Caligynephobia
Oleh: Erlyna
“Ibu … perutku sakit.”
“Sabar, Nak. Ditahan dulu. Laki-laki itu harus kuat. Jangan cengeng.”
Kupejamkan mata. Mengingat kembali awal mula semua ini. Aku anak laki-laki tunggal buruk rupa. Di sekolah, aku adalah sasaran perundungan yang empuk. Rambutku keriting, kulit gelap, gigi tonggos, dan … lihatlah! Tubuhku tak ubahnya gentong air, membuat mereka begitu bangga bisa menginjak-injak harga diriku.
“Ibu … ini perih sekali.”
“Tahan dulu, Nak. Ini tidaklah lama.”
Setiap pagi aku dipukuli, uang saku yang tidak seberapa pun dirampas. Setelah itu diolok-olok, diludahi. Aku diperlakukan tak ubahnya binatang.
“Ibu … aku tak kuat.”
“Sedikit lagi, Nak. Bertahanlah!”
Aku jadi benci sekolah. Aku benci teman-temanku. Aku benci semua yang menyakitiku. Tubuhku selalu kejang-kejang, tiap kali Ibu membangunkanku pagi-pagi untuk sekolah. Sebulan terakhir, tubuhku selalu ambruk tepat di depan pintu gerbang. Di hadapan anak-anak sok keren yang selalu menertawaiku.
“Ibu … sudah belum? Tubuhku sudah gemetar. Rasanya aku hampir pingsan.”
Namun, seminggu yang lalu, hari-hari sekolah yang suram berubah. Seorang gadis cantik menghampiriku. Ia membela, melindungiku dari anak-anak sok keren itu. Dia baik, dan … Ya Tuhan, senyumnya manis sekali. Aku selalu salah tingkah dibuatnya. Jantungku berdebar tak keruan tiap kali dia menatapku. Langkahku gemetar tiap berjalan bersamanya. Bahkan, wajahku mendadak pucat, hanya karena dia bicara sambil menatapku.
Siang tadi, aku mengajaknya ke rumah. Sudah beberapa hari ia ingin sekali berkenalan dengan Ibu. Aku masih ingat betul, betapa ia ingin sekali jadi temanku. Entah kasihan, atau memang benar-benar tulus ingin berteman.
“Nah … sekarang sudah selesai.”
Ibu tersenyum puas, sambil meletakkan semua peralatannya di atas meja. Di hadapanku, Rina … gadis cantik yang menolongku tengah terkapar, wajahnya bersimbah darah. Cengkeraman kukunya yang panjang di perutku perlahan melemah.
“Nak, sekarang kamu tak perlu resah lagi. Ibu sudah menghancurkan wajah cantiknya.”
“Maafkan aku, Rina. Aku memang benci sekolah. Namun, aku jauh lebih benci gadis cantik sepertimu. Wajahmu, mengingatkanku pada wajah Ibu yang dulu, sebelum ayahku yang jahanam membakarnya hingga buruk rupa seperti sekarang, hanya karena cemburu.”
Purworejo, Februari 2019
Tentang Penulis:
Erlyna, perempuan sederhana kelahiran Jakarta yang menyukai dunia anak-anak. Hobi makan, melamun dan menyaksikan anak-anak menciptakan keajaiban.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata