Penyebab Stres pada Anak dan Cara Mengatasinya
Oleh: Asrunalisa
“Kenapa sih stres bisa terjadi pada anak?”
Mungkin pertanyaan serupa sering muncul di benak para orangtua.
Kebanyakan orangtua tidak menyadari penyebab munculnya tanda-tanda stres pada anak. Padahal, anak usia dini juga mungkin terserang stres. Penyebabnya tentu beragam, misalnya seorang anak mengalami stres akibat tekanan sosial dari lingkungan pergaulannya, masalah keluarga, atau akibat adanya tuntutan belajar dan bersaing di sekolah sangat tinggi.
Anak-anak usia dini umumnya belum mampu memahami dan mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Mereka sendiri bahkan tidak sadar kalau yang dialaminya adalah stres. Maka dari itu orangtua harus mampu memahami terhadap sikap dan kemampuan anak. Karena setiap anak itu berbeda-beda tingkat kemampuan berpikirnya. Mengapa anak tidak bisa dalam pelajaran tertentu? Itu bisa saja karena kemampuannya tidak di situ. Karena setiap anak mempunyai kelebihan masing-masing. Ada anak jago dalam menghafal, ada anak yang jago berhitung. Kita tidak bisa menuntut meski bisa saja anak kita mampu menguasai segala bidang (olahraga, seni, dll), namun untuk memiliki kesetaraan di bidang yang satu dengan yang lain, itu mustahil.
Seorang anak berkembang dengan optimal sesuai kemampuannya. Kalau kita paksakan, maka ini akan menjadi tekanan bagi si anak. Misalnya, orangtua menuntut anaknya agar nilai yang diraih sang anak harus tinggi dalam semua bidang. Ini justru akan membuat anak stres, dia bisa mengalami tekanan yang luar biasa. Karena tuntutan di sekolah saja sudah tinggi.
Sebagaimana kita ketahui, setiap orangtua ingin yang terbaik buat anaknya, tapi jangan-jangan ada terselip sedikit dan tidak disadari atau malah disadari tapi ditutupi-tutupi kalau ternyata orangtua ingin yang terbaik untuk dirinya. Supaya dapat dibanggakan kepada orang lain. “Oh … anak saya begini, prestasinya seperti ini.” atau, “Wah, anakku dapat nilai bagus, lho.” Nanti dipamerkan ke media sosial. Atau bisa jadi orangtua memiliki harapan baik, yaitu agar anaknya kelak menjadi “orang” saat sudah dewasa, bersusah payah mencambuk anak-anak sejak dini dengan belajar dan belajar tanpa menyadari kalau ternyata hal tersebut malah menjadi beban untuk si anak. Si anak akan berjuang luar biasa, dan kadang-kadang yang tidak mampu pun dia paksakan, karena memang dipaksakan oleh orangtua. Sebuah metode yang salah untuk suatu harapan yang baik.
Nah, belum lagi adanya tuntutan dari sekolah yang tidak mudah dihadapi oleh si anak. Jadi di sinilah peran kita sebagai orangtua, membimbing dan memberi arahan sesuai kemampuan berpikirnya (si anak). Kalau memang dia tidak bisa, cari tahu apa penyebabnya, apa benar dia tidak bisa dan kenapa. Jika memang dia tidak bisa, maka kita sebagai orangtua bisa membantu dengan membimbingnya perlahan, tidak memaksa. Namun, jika jawabannya adalah karena si anak malas untuk berusaha terlebih dahulu atau ternyata si anak memiliki konsep berpikirnya yang negatif. Maka dari itu, kita cari jalan keluar lain yang kalau dilatih dengan cara lain yang mungkin lebih membangkitkan semangatnya. Jangan membiasakan anak mengatakan, “saya tidak bisa,” tetapi arahkan dan biasakan dia berkata, “saya belum bisa.” Karena makna kata “tidak” dan “belum” jauh berbeda.
Kalau kita sudah melihat anak itu lemah dalam bidang tertentu, jangan tuntut dan paksakan dia, karena mungkin dia mampu lebih dalam bidang yang lain. Jadi, untuk kasus yang seperti ini, baik orangtua, guru, dan orang terdekatnya si anak jangan beri patokan tertentu dengan nilai yang tinggi. Tapi, “Usahakan yang terbaik, Nak, apa pun hasilnya yang penting kamu sudah berusaha. Usahakan untuk ke depannya akan lebih baik dari ini.” Begitu.
Kalau memang kita tahu dia punya kelebihan dalam bidang tertentu, maka arahkan ke sana. Agar bakatnya bangkit sesuai kemampuannya. Jadi, anak tidak akan merasa tertekan atau stres dalam menghadapi sikap orangtua. Anak pun lebih leluasa dalam mengembangkan kelebihannya. Sehingga hasilnya luar biasa optimal.
Bireuen, 1 Desember 2018
Asrunalisa, wanita yang sedang mengukir hidupnya bersama tiga buah hati yang masih membutuhkan sandaran. Malaikat kecil itulah yang selalu membuat hidupnya penuh warna.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata