Seberapa Penting Nilai dalam Takaran Pendidikan Anak?

Seberapa Penting Nilai dalam Takaran Pendidikan Anak?

Seberapa Penting Nilai dalam Takaran Pendidikan Anak?
Oleh: Lily Rosella

Saya bertanya-tanya pada diri sendiri, dan mungkin ini juga mewakili pertanyaan yang muncul di benak anak-anak, tentang seberapa penting nilai dalam takaran pendidikan?

Yupz, ini tentang angka-angka yang didapat seorang anak saat mereka mengerjakan suatu soal dalam pelajaran-pelajarannya, soal-soal dalam ulangannya, dan angka-angka dalam hal apa pun yang terkadang menjadi patokan orangtua tentang apakah anak-anak mereka telah memahami betul atau dapat mencerna apa yang mereka pelajari selama ini.

Angka-angka itu seperti berpangkat. Bukan menjadi berlipat-lipat, namun menentukan apakah orangtua sukses dalam mendidik anak mereka hingga bisa menjadikan anak-anaknya pintar dan berprestasi. Demi ini pula orangtua rela merogoh kocek yang cukup besar agar anak-anak mereka bisa belajar lebih layak dan lebih mendalam, bahkan rela merenggut kebebasan seorang anak yang sebenarnya merupakan salah satu hal penting yang dapat membantu mereka dalam belajar secara tidak langsung atau non-formal.

Saya memiliki ilustrasi untuk direnungkan bersama.

Bian mendapat nilai ulangan 80 dalam pelajaran Matematika. Padahal saat ibunya mengajarkan Bian, anak kelas 2 SD ini sudah paham betul dalam berhitung, apalagi tentang penambahan dan pengurangan seperti pada soal-soal yang tertera. Dia juga bisa mengerjakan setiap soal yang ibunya berikan.

Adapun soal-soal ulangannya seperti berikut:

  1. 7 + 12 = ….
  2. Ibu membeli 20 buah jeruk, lalu diberikan kepada Ani 5 buah. Maka berapakah sisa jeruk Ibu?
  3. Sekar mendapat 10 bunga melati dari Nina, kemudian Andi memberikan 3 lagi untuk Sekar. Berapa banyak bunga melati yang Sekar miliki sekarang?
  4. 10 – 5 = ….
  5. Ayah punya 12 kue, diambil 6 kue oleh Andi. Sisa berapa kue Ayah?

Jika kita menjadikannya angka, maka kita akan mendapati soal seperti ini:

  1. 7 + 12 = ….
  2. 20 – 5 = ….
  3. 10 + 3 = ….
  4. 10 – 5 = ….
  5. 12 – 6 = ….

Dan jika kita meminta mereka menulis soal-soal itu dalam bentuk huruf, mungkin beberapa dari mereka akan menulis seperti ini:

  1. Tujuh ditambah dua belas sama dengan ….
  2. Dua puluh dikurang lima sama dengan ….
  3. Sepuluh ditambah tiga sama dengan ….
  4. Sepuluh dikurang lima sama dengan ….
  5. Dua belas diambil enam sama dengan ….

Kita bisa memperhatikan soal nomor (2), (4), dan (5). Di sana ada soal yang jika ditulis dengan angka memiliki penulisan yang sama: diambil/dikurang, namun saat ditulis dengan huruf, beberapa anak ada yang menulisnya berbeda padahal memiliki makna yang sama. Mereka mungkin bisa mengerti soal-soal yang kita berikan karena itu sesuai dengan gaya belajarnya, tapi ternyata mereka belum tentu mengerti soal-soal dalam cara lain di luar kebiasannya. Mereka mengerti hal ini, tapi tidak mengerti hal itu. Mereka memahami secara detail pelajaran ini, namun lemah di pelajaran yang lain.

Nah, hal ini sebenarnya kembali lagi kepada anak itu sendiri. Dalam belajar terkadang yang lebih diperlukan oleh anak-anak adalah apakah mereka mengerti atau tidak, bukan apakah saat diuji coba nilai mereka tinggi atau rendah. Beberapa anak ada yang memiliki daya tangkap atau serap yang cepat, tapi beberapa anak lainnya memiliki sifat sebaliknya. Inilah sebenarnya yang perlu diperhatikan oleh orangtua dalam pendidikan anak.

Dibanding melihat berapa nilai yang mereka dapat, ada baiknya para orangtua lebih mengutamakan apakah anak-anak sudah mengerti apa yang mereka pelajari. Bagaimana cara belajar yang cocok agar mudah sampai kepada mereka, dan lain sebagainya. Cara pembelajaran yang intim biasanya dapat memicu otak anak untuk lebih berkembang dan menyerap banyak informasi yang diberikan sehingga dengan begitu anak-anak tidak merasa kesulitan dalam belajar, tidak seperti di kelas atau tempat-tempat bimbingan belajar di mana mereka yang lambat daya tangkapnya harus menyelaraskan dengan teman-teman yang memiliki daya tangkap cepat atau mengikuti kurikulum yang berlaku.

Jakarta, 19 September 2018

Lily Rosella, penulis asal Jakarta yang menyukai wanra-warna pastel.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata