Musang Pemalas

Musang Pemalas

Musang Pemalas

Oleh: Re Naka

Pagi itu Neo si semut hitam, sedang berlarian bersama adiknya yang bernama Mily—semut lucu nan menggemaskan. Mereka berdua tampak bahagia bisa menikmati kebersamaan setelah sekian lama sang kakak merantau jauh. Suasana pagi yang cerah membuat Mily semakin bersemangat, berlarian ke sana-kemari mengejar kakaknya.

Di tengah jalan mereka berdua bertemu Yua, seekor musang yang sedang tertidur pulas di bawah pohon jambu.

“Hey, Yua. Bangun!” Mily menepuk-nepuk tubuh Yua. Meskipun sudah berulang kali Neo mencoba membangunkannya juga, namun musang berbulu cokelat itu tak kunjung membuka mata.

Yua bangun hanya ketika Mily memaksanya untuk bediri. Akan tetapi saat kedua kakak-beradik itu melepaskan tangannya, Yua kembali merebahkan badan dan tertidur lagi.

“Aku lelah, biarkan saja dia tidur seharian.” Neo merasa kesal. “Kita pergi saja dulu, nanti kalau sudah kembali dan dia masih tertidur juga, baru kita paksa.”

Akhirnya semut-semut itu berlarian lagi sambil membicarakan si musang.

“Dia memang hewan yang malas bekerja. Lihat saja anaknya. Pemalas juga,” kata Neo sambil melirik ke adiknya.

“Aku capek, gimana kalau istirahat dulu, Kak,” ucap Mily setelah cukup lama berlari.

“Boleh.”

Di bawah pohon belimbing mereka berdua beristirahat. Beberapa menit kemudian, beberapa buah belimbing berjatuhan, hampir mengenai tubuh mereka. Mily dan Neo pun mendongak ke arah pohon tersebut. Di sana mereka menemukan Moa yang sedang asyik memetik belimbing. Moa adalah anak tunggal Yua.

“Kenapa kau menebas belimbing itu?” tanya Mily namun tak kunjung mendengar jawaban. Moa justru semakin semangat memetik buah kesukaannya.

“Turun kau!” bentak Neo setelah ia merasa diabaikan oleh si musang kecil itu. Moa pun turun dengan langkah kesal.

“Kau itu sama saja dengan ibumu. Pemalas dan perusak,” Neo mulai memarahi Moa. “Kau tahu? Sebentar lagi musim panas, kekeringan akan melanda. Dan akibatnya kau nanti akan kelaparan kalau merusak pohon ini sekarang. Tidakkah kau lihat buahnya masih muda?”

“Harusnya kau tak merusaknya, setidaknya kalau ibumu malas bekerja kau tidak kelaparan nanti. Karena masih ada buah-buahan yang bisa dipetik,” tambah Mily.

“Sudah marahnya? Kalau sudah aku akan pergi.” Moa meninggalkan Neo dan Mily yang sebenarnya belum selesai berbicara dengannya.

***

Musim kemarau pun datang. Kini ibu dan anak musang itu kelaparan. Dia tidak punya simpanan uang untuk membeli makan karena keduanya malas bekerja. Begitupun dengan pohon belimbing yang dijadikannya sumber makanan sudah tidak berbuah lagi karena setiap hari dirusak oleh Moa.

Yua dan Moa tidak berani meminta makanan kepada Mily, Neo atau teman mereka yang lain meski rasa lapar kian mendera.

“Aku benar-benar lapar, Bu.” Moa mengelus pelan perutnya dengan tangan yang gemetaran. Wajahnya pucat, tubuhnya lemas tak berdaya.

“Sabarlah, Nak. I—ibu carikan makanan untukmu dulu, ya.”

Baru saja ibu musang itu hendak melangkah keluar rumah, tiba-tiba saja pandangannya kabur. Dan tak lama kemudian ia jatuh pingsan.

“Ibu …,” teriak Moa. Suaranya lemah, ia sesenggukan sambil terus menangis. Namun terhenti seketika begitu Neo dan Mily muncul di hadapannya. Juga dua ekor kelinci yang membopong tubuh Yua lalu merebahkannya di atas kasur.

“Te—terima kasih banyak kalian sudah menolong aku dan Ibu,” ujar Moa, tak lama setelah Yua siuman dari pingsannya. Ia juga meminta maaf atas sikapnya selama ini.

“Kau tidak perlu berterima kasih. Bukankah kita teman? Lagi pula aku senang bisa membantu,” balas Mily. “Ayo, sekarang kita makan.”

Semua yang ada di tempat itu pun mengangguk setuju. Sejurus kemudian mereka menikmati makanan bersama-sama. Neo dan Mily memang datang untuk memberi beberapa macam buah-buahan kepada Yua dan Moa. Karena itulah mereka meminta bantuan dua ekor kelinci untuk membawakannya.

Yua dan Moa tampak senang. Mereka sudah berjanji dalam hati untuk menjadi musang yang baik hati, yang senantiasa menjaga lingkungan sekitar dan tidak malas bekerja. Agar saat musim kemarau tiba, mereka masih memiliki makanan dan tidak kelaparan.(*)

Re Naka, nama pena dari Eni Ernawati.  Gadis kelahiran Tuban yang ingin diundang di reality show Hitam Putih.

Fb: Re Naka, email: enierna30@gmail.com

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita