Memaknai Kedewasaan dengan Menjadi Dewasa
Apa kau ingin bertanya padaku seperti apa rasanya menjadi dewasa?
Sepertinya aku lupa atau mungkin tidak ingin hidup dalam kata itu. Entahlah!
Seseorang pernah berkata padaku bahwa ia tidak ingin menjadi dewasa karena baginya saat seseorang tumbuh menjadi dewasa maka akan banyak masalah yang datang menghampiri. Dan seseorang lain dengan begitu menyebalkannya menuntutmu untuk menjadi dewasa.
Sungguh, aku tidak mengerti mengapa ia berpikir demikian. Tapi bukan itu alasanku untuk tidak ingin menjadi dewasa. Aku hanya sekadar memberikan batasan pada diri sendiri untuk mengerti kapan kedewasaan itu diperlukan. Maksudnya kapan aku harus bersikap dewasa dan kapan waktunya aku harus lupa bahwa aku telah dewasa.
Bukankah hidup itu tentang pilihan? Maka aku memilih untuk bebas. Bersikap bahwa hidup akan terus berjalan maju—dengan beranggapan—usiaku tetap 17 tahun.
Bagaimana bisa aku mengambil angka 17? Entahlah, sepertinya banyak hal yang terjadi di angka itu, sehingga aku tidak bisa menikmatinya dengan baik. Terlalu banyak hingga aku lupa seperti apa rasanya menjadi remaja berusia 17 tahun. Dan karenanya aku mulai lelah untuk menjadi dewasa.
Tapi satu hal yang menarik perhatianku. Saat ini, saat waktu sudah berjalan cukup jauh meninggalkan angka 17, aku hampir tertawa setiap hari atas respons orang-orang perihal usiaku. Sedikit memang yang benar-benar tahu atau peka. Mereka lebih melihat bahwa aku seorang remaja tanggung, mengingat betapa tidak dewasanya cara bicara atau sikap yang kutunjukan. Mereka hanya akan tahu jika aku menyebutkannya sendiri.
Sama seperti tempo hari, saat seorang teman begitu terkejut mengetahui usiaku yang sesungguhnya—saat aku menuliskan usiaku yang sebenarnya, ia masih merasa tidak percaya karena selama ini tidak ada bagian dari diriku yang mengatakan bahwa aku telah dewasa.
Aku tertawa kecil.
Aneh memang tentang cara penilaian orang soal kata “dewasa” itu sendiri. Beragam tentunya. Ada yang menganggap umur sebagai patokan bahwa seseorang telah dewasa, dan ada pula yang menitikberatkan dewasa dengan bagaimana cara orang berpikir dan bersikap.
Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa:
“Dewasa melambangkan segala organisme yang telah matang, yang lazimnya merujuk pada manusia yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria atau wanita. Saat ini, istilah dewasa dapat didefinisikan dari aspek biologi yaitu sudah akil baligh, hukum sudah berusia 16 tahun ke atas atau sudah menikah, menurut Undang-Undang Perkawinan yaitu 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita, dan karakter pribadi yaitu kematangan dan tanggung jawab. Berbagai aspek kedewasaan itu sering tidak konsisten dan kontradiktif.
Seseorang dapat saja dewasa secara biologis, dan memiliki karakteristik perilaku dewasa, tetapi tetap diperlakukan sebagai anak kecil jika berada di bawah umur dewasa secara hukum. Sebaliknya, seseorang dapat secara legal dianggap dewasa, tetapi tidak memiliki kematangan dan tanggung jawab yang mencerminkan karakter dewasa.”
Dalam hidup ada banyak sekali definisi “dewasa”, dan berbeda satu dengan yang lainnya, maka makna tentang kedewasaan itu sering kali berubah-ubah. Ia tidak serta merta terus melekat dalam diri manusia sebagai sesuatu yang nyata.
Dan benar memang, seiring berjalanya waktu kau akan menemukan beberapa orang menyebalkan yang akan menuntutmu untuk menjadi dewasa. Entah dewasa yang seperti apa. Tapi kupikir mereka menuntut untuk kepentingan pribadi. Karena apa? Karena mereka meminta dewasa dalam standar yang mereka tentukan.
Mereka lupa kalau setiap orang punya hak atas bagaimana mereka mengekpresikan dirinya di depan banyak orang. Dan tentu hanya orang-orang tertentu yang biasanya dapat mengenal apa seseorang tersebut telah benar-benar dewasa—lahir dan batin—atau tidak.
Maka saat kau belum mengenal seseorang, atau meski kau telah mengenalnya—secara mendalam, berhentilah untuk meminta orang lain menjadi dewasa. Karena pada hakikatnya kedewasaan itu adalah sebuah proses. Dan kau tidak bisa mengukur batas kedewasaan seseorang secara subjektif.
Mudah sekali meminta orang lain untuk menjadi seperti ini dan itu. Tapi apa kau lupa bahwa kedewasaan tidak perlu selalu ditunjukan dengan betapa berkelasnya dirimu. Berbicara seperti orang-orang terpelajar, bersikap bijak setiap waktu, dan hal-hal yang begitu kaku dipandang mata.
Seseorang yang benar-benar sudah dewasa tidak akan memaksa orang lain untuk menjadi sepertinya. Mereka tahu bahwa kedewasaan adalah bentuk berbeda dari kehidupan yang berbeda.
Dan kau tahu? Pada saat yang tepat hidup akan mengantarkan orang-orang tertentu untuk menjadi dewasa lebih cepat, atau mungkin sebaliknya. Sama sepertimu, mereka akan bertemu banyak orang, melalui banyak hal, dan merasakan lebih banyak dari apa yang nampak. Dan kau tidak pernah tahu bagaimana mereka menjalani semua itu hingga menjadi seperti saat ini.
Bagiku, dewasa adalah saat kau mengerti bagaimana cara menempatkan diri. Kau mengerti bahwa hidup adalah sebuah pilihan, yang esok lusa mungkin kau menyesal telah memutuskan sesuatu, tapi kau akan lebih menyesal untuk berhenti dan bersikap tak acuh pada masalah yang sedang kau hadapi, memilih menjadi pecundang dengan lari dari kenyataan. Memaksa orang lain untuk mengerti keadaan yang tengah kau hadapi dan berteriak memarahi takdir.
Tidak perlu kau menjelaskan pada dunia seperti apa caramu melewati hal-hal menyakitkan. Karena setiap orang belajar dengan cara yang paling mudah bagi mereka. Dan sama sepertiku, aku belajar dengan caraku dan dari pengalamanku juga pengalaman orang lain. Maka kedewasaanku biarlah seperti ini. Untuk nanti saat kau melihat sisi lain yang berbeda, bisa jadi itu memang aku.
Maka saat itu terjadi, mengertilah!
Bukankah tadi sudah kukatakan, hidup adalah pilihan. Orang-orang bebas memilih dan menjalani hidup tanpa perlu—terus menerus—dihakimi.(*)
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita