Aksara Tanpa Titik

Aksara Tanpa Titik

Aksara Tanpa Titik
Oleh: Respati

Tangan Denia masih menari di atas papan huruf laptopnya. Kedua iris matanya tampak tajam menatap layar 11 inci miliknya. Secangkir kopinya sudah habis diteguknya satu jam lalu. Kamarnya seperti kapal pecah. Buku-buku berserakan di lantai. Belum lagi baju-bajunya tak kalah berantakan di atas ranjangnya. Entah kapan terakhir kali ia mengemasnya.

Dinginnya malam menyergap tubuhnya yang kurus. Jarum panjang jam dindingnya semakin jauh meninggalkan angka 12. Denia masih dengan laptopnya. Diusapnya lengan kirinya sekadar mengusir rasa dingin. Malam pun semakin mesra memeluk rembulan. Dalam hening tanpa orkestra jangkrik dan katak yang biasanya menemaninya. Tanpa kehadiran mereka, simponi kesunyian malam tercipta sempurna.

Denia menatap jendela kamarnya yang ternyata masih terbuka. Kain gordennya bergerak tertiup angin yang menerobos masuk. Denia beranjak dari duduknya menuju jendela. Menutupnya dan menguncinya. Cahaya temaram lampu di kamarnya terlihat jelas hingga kamar 29 blok D. Seseorang mengawasinya sejak jam lima sore. Denia tak menyadari itu. Ia kembali duduk dan menyentuh laptopnya.

***

Malam semakin hanyut menyapa pagi. Denia masih setia dengan papan huruf di laptopnya. Masih menarikan jari jemarinya dengan gemulai. Akhirnya pagi menampakkan senyumnya yang cerah, melepas pelukan dingin malam. Sinar lembutnya menembus jendela kamar Denia yang masih tertutup rapat.

Kepala Denia telungkup di atas meja. Sepertinya Denia sudah tidak sanggup menahan kantuknya tadi malam hingga tertidur di atas meja. Tiba-tiba terdengar nada dering dari ponselnya yang tergeletak di sebelah telinganya. Denia terbangun dalam keterkejutannya.

Sebuah pesan singkat dibacanya setelah susah payah ia membuka matanya.

Dear Denia,

Naskah Saudara kami tunggu hari Rabu minggu ini sebelum pukul 00.00, untuk masa cetak Jumat. Demikian atas kerja samanya. Terima kasih.

Denia mengusap paksa kedua matanya. Mengulang membaca pesan singkat itu. Rabu? Hari ini Rabu! Gila!

Denia menuju kamar mandi. Mencuci wajah yang tampak kesal dengan deadline yang mendadak ini. Denia mengusap handuk ke wajahnya. Diseduhnya secangkir cokelat panas. Cangkir terakhir yang masih bersih karena perkakas lain dibiarkannya kotor.

Laptop kembali dibuka. Meneliti bait terakhir naskahnya dan tenggelam bersama lautan kata.

Pramono meletakkan bunga lili tepat di depan pintu apartemen Seroja. Bel pintu ditekannya tiga kali.

“Siapa?” suara dari dalam terdengar.

Pintu bernomor 14 terbuka. Wajah oriental muncul dari balik pintu. Rambut hitam lurus sebahu dibiarkan terurai. Wajah itu kebingungan ketika melihat pintu dalam keadaan kosong. Pencariannya terhenti ketika matanya menangkap bunga lili tepat di kakinya.

Diambilnya dan diciumnya bunga putih itu. Secarik kertas dari balik bunga bertulis pesan singkat.

“Izinkan aku saja yang merindu – anggrek103.”

Hanya dia yang ada lorong itu. Tak seorang pun ada di sana.

Denia menarik napas dan menahannya, kemudian membuangnya dengan gusar. Kedua jari tangan mengacak-acak rambut cepaknya. Beranjak dari duduknya menuju jendela yang dibukanya lebar. Angin begitu lembut menghampiri dan menyentuhnya. Denia menuju balkon dan berdiri di sana sekadar mengatasi kebuntuan. Hingga berhasil menemukan kata berikutnya.

Berkeliling menyapu ruangan dan matanya berhenti pada sebuah jendela yang tertutup gorden berwarna putih tipis. Jendela yang terbuka namun teropong panjang menjulur keluar. Denia tidak tahu pasti sedang mengamati siapa. Tapi dilihat dari sudut pandangnya, teropong itu mengarah ke tempatnya. Denia makin serius memperhatikan teropong itu. Menanti petunjuk tentang siapa sebenarnya yang berada di sana.

Teeettt … teeett ….

Bel pintu berbunyi. Denia bergegas membukanya. Kosong. Denia celingukan tapi tak ada seorang pun berada di depan pintu. Denia membalikkan badan dan terhenti karena kakinya menginjak sesuatu. Bunga lili? Siapa yang mengirimnya bunga putih ini? pikirnya dalam hati. Dicarinya kertas pengirim. Ada pesan di balik kertas.

Izinkan aku saja yang merindu –

Denia terkejut. Kembali dia celingukan tapi tetap tak menemukan siapa-siapa di sana. Denia berlari menuju balkon. Dilihatnya jendela tadi diperhatikannya dan teropongnya telah lenyap. Jendela tertutup rapat. Bahkan Denia tidak dapat lagi menebak jendela mana yang tadi terbuka di seberang sana, kini bentuk dan keadaannya sama. Denia kebingungan.

Dengan tergesa dia menutup jendela dan pintu balkon. Kembali mengacak rambutnya dan duduk di depan laptopnya. Dipandangnya bait terakhir tulisan yang ia tinggalkan tadi. Tapi aneh. Ada satu bait yang Denia merasa bukan tulisannya. Lalu? Ah, Denia menepis alam pikirannya yang mulai mengacau.

Cinta dan rindu kumiliki selama jantungku berdetak. Kutitipkan cinta dan rindu ini padamu bila surya esok hari tak lagi menjemputku. Blok D29

Denia menyambar jaket dan berlari keluar menuju lift. Dengan langkah terburu-buru Denia mencari blok D dan menemukan no.29. Ditekan bel dua kali. Astaga! Pintu itu tidak terkunci. Denia memberanikan diri memasuki apartemen yang sunyi itu. Berulang Denia menyapa.

“Haloo …. Selamat pagi.” Ruang yang sudah 50 persen dimasukinya itu masih menyimpan kebisuan. Tak ada tanda kehidupan. Hanya angin yang menerobos masuk menggerakkan tirai penutup jendela.

Dan …. Sebuah teropong tersibak. Denia berjalan makin mendekati teropong itu. Menundukkan kepalanya melihat dan ia hampir terpekik dengan penglihatannya sendiri. Kamarnya! Jadi benar, penghuni ini mengamatinya. Kedua irisnya menyapu seluruh ruangan yang tertata sangat rapi. Sangat berbeda 180 derajat dengan kamarnya. Ia terus mencari tahu siapa penghuni apartemen ini.

Prakkk!

Sebuah benda terbuat dari kaca jatuh berserakan. Spontan Denia membalikkan badan.

***

Ponsel Denia berdering lagi. Panggilan tak terjawab kelima sejak pukul 00.00. Denia melanggar deadline. Aksara terakhirnya tanpa titik.

Airmolek,05-12-2017

 

Respati, Dapat dihubungi pada Email: respatiifa@gmail.com, FB: Susi Respati Setyorini, IG: @susi_respati atau WA: 089628784923.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata