Putih Abu-Abu
Oleh: Mila Athar
Namanya Elang. Garis wajahnya tegas. Hidungnya mancung dan rambutnya berwarna hitam pekat. Kulitnya putih bersih seperti artis-artis kenamaan. Langkahnya tegap seperti model pria papan atas. Setiap hari Elang pergi ke sekolah menggunakan mobil keluaran terbaru. Atau kadang memakai sepeda motor cowok yang sedang happening saat ini. Aku tak hafal namanya apa.
Setiap Elang lewat, cewek-cewek akan histeris seolah bertemu artis idola mereka. Elang hanya akan lewat dan tak pernah menggubris. Senyum saja tidak. Meski begitu, herannya setiap hari fansnya selalu bertambah.
Oh ya, kutambahkan lagi. Sudah ganteng, Elang juga anak yang punya IQ di atas rata-rata. Setiap pembagian rapor, semua sudah hafal kalau juaranya adalah si Elang. Segala kelebihan diborongnya. Semua pasti sepakat kalau Tuhan menciptakan Elang sambil tersenyum. Pokoknya Elang ini rajanya di sekolah.
Namun entah kenapa, Elang ini anti yang namanya pergaulan. Sejauh yang aku tau, dia tidak pernah punya temen dekat di lingkungan sekitarnya. Setiap istirahat, dia hanya akan duduk di kelas membaca buku atau menyendiri di perpustakaan sekolah.
Tak ada anak yang berani mengganggu aktivitasnya yang satu ini. Kalau berani, cari penyakit namanya. Hal ini bermula, dari kasak-kusuk cerita dari mulut ke mulut. Konon kabarnya, Elang pernah membuat salah seorang anak dikeluarkan dari sekolah ini. Menurut kabar, gadis itu mengusik Elang yang sedang asyik membaca di perpustakaan. Berdasarkan cerita, gadis malang tersebut menyerahkan sebuah amplop yang diduga kuat surat cinta. Esoknya, gadis tersebut sudah tidak pernah lagi terlihat di sekolah. Sejak saat itu para gadis di sekolah ini hanya berani mengaguminya dari jauh. Paling banter, jerit-jerit seperti promosi barang. Dan seperti yang kalian tebak, Elang hanya akan berjalan lempeng tanpa pernah mencoba menengok kanan kiri. Cowok sinetron banget kan si Elang ini?
Tampan, tajir melintir, cerdas, cool, misterius khas cowok drama. Cuma bedanya, Elang ini tidak punya teman atau ikut ekskul olahraga yang rata-rata cowok ikuti. Intinya dia anak ansos alias anti sosial.
Namun ada satu rahasia besar yang kalian tidak pernah tahu. Sikapnya yang seperti itu, tidak berlaku untukku. Dia akan berubah menjadi sosok yang lembut dan sangat perhatian jika denganku. Setiap sore hari, dia selalu menemuiku di belakang gudang sekolah yang sepi. Sering kami bercengkerama selama beberapa jam. Aku beruntung, bukan? Di saat yang lain mencoba berebut perhatiannya, tanpa bersusah payah aku telah merebut hatinya. Mungkin dia tersihir dengan pesonaku yang manis ini.
Pertemuan kami sebenarnya tidak disengaja. Kala itu aku yang kelaparan, hanya terduduk lemas di belakang gudang sekolah, tempat favoritku. Aku sangat lapar, karena aku tak punya sesuatu untuk dimakan. Saat itu Elang tiba-tiba berdiri di dekatku dan menghampiriku. Aku yang kaget hendak berlari meninggalkannya, tetapi dia segera mencekalku. Dia memandangku lekat dan aku hanya bisa terdiam. Matanya menatapku penuh kekaguman. Dari situlah perkenalan kami bermula.
Seperti sore ini, seperti biasa dia selalu membawakan makanan kesukaanku. Dia sungguh perhatian. Setiap hari dia bercerita tentang hidupnya. Aku selalu setia mendengar keluh kesahnya.
Elang merasa muak dengan orang-orang yang memandangnya begitu sempurna. Melalui ceritanya aku jadi tahu banyak hal tentang dia. Di balik kesempurnaan Elang, ternyata dia masih mempunyai banyak kekurangan. Semua hal selalu dia bagi denganku. Aku berjanji tak akan menceritakan hal ini kepada siapa pun. Karena hanya aku yang Elang percayai.
Dia juga bilang. Segala apa yang ada dalam diriku membuatnya terpesona. Mataku, hidungku, dan bagian tubuhku yang lain. Aku seperti cerminan yang menggambarkan hidupnya.
Kurasa rasa kagumku padanya mulai menumpuk. Elang memperlakukanku dengan lembut. Dia suka sekali mengelus kepalaku. Elusannya membuat diriku begitu nyaman. Kurasa aku mulai menyayangi Elang. Dari gelagatnya, aku juga tahu kalau Elang juga menaruh rasa yang sama. Bagaimana aku bisa yakin? Aku bisa melihat dari gelagatnya. Setiap kali bicara denganku, dia selalu menatapku dengan tatapan teduhnya. Aku berharap semua ini tidak akan berakhir.
Namun sepertinya ini hanya anganku semata. Sore ini dia mengatakan hal yang membuatku hatiku luluh lantak.
“Aku akan pergi. Kamu jangan merindukanku, ya?”
Dia berkata sambil mengelus kepalaku dan menatapku dengan tatapan lembutnya. Lengkungan indah terbit dari bibirnya. Barisan giginya yang rapi tampak dan membuatnya semakin tampan.
“Ayah menyuruhku sekolah di luar negeri. Mungkin kita tidak akan bertemu lagi.”
Aku hanya memandangnya dan tak sanggup mengatakan apa pun. Betapa kejamnya dunia, setelah aku merasakan kasih sayang yang begitu besar dari seseorang aku kembali akan ditinggalkan.
“Jangan sedih, kau tidak boleh lupa makan dan jaga kesehatanmu, ya!” tambahnya lagi.
“Jangan lupa untuk mencari teman. Jangan sepertiku yang kesepian.”
Aku melihat ada yang menggenang dari matanya.
“Kau baik, terima kasih telah menemaniku selama ini. Aku tidak akan melupakanmu, Mi.”
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, dia bergerak pergi. Padahal aku belum mengatakan satu kata pun. Langkahnya sudah hampir berbelok dan aku memutuskan untuk segera berlari mengejarnya.
Setelah berhasil menyamai langkahnya, aku mencengkeram celananya. Sekali lagi, aku tak mampu berkata-kata dan hanya memandangnya dengan pandangan berkaca-kaca.
“Jangan sedih, setiap sore aku sudah menyuruh Pak Min untuk membawakan makanan kesukaanmu.”
Aku hanya menggeleng. Aku tak butuh semua itu, aku hanya ingin Elang. Mengapa dia tak mengerti. Aku ingin ikut ke mana pun dia pergi.
“Maaf, aku tidak bisa membawamu turut serta.”
Seperti bisa membaca pikiranku, dia mengatakan hal yang membuat badanku seolah tak bertulang. Dia melangkah dengan tegap menuju parkiran sekolah tanpa menolehkan kepala lagi.
Tidak, aku tidak akan menyerah. Aku memutuskan berlari mengejarnya. Mobilnya mulai melaju meninggalkan area sekolah. Dengan sekuat tenaga aku mengerahkan tenagaku. Air mataku menggenang. Mobil Elang terasa semakin menjauh.
Titik-titik air mulai turun satu-satu dari langit membasahi bulu putih abu-abuku. Tubuhku telah sepenuhnya basah. Jalan-jalan mulai tergenang derasnya rinai. Mobil metalik merah itu sudah semakin buram di pandangan mataku.
“Meeooong ….!” Aku akhirnya hanya bisa berteriak memanggilnya, tetapi mobil Elang telah hilang ditelan kelam senja.
Mila, biasa menggunakan nama pena Mila Athar. Gadis Jawa yang saat ini masih belajar menulis. Memiliki keinginan bisa menebar manfaat lewat tulisan. Sangat suka membaca. Baginya membaca bukanlah hobi tapi menjadi bagian dari kewajiban. Membaca juga merupakan asupan gizi bagi seorang penulis. Saat ini sangat berharap bisa bergabung lewat berbagai forum kepenulisan untuk memperkaya wawasan dalam dunia tulis menulis. Jika ingin berteman bisa lewat FB: Mila Athar
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata