih panjang dari hidung Pinokio, oh ya? Tepatnya sepanjang apa?” Dia penasaran dengan kalimat-kalimat yang akan keluar dari bibir mungil putri sulungnya.

“Sepanjang jalan kenanganku bersama Om Reza Rahadian,” jawabnya singkat padat jelas.

“Yaish …! Kecil-kecil udah suka ama yang bercambang. Nurun siapa kamu, Nduk.” Ayahnya gemas dan gregetan. Tak ayal sebuah hukuman sudah dipersiapkan buat gadis berkaki mungil tersebut: Tak boleh menonton animasi kesukaanya, Tayo.

Bulek Anna,” jawanya singkat.

Merasa disebut namanya, Anna yang sedari tadi berkutat di dapur memekik dalam hati, Linka … kalau suka sama Om Reza Rahadian, ya nggak papa. Tapi nggak perlu nyeret-nyeret nama Bulek gitu, dong.

Ayahnya geram, “Linka, bangun!”

Kembali mengangkat tangannya, si Pipi Gembul itu molat-molet ke kanan kiri. Berusaha menghindari perintah ayahnya.

“Bangun, Linka. Udah siang,” pinta ayahnya, lagi.

Sek talah, Yah … masih ngimpi ini, loh …,” Linka merengek. Seperti ada lem di antara kedua kelopak matanya, hingga saat ini dia belum juga membuka mata.

“Ngimpi apa?”

“Om Robert Pattison.”

Semakin gemas saja sang ayah karena jawaban sang putri yang selalu menyebutkan nama-nama cowok ganteng bercambang tipis. Bukan apa-apa, dia cuma takut jika kelak Linka diajak jalan-jalan oleh Reza Rahadian maupun Robert Pattison, maka uang mereka akan habis diporotin, buat beli permen dan cokelat.

“Linka, bangun! Kalo nggak segera bangun, Ayah akan ngubur Om Reza dan Om Robert sekarang juga. Biar kamu nggak bisa lihat mereka,” ancam ayahnya.

Seketika Linka bangun. Dia berjalan meninggalkan ranjang dengan mata terpejam, menuju kamar mandi. Tak berapa lama kemudian terdengar suara benturan. Linka menubruk pintu kamar. (*)

 

Sh, 11 April 2019

Uzwah Anna lahir di Malang. Pecinta Bakso, soto dan tape goreng. Hitam, biru dan hijau merupakan warna favorit. Motto: don’t dead before you death!

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata