Selesai
Oleh: Respati
“Rin!” Langkahku terhenti. Aku tetap berdiri tanpa menoleh. Dia mendekatiku dan berdiri sangat dekat. Bahkan aroma parfum Calvin Klein favoritnya tercium sangat jelas di hidungku.
Dia berdiri menghadap sisi kananku. Aku tetap bergeming. Berkedip sembari mengurangi debaran di hati. Jantung memompa lebih kuat hanya karena dia memanggil.
Sejujurnya, dia adalah satu dari banyak manusia yang tak ingin kutemui, kulihat apalagi kusapa. Mataku jijik melihatnya dengan senyum menyeringai. Aku sekarang menyesal karena ekor mataku lancang menangkap penampakannya.
“Kenapa kamu selalu menghindariku?” tanyanya dengan suara yang terbilang keras untuk jarak sedekat ini.. .
Dia masih menatap sisi kananku, menunggu aku menjawab, sementara aku tak ingin berkata apa pun.
“Kenapa kamu selalu lari dari aku?” diulang kembali pertanyaannya.
Aku menjawab dalam diam, dalam hati saja. Aku lari karena aku seperti melihat hantu. Tepatnya manusia menakutkan bagai hantu getayangan.
“Kita harus bicara!” kali ini dia begitu tandas dan tegas mengucapkannya. Dia ingin kami bicara.
Huh! Bicara? Tentang apa lagi? Tentang alasannya meninggalkan aku dan …. Percuma!
Aku menghela napas dan bersiap untuk pergi. Berlama-lama di depannya hanya akan membuatku semakin luka.
“Rin!” Dia menahan lenganku. Aku terkesiap. Menoleh ke bagian lenganku yang dicengkeram kuat olehnya. Lihatlah kekerasan yang kudapatkan jika berlama-lama dengannya.
Dia sadar sudah melukaiku walau hanya mencengkeraman lenganku. Bukan rasa sakit akibat cengkeraman tapi lebih dari itu. Melihatnya berada di jajaran orang-orang yang aku kenal saja sudah cukup membuatku terluka.
Aku pilihkan kata untukmu saat ini, aku benci kamu. Biarkan aku pergi.
“Rin! Maaf. Tidak seharusnya aku menyentuhmu … lagi. Maaf. Tapi aku ingin kita bicara.”
Kaki kananku selangkah maju.
“Rin!”
Aku berhenti.
“Pahami posisiku saat itu. Aku panik. Dan a—aku … aku bingung.”
Kakiku lanjut melangkah, dan dia tetap menahanku. Aku kembali berhenti.
“Aku tersiksa, Rin. Aku tahu aku salah. Jadi … aku ingin memperbaiki hubungan kita.”
Apa? Hubungan? Setelah dia menyiksaku? Gila!
“Aku ingin … melamarmu!” Ucapannya seperti genderang yang ditabuh mendadak. Mengejutkan dan tanpa kusadari aku hampir terpekik. Dia benar-benar menjadi manusia setengah waras. Sebaiknya aku segera pergi dari sisinya sebelum kegilaannya makin bertambah.
“Rin!”
Aku menoleh ke arahnya dan menatap mata cokelat itu. Napasku naik turun menahan desakan amarah yang tak mungkin lagi aku tahan.
“Lepaskan aku! Kamu …!” hardikku sambil mengacungkan telunjukku lalu berlari dari hadapannya. Meninggalkan wajah dengan mata cokelatnya yang termangu melihat sikapku.
“Kamu enggak tahu, Rin. Aku—”
***
Aku berusaha menjelaskan pada Rin tentang perasaanku, tapi dia mengacungkan jari telunjuknya, kemudian berlari menjauh dariku. Tanpa menyerah sedikit pun, aku masih berusaha mengutarkan isi hatiku dengan harapan Rin akan mendengar dari kejauhan dan kembali menghampiriku, namun belum sempat aku meneruskan kalimatku, ada seseorang yang menyenggol lenganku dan berlari ke depan dengan panik.
Keadaan mendadak berubah kacau, dapat kudengar teriakan histeris beberapa orang di halaman parkir. Aku masih belum mengetahui peristiwa yang tengah terjadi, langkahku masih terasa gontai melihat kepergiannya yang berlari tadi. Sampai seseorang dari luar berlari menyongsongku dengan napas terengah-engah.
“Mas! Istri Mas ditabrak bus Trans!”
#kamubagaihantu
Respati, Dapat dihubungi pada Email: respatiifa@gmail.com, FB: Susi Respati Setyorini, IG: @susi_respati atau WA: 089628784923.
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita