Sumpah Serapah Lembu Suro
Oleh: Retma Nurika
Tahukah kamu di mana Gunung Kelud? Ya, ada di perbatasan antara Kediri dan Blitar. Aku, Lembu Suro telah tertanam di sana.
Begini kronologinya.
Di Kediri, tinggallah seorang Putri dari Kerajaan Jenggala. Sebut saja, Dewi Kilisuci. Dia terkenal dengan kecantikannya. Hingga membuat para kesatria dan raja di seluruh penjuru negeri, ingin memiliki dan meminangnya.Termasuk aku, Lembu Suro dan sepupuku, Mahesa Suro.
Suatu ketika Kerajaan Jenggala mengadakan sayembara. Guna mencari suami yang pantas untuk sang Dewi.Aku dan Mahesa tak mau melewatkan kesempatan itu. Kami mengikuti dan berkompetisi dengan yang lain, untuk mendapatkan sang Dewi.
Setelah melewati pertarungan demi pertarungan yang begitu sengit, akhirnya aku benar benar berhasil memenangkan sayembara tersebut, tapi aku tidak sendiri. Mahesa Suro juga memenangkan sayembara. Karena kami sama sama kuat.
Dewi Kilisuci kemudian meminta kami untuk membuat sumur di puncak Gunung Kelud, sebagai syarat final untuk menentukan sang juara. Aku membuat sumur yang harus memiliki air berbau wangi. Sedangkan Mahesa, membuat sumur yang harus memiliki air berbau anyir. Dan kami harus menyelesaikannya dalam waktu semalam.
Aku tidak bisa menyepelekan saudaraku Mahesa yang juga memiliki kesaktian sepertiku. Jika dia yang menang dan menikahi Dewi Kilisuci—pujaan hatiku—aku tidak akan sanggup membayangkannya. Bagaimana jika nanti kami bertemu, sementara kami tinggal di kerajaan yang sama? Aku pun mengerahkan seluruh kekuatanku untuk memenuhi permintaan terakhirnya.
***
Dahulu, aku dan Mahesa berguru pada guru yang sama. Namun, guru kami memberikan ilmu yang berbeda. Ketika ilmu yang kami pelajari sudah pada tingkatan paling tinggi dan kami mampu melampauinya, ternyata mengakibatkan perubahan besar pada kami.
Kami menjadi manusia setengah binatang. Kepalaku memiliki tanduk seperti sapi, hal inilah membuatku mendapat sebutan Lembu Suro. Sedangkan Mahesa memiliki tanduk menyerupai kerbau, sehingga dia pun mendapat julukan Mahesa Suro.Aku berharap jika aku menang, Dewi Kilisuci mau menerimaku apa adanya.
“Ah … kenapa aku masih saja memikirkan wanita itu. Padahal nyawaku sendiri sudah di ujung tanduk.”
***
Hari itu, aku telah berhasil membuat sumur seperti keinginan sang Dewi. Namun tidak sampai disitu. Setelah menyelesaikan tantangan membuat sumur, Dewi Kilisuci memintaku masuk ke dalam sumur untuk mengambil airnya, guna memastikanapakah benar air sumur berbau wangi? Begitu juga dengan sepupuku, Mahesa.
Sebenarnya saat itu, akumerasa seperti dipermainkan. Aku baru saja keluar dari sumur yang dalam di puncak Gunung Kelud. Lalu, disuruh masuk lagi mengambil airnya.Aku yang masih kelelahan, nekad memenuhi keinginan sang Dewi. Alhasil, setelah masuk sumur, para prajurit kerajaan tiba-tiba menghujani aku dengan batu dan tanah begitu cepat.Aku pun menyadari bahwa mereka ingin melenyapkanku, dengan menguburku hidup hidup.
Aku masih tak percaya Dewi Kilisuci yang cantik, anggun, menawan dengan kulit putihnya serta tutur katanya yang halus dan santun, tega melakukan ini padaku.Lantas, bagaimana dengan nasib sepupuku? Apakah dia juga diperlakukan sama sepertiku ataukah dia malah dijadikan pemenang sayembara?
***
“To—tolong ….”
Entah berapa kali aku berteriak meminta tolong hingga suaraku melemah dan napasku mulai tersendat-sendat.namun, tak ada seorangpun mau menolongku, bahkan setiap kali aku berteriak meminta tolong, mereka semakin menimbunku lagi dan lagi.
Sampai pada akhirnya, aku mendengar percakapan para prajurit Kerajaan Jenggala, dari atas sumur.
“Bagaimana dengan Mahesa? Apa sudah mati?”
Telingaku panas mendengarnya, darahku seperti mendidih, emosiku langsung memuncak. Ketika aku tahu, mereka memperlakukan Mahesa—sepupuku—sama sepertiku. Aku berusaha mengerahkan kekuatanku, namun sepertinya hanya sia sia saja. Teramat berat dan terlalu banyak batu-batu yang menimbunku hingga aku tak kuasa melawannya.
Rasanya dadaku semakin sesak seperti tak bisa bernafas, tubuhku juga tak sanggup lagi bergerak. Yang aku terus memikirkan Mahesa. Akulah yang mengajak Mahesa mengikuti sayembara ini.
Sebenarnya, dia tak tertarik untuk ikut, tetapi aku terus memaksanya. Kubilang padanya, agar menjajal kesaktiannya melawan ksatria dan para raja yang juga mengikuti sayembara. Akhirnya dia tertarik dan ikut bersamaku.
Aku merasa sedih, jika terjadi sesuatu pada sepupuku itu. Dia adalah sepupuku yang paling setia padaku, kalaupun dia menjadi pemenang sayembara, dia pasti tetap menyerahkan Dewi Kilisuci padaku karena dia tahu, aku begitu tergila-gila padanya.
“Ah … bodohnya aku tertarik pada wanita cantik.”
Aku begitu kecewa dan marah padanya, apalagi jika teringat Mahesa. Apakah sekarang dia sudah meregang nyawa?
“Oyoh wong Kediri besok bakal petok piwalesku sing makaping kaping yoiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi kedung.”[1] Aku berteriak sekeras kerasnya dengan sisa tenaga yang adauntuk melontarkan sumpah serapahku.
Setelah itu aku lemas dan sudah tak sanggup lagi bergerak. Aku merasa kesakitan yang luar biasa, bagai tertusuk sebilah pisau sebanyak ratusan kali, kemudian aku seperti terlepas dari ragaku. Tubuh ini terasa ringan dan aku dapat melihat diriku sendiri.Aku telah mati dan aku menyesali kematianku yang begitu tragis.
“Wahai sang Dewi, haruskah kau menolak cintaku dengan membunuhku? Tak bisakah kau bicara baik-baik denganku?”
Hingga kini, setiap kali Gunung Kelud meletus akan tetap menyisakan misteri. (*)
Blitar, 26 Januari 2019
Cerita ini merupakan fanfiction Dari dongeng Misteri Gunung Kelud Kediri. Kisah Pengkhianatan Dewi Kilisuci Dan Lembu Suro.
[1]Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau.
Retma Nurika, lahir di Kediri. Dikenal ceria, tangguh tapi cengeng. Bercita cita menjadi orang berguna walau hanya lewat tulisan.
Tantangan Lokit adalah tantangan menulis cerpen yang diselenggarakan di grup FB KCLK
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata