Damainya Surga
Oleh : Erlyna
“Surga di bawah telapak kaki Ibu. Kasih kelembutan Ibu, adalah manifestasi kasih Allah di alam realitas ini.”
Rara terdiam. Penjelasan Ustaz terus-menerus terngiang di kepalanya.
“Siapa yang paling pantas kita cintai di dunia ini, Ustaz?” Seorang gadis berjilbab bertanya.
“Ibumu!”
“Lalu?”
“Ibumu!”
“Kemudian?”
“Ibumu, Nak!”
Gadis itu terdiam. Menatap Ustaz dengan bingung.
“Setelah itu, ayahmu. Kedudukan seorang ibu, begitu mulia. Derajatnya, tiga tingkat lebih tinggi dibanding seorang ayah.”
“Afwan, Ustaz. Bagaimana jika … kita tidak memiliki ibu?” tanya Rara pelan.
“Setiap orang di dunia, pasti memiliki ibu. Apakah, kamu belum pernah bertemu ibumu, Ra?”
Rara menggeleng, lalu menunduk. Diam-diam, Ustaz muda itu tersenyum menatap Rara.
Lima menit kemudian, bel istirahat berdering.
“Mari ikut saya!”
Rara melangkah patuh, saat Ustaz Ray mengajaknya ke suatu tempat.
“Kenapa kita ke sini, Ustaz?”
Bingung, Rara menatap sekelilingnya. Bangunan bekas perpustakaan itu tampak lengang.
“Duduklah! Kemudian, pejamkan matamu!”
Rara menuruti semua yang diperintahkan Ustaz Ray. Sejak Kakek menitipkannya ke pesantren ini lima belas tahun lalu, Ustaz Ray adalah orang yang paling Rara percaya.
Sayup-sayup, Ustaz Ray menyanyikan sebuah syair. Entah tentang apa, yang Rara tahu, lirik itu perlahan menghipnotis, membawa Rara ke suatu tempat.
***
“Serbu!”
Puluhan penunggang kuda serempak mengacungkan parang.
“Maju! Hidup bebas atau mati membela kemuliaan akidah!” pekik pemimpin mereka.
Puluhan penunggang kuda itu berpacu. Di hadapan mereka, ratusan pemanah musuh siaga.
Bruk! Bruk! Bruk!
Beberapa penunggang terempas bersimbah darah, dengan anak panah menancap di dada.
“Allahu Akbar!”
Sang pemimpin memekik. Lalu, ia meluncurkan sebuah cerawat ke udara.
Seolah mendengar takbirnya, bantuan dari langit berdatangan. Ratusan batu-batu hitam panas menghujam bumi.
“Saksikanlah! Bantuan dari Allah tidak pernah datang terlambat.”
Di antara jerit musuh yang menyayat, tiba-tiba tanah bergetar, lalu membentuk rengkahan yang semakin melebar. Dalam sekejap, pasukan musuh binasa ditelan bumi.
“Allahu Akbar!!!”
Sang pemimpin mengacungkan parang, sambil terus bertakbir, diiringi kawan-kawannya yang tersisa.
Pemimpin itu lalu melepas cadar. Rara yang sejak tadi mengamati peperangan itu tersentak. Wajah wanita itu, sama persis dengan yang selalu datang ke mimpinya.
“Kau mengenalnya, Nak?”
“Kakek?” Rara mengerjap tak percaya. Keadaan sekitar berubah menjadi serba putih.
“Ibumu adalah seorang pejuang kebanggaan negeri. Kamu pasti ingin mengenangnya. Sebelum perang terakhir, ia menitipkan ini untukmu.
Mata Rara terbelalak.
“Ini …?”
***
“Alhamdulillah.”
“Kakekkk!”
Sambil mengerjapkan mata, Rara mengatur napasnya yang memburu.
Di hadapannya, Ustaz Ray tersenyum.
“Terima kasih, Ustaz. Ternyata benar, begitu damai dekat dengan surga,” ucap Rara, sambil menatap potongan kaki yang masih menginjak sanggurdi dalam kotak kaca. Kaki Sang Pemimpin.
Purworejo, Januari 2019
Erlyna, perempuan sederhana kelahiran Jakarta yang menyukai dunia anak-anak. Hobi makan, melamun dan menyaksikan anak-anak menciptakan keajaiban.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata