Tanda Tanya
Nama : Heisa
Seperti hari libur sebelumnya, siang ini gue habiskan dengan menyusuri kota menggunakan sepeda ontel yang gue punya, pemberian bunda di hari istimewa. Tak lupa dengan segenggam benda pipih di saku celana.
Gue berhenti tepat ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna merah yang katanya berarti “berani”, mungkin sebab itulah beberapa manusia dengan percaya diri menorobos begitu saja tanpa takut apa-apa. Gue berpikir bahwa mereka punya cadangan nyawa, tapi itu sangat jelas lengkara.
Berbekal sandal jepit, gue mulai melangkahkan kaki masuk ke ruangan penuh AC. Untuk ukuran orang semacam gue yang bertempat tiggal di desa, bisa jadi suasana di sini serasa kayak di Eropa. Dingin-dingin sejuk gimana gitu. Sayang nggak ada saljunya! Anyway, iya, gue mampir ke Perpus Kota, tempat terindah setelah sekolah, pasalnya di sini ada WiFi, makanya gue betah untuk berlama-lama singgah. Maklumlah.
Karena tujuan gue kemari adalah buat cari internet gratis, makanya gue cari tempat yang pas dan strategis. Maka dalam hitungan detik, gue akhirnya bisa memutuskan dengan niat yang mantap untuk berduduk ria di lantai atas—tempat di mana terdapat sofa bantal juga karpet sebagai alas, kemudian siapa tahu jika ruang itulah yang menyeret gue dalam perjalanan teka-teki yang begitu sulit serta panas, hingga membuat gue berpikir sampai memutar otak keras lantaran mentok gak bisa jawab, padahal si otak udah gue filter dan peras untuk membuang partikel-partikel yang gak waras.
Oke, jadi kejadian itu bermula ketika gue memainkan jempol buat ngeklik aplikasi berwarna biru, berbentuk huruf F. Gue pikir kalian semua tahu apa yang gue maksud.
Di dunia maya itu, gue mencoba mencari harta, dengan mengikuti kuis atau menjawab soal, misalnya? Lagi, gue cuma remaja desa yang berharap mendapat kesempatan untuk memegang kartu keberuntungan. Bukanya gak mau berusaha kerja, tapi kan gue masih sekolah. Lagian kegiatan ini hanya dibuat seru-seruan aja, meski begitu sih gue selalu berharap supaya menang biar dapet pulsa. Kasian kan si ponsel, belinya aja butuh waktu beberapa tahun, masak kasih makannya juga harus sekali setiap tahun?
Jempol berhenti bergerak tatkala sebuah postingan seorang gadis menarik atensi, serbuk ajaib kata-kata di akhir kalimat membuat bola mata gue membesar, menyala-nyala penuh asa. Ah, kesempatan ini mah.
Dengan semangat yang mengguncang jiwa, gue mulai membaca postingan itu yang ternyata berujung tanda tanya. Duh, sial. Gue gak begitu pandai untuk hal kayak gini.
Gue pun mencoba untuk membaca sekali lagi. Mulanya kening berkerut, menit selanjutnya bibir gue mulai mengerucut, eh satu jam setelahnya gue tertidur dengan jari kelingking di dalem mulut, what? Jadi gue ngemut jari? Pantes kayak berasa asin-asin gitu.
Mengembuskan napas lega setelah melakukan gerakan yang biasa orang lakukan setelah bangun tidur, energi gue mulai muncul di permukaan. Mata gue jadi bersemangat lagi untuk menjelajahi setiap kata di postingan itu. Demi pulsa 10k, gaes.
Kesekian kali gue mencoba menikmati perjalanan aksara demi aksara yang membentuk satu kalimat berisi empat baris tersebut. Sebuah lampu tetiba menyala terang di atas kepala, gue pun segera menangkapnya sebelum kabur entah ke mana. Ya, gue menemukan jawaban soal teka-teki gadis itu. Alhamdulillah ya Allah.
Sementara jempol mulai mengetik, komentar terbaru berisi sama dengan apa yang gue ketik ini muncul di atas, seperkian detik setelahnya si gadis pembuat teka-teki membalas komentar “bukan”, artinya jawaban itu salah. Argh!
Rasa sebal mulai memengaruhi gerak tubuh, gue menjambak rambut sendiri, frustrasi. Walau demikian, gue bukanlah cowok yang mudah menyerah. Maka gue kembali mengumpulkan kemungkinan jawaban-jawaban di secarik kertas. Gue kirim. Lima kali salah, gue sabar. delapan kali salah, masih diam, sampai jawaban ke-20 yang gue kirim dan gak ada jawaban yang benar, gue berakhir dengan gali lubang, menceburkan diri, tutup lubang bersama bendera putih yang berkibar.
Gue angkat tangan. Seriusan!
Dengan berat hati, lantaran jam menunjukkan bahwa udah lima jam gue mendudukkan bokong di sana, akhirnya diri ini pulang membawa wajah masam. Gue mematikan WiFi, mengakhiri perjalan dunia maya ini. Sampai jumpa lagi, ketik gue di laman beranda efbi.
Barangkali, kalian tahu jawaban dari perjalanan aksara penuh misteri yang gak bisa gue tuntasin ini :
Banyak orang mengenalnya, namun salah memahaminya…
Untuk pergi kepadanya membutuhkan perjalanan yang begitu jauh. Ia bisa menjadi masa depan dan masa lalu. Siapakah dia?
Medan, 03 April 2019.
Heisa, anonim yang berproses merajut mimpi.
Tantangan Lokit adalah lomba menulis yang diadakan di grup KCLK.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata