Kabut Cinta
Oleh: Nay Moza
Andana seorang vokalis grup band yang lagi naik daun, fans-nya ribuan tak hanya kalangan muda, ibu-ibu pun banyak yang menggandrunginya. Disamping suaranya yang bagus, wajah dan postur tubuh yang sangat mendukung tentulah sangat sempurna di mata para fans-nya. Termasuk Karin, seorang siswi Sekolah Menengah Atas, ia sangat mengidolakan Andana. Apa pun kegiatan Andana ia akan mencari tahu, mengabadikan lewat jepretan kamera.
Namun sayang belum ada satu pun wanita yang mampu memenangkan hati Andana. Padahal tak sedikit yang berlomba mendekati dan cari-cari perhatian. Andana sempat dekat dengan Karin dan sering bertukar hadiah, namun bagi Andana sebatas sang idola dengan fans-nya. Beda dengan harapan Karin yang mengharap lebih.
Namun sesuatu yang menohok hati para fans-nya, terutama Karin. Saat sedang wawancara di salah satu stasiun televisi, Andana memperkenalkan seorang gadis cantik tinggi semampai. Membuat para wanita iri dengan kesempurnaan parasnya. Ia dikenalkan sebagai pacar Andana. Sejak saat itu beritanya selalu menjadi perbincangan, baik di tabloid atau media ekektronik.
Kini si vokalis ganteng telah memiliki tambatan hati, bukan tidak mungkin segera ke pelaminan. Meski iri hati, tapi para fans tak berkecil hati. Mereka tetap menggandrungi. Foto-foto kemesraan Andana dan Chika bertebaran di mana-mana.
Karin marah, kecewa dan sakit hati, ia begitu benci dengan kehadiran Chika, yang mana bagi Karin tertutupnya jalan buat dia mendekati Andana.
Pagi ini Andana tengah menikmati secangkir kopi sambil membaca koran pagi. Berita kriminal telah ditemukan mayat dengan tubuh terpotong dan berada di tempat berbeda. Setelah diidentifikasi ternyata dia Chika, pacar si vokalis ganteng. Berbagai isu pun muncul, ada yang berpendapat fans berat Andana pelakunya. Bahkan ada spekulasi ke arah Karin. Fant berat Andana.
Ekspresi Andana kaget dan memucat melihat berita itu, apalagi tiba-tiba beberapa polisi mendatanginya.
“Selamat pagi, maaf boleh kami minta keterangan sehubungan dengan penemuan mayat tadi malam?” sapa salah satu dari keempat polisi.
“Silakan, Pak, mari duduk. Saya baru saja membaca berita ini,” kata Andana sambil menyodorkan koran.
Polisi mengamati sambil manggut-manggut.
“Kami berharap Anda bersedia ikut kami ke kantor sebagai saksi, berhubung hanya Anda yang tahu korban Chika, juga kami minta alamat keluarga korban.”
“Baiklah, Pak. Sebentar saya ambil jaket dulu.”
Di kantor polisi Andana menjawab setiap pertanyaan polisi, dengan sesekali menyeka air mata kehilangan.
“Kapan terakhir kali Anda bertemu dengan korban?”
“Seminggu yang lalu, Pak. Saat dia pamit mau pulang ke kampungnya.”
“Siapa kira-kira pelakunya menurut Anda? Apa korban punya musuh?”
“Entahlah, Pak, saya bingung. Chika tertutup, walau kami dekat dia tak banyak cerita masalah pribadinya, termasuk keluarganya.”
“Anda punya alamat keluarganya?”
“Ada, Pak, ini.” Andana memberikan sebuah alamat.
“Apa menurut Anda ada fans yang begitu benci dengan kehadiran Chika?”
“Banyak sih, Pak, tapi saya tidak tahu sejauh mana kebencian mereka.”
“Bagaimana dengan Karin? Sepertinya Anda sempat dekat dengan dia.”
“Entahlah, Pak, dia lama tak menghubungi saya semenjak ada Chika.”
“Baiklah, Anda boleh pulang. Kalau ada yang harus kami tanyakan, kami harap Anda mau membantu.”
“Tentu saja, Pak.”
***
Kini berbagai spekulasi bertebaran di berbagai media, terbunuhnya kekasih sang penyanyi beken.
Juga pernyataan-pernyataan Andana sebagai orang terdekat Chika.
Karin si fans berat Andana, tentu saja mengikuti setiap perkembangan Andana. Ia mengumpulkan semua hal yang berhubungan dengan Andana dan juga kematian Chika.
Polisi berhasil menemui keluarga chika, dan mengumpulkan berbagai bukti. Termasuk pernyataan keluarga yang menyatakan Chika sudah lama tidak pulang.
***
Sepulang sekolah Karin dijemput polisi berpakain preman.
“Bisa bantu kami, Dek?” tanya salah satu polisi.
“Ada apa ya, Pak?” jawab Karin dengan agak gugup.
“Ikut saya!” kata polisi tadi. Karin mengikuti dengan langkah berat dan takut. Keringat dingin membasahi punggung
“Silakan duduk,” kata seorang polisi yang ada di ruangan itu.
“Anda mengenal Chika?”
“Hanya sebatas tahu saja, Pak.”
“Tapi Anda merasa tersingkir kan, dengan datangnya Chika?”
“Pak!” suara Karin tercekat.
“Kapan Anda terakhir bertemu dengan Chika?”
“Saya tak pernah bertemu secara pribadi, Pak. Saya akhir-akhir ini sibuk menghadapi ujian sekolah.”
“Di mana kamu tiga hari yang lalu? Tepatnya saat malam terjadi pembunuhan?”
“Malam itu saya ke cafe, Pak.”
“Dengan siapa?”
“Sendiri.”
“Bertemu dengan Chika?”
“Euhh … iya, tidak.”
“Yang jelas! Iya atau tidak?”
“Saya hanya melihat, tidak bertemu secara langsung.”
“Chika dengan siapa di sana?”
“Dengan Andana, Pak.”
“Jangan bohong! Andana sudah seminggu tak bertemu Chika.”
“Sumpah, Pak! Saya lihat mereka seperti bertengkar,”
Karin mengeluarkan ponsel, ia menunjukkan foto Andana dan Chika di halaman sebuah cafe.
“Ini, Pak, lengkap dengan tanggal dan jamnya,” kata Karin.
“Pindahkan foto-foto ini sebagai bukti!” perintah polisi kepada temannya.
“Apa saya boleh pulang, Pak?” kata Karin dengan takut.
“Sementara Anda boleh pulang, tapi kami masih membutuhkan Anda, jadi jangan bepergian ke luar kota.”
Karin mengangguk, ia pulang dengan langkah gontai. Tak menyangka akan mengalami ini.
***
“Angkat tangan Tuan Andana, Anda kami tangkap!” Seorang polisi menodongkan pistolnya.
“Apa salah saya, Pak?” Andana panik.
“Di kantor saja kalau Anda mau mengajukan pembelaan.”
Andana tak bisa berkutik, ia pasrah digiring ke mobil. Setelah lama diintrograsi, barulah terkuak kebernarannya. Malam itu sepulang dari cafe sesuai dengan foto Karin, Andana bertengkar hebat. Andana merasa tertipu dan sangat malu karena ternyata Chika seorang waria, yang sedang berusaha mengumpulkan uang untuk operasi kelamin.
“Anda merasa malu dan tidak mau publik tahu, lalu Anda membunuhnya?”
“Tidak, Pak, ia mengancam akan membeberkan ke publik hubungan kami bila saya memutuskan dia.”
“Dan Anda mengancamnya juga?”
“Iya saya ancam dia, tapi sebatas ancaman karena saya langsung tinggalkan dia di taman.”
Polisi kebingungan Andana tak pernah mau mengakui jika dia yang membunuh Chika, meski semua bukti menyudutkannya. Termasuk kebohongan dia seminggu tak bertemu Chika. Sampai akhirnya polisi menyadari jika ada yang janggal dengan cerita Karin. Bagaimana bisa Karin mendapatkan foto pertengkaran Andana dan Chika di taman jika dia tidak mengikuti mereka semenjak dari cafe?
Kejanggalan itu membuat polisi kembali mendatangi rumah Karin. Tapi sayangnya mereka datang terlambat, Karin ternyata telah meninggal dunia dengan cara meminum racun serangga. Di samping mayatnya, tergeletak sepucuk surat pengakuan jika memang dialah yang telah membunuh Chika karena merasa tak rela jika pujaan hatinya itu dipermalukan.
Andana yang ikut dengan rombongan polisi menangis histeris. Ia menyesal tergoda wanita jadi-jadian dan mengabaikan Karin.(*)
Tentang Penulis:
Nay Moza, tinggal di Garut, hobi menulis walau ilmu kepenulisan baru secuil. FB: Nay Moza
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita