Rahasia Hati

Rahasia Hati

Rahasia Hati

Oleh: Eni Ernawati

Maukah kau mendengarkan ceritaku? Ini perihal aku dan kekasihku yang kuberi nama sepi. Iya, kami adalah sepasang sepi yang entah kapan akan berhenti. Bagaimana tidak jika hari-hariku saja kujalani tanpa kehadirannya. Bukannya aku meminta untuk bertemu setiap waktu. Ya, setidaknya satu pesan setiap harinya pun sudah cukup bagiku.

Seandainya kau menjadi aku sebentar saja. Ah, jangan. Kau tidak akan kuat.

Dulu aku memang pernah ingin mempunyai seorang kekasih yang tidak mengharuskanku untuk membalas chating setiap waktu. Jadi, ketika aku telat membalasnya satu menit saja takkan dijadikannya masalah yang tak berujung. Hal kekanak-kanakan yang sangat ingin kuhindari. Dan kini aku telah mendapatkannya. Namun, jauh di luar ekspektasiku. Satu-dua jam atau bahkan berhari-hari aku tidak membalas pesannya pun, ia tetap tidak merespons. Terkadang hingga berbulan-bulan. Haha, kau bisa membayangkannya?

Ini bulan ketiga yang kujalani tanpa ada kabar darinya. Anehnya, kadang aku juga merasa nyaman dengan lost contact seperti ini. Meskipun sering juga merasa diabaikan.

***

Besok kita ketemu.

Demi apa, aku begitu bahagia saat membaca Whatsapp dari Indra. Yang di akhir pesannya dia beri emotikon love.

Saat-saat seperti inilah puncak bahagia dari lost contact. Mungkin kau akan menganggap aku dan Indra aneh sebab kami tidak saling memberi kabar hingga berbulan-bulan. Tidak apa, kau tidak salah. Aku menganggap ini adalah ciri khas hubunganku dengannya. Seperti inilah cara kami untuk saling menyayangi.

“Aku rindu,” ucapnya di balik telepon. Indra meneleponku setelah aku membalas pesannya dengan pertanyaan “nggak salah?”.

“Rindu?” kutanya.

“Iya. Dikit … banyak enggaknya.”

Menyebalkan. Dia tertawa terpingkal-pingkal. Rasanya aku ingin mencubit hidungnya yang mirip pinokio. Seperti itulah Indra, dia selalu senang membuatku kesal. Seperti di sela-sela saat kita tak saling memberi kabar. Aku pernah bilang padanya jika aku rindu. Kau tahu dia menjawab apa? Justru dia mengirim voice note—suaranya yang sedang tertawa terbahak-bahak. Mulai saat itu aku malas untuk menghubunginya lebih dulu, sekalipun aku begitu rindu.

“Aku mau tidur,” ucapnya setelah kami berbincang melalui telepon selama satu jam.

“Jangan dulu,” cegahku.

“Kau masih rindu?”

“Tentu.”

“Hahaha.”

“Kau senang jika aku rindu?”

“Itu urusanku, kamu nggak perlu tau.”

“Kenapa begitu?”

“Kepo.”

***

Entah sudah berapa kali aku mencoba baju satu per satu. Mencari baju mana yang cocok untuk dipakai saat menghadiri pesta pernikahan. Semalam Indra bilang, dia akan mengajakku menghadiri pesta pernikahan kakaknya.

Ini kali pertama aku akan bertemu dengan kakaknya. Dan sudah pasti akan bertemu orangtuanya juga. Aku mencoba untuk tidak grogi, meski hasilnya nihil.

“Pakai ini aja,” kata Maria sambil memberiku dress pendek berwarna pastel, di bagian bawahnya ada sedikit motif bunga yang membuat dress itu semakin terlihat elegant. Oh iya, Maria adalah teman kosku.

“Boleh kupinjam?”

“Buat kamu aja, Re.  Itu kekecilan buatku.”

Tanpa pikir panjang aku langsung memakainya. Karena jam sudah menunjukkan pukul 09.30, sebentar lagi Indra akan menjemputku. Dan benar, lima menit kemudian Indra datang.

“Sudah siap?” tanya Indra saat aku membukakan pintu.

Aku tak menjawab pertanyaannya. Justru aku diam dengan memandangnya penuh tanya.

“Kok, bisa—”

“Sudahlah, kita berangkat saja dulu,” potongnya.

Aku pun menurutinya dan bergegas menuju mobil. Melupakan kenapa baju kami bisa berwarna sama. Mungkin dia sudah merencanakan semuanya.

***

“Kenapa ke sini?” tanyaku saat mobil Indra memasuki sebuah rumah mewah. Yang aku tahu itu adalah rumah Pak Hendri. Beliau adalah dosenku.

“Nggak usah bingung,” ucapnya sambil tersenyum. “Kita masuk aja dulu.”

Aku seperti orang linglung. Semalam Indra bilang bahwa dia akan mengajakku untuk menghadiri pesta pernikahan kakaknya. Tapi yang kudapati di pintu masuk adalah foto pre wedding Indra dengan perempuan itu—seseorang yang berkali-kali kulihat jalan bersama Indra. Dulu aku sempat bertanya, dan ia jawab hanya sebatas kenal. Sial! Kenapa aku begitu bodoh.

“Maksud kamu apa?”

Why? aku salah?”

“Kamu mengajakku ke sini hanya untuk….”

“Jangan marah dulu. Lihat itu,” ucapnya sambil menunjuk ke arah pelaminan.

Di pelaminan ada sepasang pengantin. Pengantin perempuannya sama seperti di foto depan tadi yang berfoto bersama Indra. Setahuku namanya Nesa. Sementara pengantin prianya aku tidak tahu.

“Kau paham sekarang?”

“Tidak,” jawabku jujur. Aku benar-benar tidak paham dengan semua ini.

“Kak Nesa itu kakakku.” Indra terkekeh.

“Tapi, foto itu?”

“Aku sengaja. Hahaha.”

Sungguh, aku masih tidak percaya jika kak Nesa adalah kakaknya Indra. Jadi selama ini aku salah besar. Aku pernah menganggap Indra punya kekasih lain.

“Kenapa tidak pernah bilang dari dulu?”

“Sengaja,” jawabnya sambil menahan tawa. “Soalnya aku suka kalau kamu cemburu.”

Aku memandangnya ketus. Ingin sekali kujewer telinganya. Andai saja tidak banyak orang.

“Bentar-bentar,” titahku saat aku mengingat sesuatu. “Jika kak Nesa adalah kakakmu, berarti … kau anaknya Pak Hendri?”

Dia kembali tertawa. Tidak kalah menyebalkan seperti tawa-tawa sebelumnya. Indra begitu bahagia dengan kenyataan yang baru kuketahui. Pantas saja, setiap kali aku berjumpa dengan Pak Hendri di kampus, beliau sering berpesan agar aku sabar menghadapi Indra. Ah, aku jadi merasa malu pada beliau.

“Kenapa tidak pernah bilang?”

“Nggak penting.”

“Alasannya?”

“Dulu, aku pernah dimanfaatkan oleh cewek-cewek di kampus. Dia hanya mengincar hartaku. Dan mendapatkan simpati dari Papa.”

“Jadi kau mengujiku?”

“Bukan seperti itu. Yang kamu perlu tau sekarang … aku sudah menemukan seseorang yang benar-benar mencintaku. Bukan karena harta semata.”

“Re, kamu yang sabar ngadepin dia.”

Aku kaget. Tiba-tiba Pak Hendri datang dan mengatakan kalimat yang sering beliau ucap untukku saat di kampus.

“Iya, Pak,” ucapku sambil menyalaminya. Dilanjut dengan istrinya.

“Cie … yang salaman sama calon mertua,” ledek Indra membuat wajahku memerah.(*)

Tentang Penulis:

Re Naka merupakan nama pena dari Eni Ernawati. Gadis kelahiran Tuban yang ingin diundang di Reality Show Hitam Putih.

Fb: Re Naka, email: enierna30@gmail.com

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita