Believe

Believe

Believe
Oleh: Veronica Za

Aku tersenyum simpul kala melihat wajah tegang seseorang di ujung sana. Sejak ia datang, mataku sama sekali enggan berpaling menatapnya seakan ada magnet yang menarikku untuk terus memperhatikannya.

“La, kamu liat apa sih dari tadi? Senyum-senyum sendiri lagi!” Suara dan sebuah tepukan tiba-tiba mendarat di pundak membuatku terlonjak.

“Reina!!” pekikku saat melihat cengiran khas milik sahabatku.

“Maaf, padahal aku nggak niat bikin kamu kaget, lho! Kamu aja yang melamun dari tadi,” kilah Reina tak mau disalahkan. Gadis itu menoleh mengikuti arah pandanganku. “Kamu lagi nostalgia, ya?”

“Hmm … sedikit,” gumamku nyaris tak terdengar.

Orang bilang cinta pertama itu adalah cinta yang akan dikenang seumur hidup. Kini, aku percaya jika itu bukan kalimat semata. Rasa itu masih sama.

Dulu, aku biasa menatapnya dari kejauhan. Kini, ia dan aku hanya terhalang sebuah meja besar yang penuh aneka makanan ringan dalam sebuah resepsi pernikahan.

Tiba-tiba, mata pria itu bersirobok dengan milikku. Tak kuasa berpaling, aku hanya terpaku melihat ia mengulas senyum yang selalu bisa membuatku mengenang lagi masa-masa itu. Kenangan akan cinta pertama semasa SMA.

***

Lagi-lagi aku terjebak di ruang OSIS bersama beberapa anggota lainnya. Kami tengah sibuk merencanakan sebuah perayaan ulang tahun sekolah kami yang ke-50.

Aku hanya mengikuti rapat dengan malas-malasan. Toh, acara ini tetap berjalan walaupun aku tak memberi ide apapun, pikirku egois.

Ruangan OSIS yang lumayan luas itu benar-benar membuatku merasa tak bisa bernapas. Bermacam perdebatan yang tak membuahkan hasil itu berlangsung berjam-jam.

Untung saja, “dia” mengambil alih situasi. Dengan tegas dan adil siswa itu memutuskan hasil rapat berdasarkan voting. Dia itu Arga Syahputra, ketua OSIS yang sejak lama menarik perhatianku.

Arga yang humble dan pintar tentu saja menjadi sosok yang populer di sekolah. Kontras dengan sifatku yang introvert. Aku sendiri hanya memiliki beberapa teman dekat. Reina salah satunya.

Mataku selalu menangkap keberadaan Arga meski ia tengah berada di kerumunan, seolah mata dan hatiku memang tertuju untuknya.

Aku menjalani masa-masa SMA bersamaan dengan hadirnya perasaan yang biasa disebut “cinta pertama”. Perasaan tulus menyukai seseorang tanpa alasan yang menciptakan debaran untuk pertama kalinya.

Sayangnya, aku lupa jika ada perasaan lain yang juga mengiringinya. Patah hati! Yang juga untuk pertama kalinya.

Siang itu, sepulang dari kantin Reina menghampiriku dengan rona merah di pipinya. Tanpa permisi ia bercerita tentang Arga yang mengajaknya pacaran. Wajah cantiknya berseri tanpa mengetahui ada hati yang terluka di hadapannya. Aku tersenyum dengan hati yang terluka. Cinta pertamaku berakhir.

Siapa bilang rasa ini hanya sekadar cinta monyet? Orang dewasa itu hanya berucap seenaknya. Mereka tidak tahu, ada ketulusan yang sesungguhnya dalam cinta pertama ini. Bagi kami, perasaan pertama kali ini bisa mengubah kehidupan kami di masa depan. Entah itu baik atau buruk.

***

“La, masih melamun aja nih! Awas ntar beneran kesambet, lho!”

Aku tersentak saat pekikan Reina memenuhi gendang telingaku. Refleks aku melotot pada gadis itu.

“Maaf!” Lagi-lagi cengiran kuda Reina menjadi jurus ampuhnya saat aku kesal. “Tuh, dengerin Arga mau kasih pengumuman katanya!”

Aku dan Reina mengalihkan fokus pada Arga yang tampak gugup. Acara resepsi sudah berakhir sejak beberapa jam lalu, berganti dengan acara kumpul-kumpul alumni SMA kami.

“A-aku mau menikah!” ucapnya tergagap. Sontak semua mata tertuju ke arahnya, tak terkecuali aku.

“Kapan?” tanya Retno penasaran. Sedetik kemudian mata bulatnya mengarah pada Reina. “Sama Reina?”

“Eh, bukan! Aku sama Arga udah lama putus kali!” jawab Reina yang kini menggenggam jemari Raihan yang tengah menatap mesra ke arahnya.

“Eh?”

“Nila. Aku nikahnya sama Nila!” ucap Arga menjawab rasa penasaran semua temannya.

Aku menunduk saat mendengar Arga menyebut namaku. Panas menjalar ke seluruh tubuh saat merasakan tatapan seisi ruangan berpindah ke arahku.

Aku percaya jika cinta pertama itu susah dilupakan. Namun, aku tidak percaya jika cinta pertama itu hanya bisa menjadi kenangan. Karena apa? Karena ia juga bisa diperjuangkan! (*)

Veronica Za, wanita yang masih terus berjuang dengn mimpinya. Suka membaca sampai lupa waktu. Bisa dihubungi melalui,
FB : veronica za
WP : veronicaza7
Email : veronica160.vk@gmail.com

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata