Biarkan Merpati Terbang!
Malam ini, kembali aku menatap ke arah jalan yang lengang dari jendela kamar. Entah pukul berapa sekarang, tapi tadi beberapa kawan bercerita. Tidak, lebih tepatnya mereka sedih saat mengenang persahabatan yang dulu pernah dijalani. Harusnya aku bisa merasakan resah yang mereka rasakan, tapi sayang, aku terlanjur menelan semua itu.
Ini hanya tentang kegelisahan anak-anak remaja, di mana saat seorang sahabat menemukan dunia baru yang membuat mereka senang berada di dalamnya, lantas mereka lupa pada teman lama. Berubah menjadi sosok yang berbeda dalam sekejap. Lantas kembali seperti orang asing yang tak saling mengenal.
Dan untuk beberapa orang, setiap persahabat yang berakhir dengan perpisahan akan membuatnya sedih. Mereka tidak mencoba melihat sudut-sudut berbeda selain kekosongan.
Jika boleh jujur, dulu aku juga merasa begitu. Tidak selalu, hanya sesekali saja. Karena pada dasarnya aku sudah mengerti makna dari kalimat “setiap pertemuan pasti ada perpisahan“. Dan karenanya aku tidak pernah berusaha menahan seseorang untuk terus berada di sampingku. Ah, terdengar sedikit munafik rasanya. Baiklah, aku akan mengulanginya. Aku tidak menahan seseorang karena itu hal yang menyakitkan.
Kawan, kau tahu makna kalimat itu? Bukan, bukan soal mengapa menahan seseorang itu menyakitkan. Tapi tentang pertemuan dan perpisahan.
Mungkin kita masih muda, masih perlu merasakan manis pahit kehidupan untuk kemudian menjadi dewasa. Mengerti bahwa dalam hidup memang ada hal-hal yang tidak dapat diubah. Mereka terjadi begitu saja tanpa bisa dicegah. Pun menahan seseorang yang sudah waktunya pergi. Kupikir kamu keliru melakukan hal itu. Lepaskan saja!
Tidak salah memang, hanya saja kau harus tabah. Mungkin sama sepertinya, esok kau akan bertemu seseorang yang baru, pengalaman baru, dunia baru, dan belajar sesuatu yang baru. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Semua sah-sah saja. Malah akan menjadi sesuatu yang salah jika kamu malah terus menahannya karena takut ia akan menjadi jauh, berubah, dan melupakanmu. Itu egois namanya.
Dan apa kau juga tahu?
Ini sama seperti yang sering dirasakan orangtua kita. Mereka selalu resah tiap kali melepas kita dari hari ke hari. Tidak hanya saat kita hendak menikah kelak. Tapi mereka sudah mencemaskan kita bahkan sejak kita baru terlahir di dunia. Mereka memikirkan kita lebih dari kita memikirkan diri sendiri.
Apa kau ragu dengan kalimat itu?
Kalau begitu coba bayangkanlah wajah Ibu saat kau pertama belajar duduk, merangkak, berjalan, terus sampai kau tumbuh menjadi dewasa dan menjadi orang tua. Tidak bisa dimungkiri, untuk selamanya, bagi seorang Ibu kau masih tetap bayi kecilnya yang harus dijaga. Dia selalu takut kau terluka. Takut pada apa-apa yang belum pasti. Apa sesuatu itu benar-benar merusakmu atau malah sebaliknya. Tapi meski begitu ia melepas, ikhlas, dan membiarkanmu terluka sangat banyak atas pilihanmu. Dan meski begitu dalam doanya namamu tiada henti terucap.
Hanya saja … mungkin sebagian lagi tidak demikian, Mereka masih begitu protektif dan mengekang kehendak kita. Entah untuk kebaikan kita sendiri, atau bisa jadi sebuah ambisi. Tapi maukah kau berada dalam situasi tersebut—terkekang?
Tentu tidak, bukan?
Setiap orang akan merasa tidak nyaman dengan hal tersebut. Mereka ingin bebas, sama seperti kita. Dalam hidup semua orang punya fase yang harus dilewati, dan tidak semuanya harus dilalui dengan orang yang sama. Terkadang mereka harus belajar lain hal pada lain orang. Karena itu terkadang kita harus siap melepaskan, membiarkan seseorang pergi dan berselancar oleh arus kehidupan.
Sederhanakan saja, jangan terlalu rumit dan menyiksa dirimu sendiri. Untuk yang hilang, maka ikhlaskan! Dan untuk yang datang, mungkin ia masih harus belajar bersamamu tentang banyak hal. Itu menyenangkan!
Percaya atau tidak, seseorang datang ke kehidupmu karena alasan tertentu—yang kau dan dia mungkin tidak tahu. Kalian diperuntukan untuk sama-sama belajar tentang hal yang entah. Dan setelah waktunya selesai, maka biarkan saja usai. Mungkin dia harus ke tempat lain dan belajar hal lain. Jangan dilarang. Bersabarlah dan tunggu dia pulang. Perlahan kau akan sadar, bahwa waktu menyisakan orang-orang terbaik yang setia bertahan di sampingmu.
Sungguh, aku selalu suka bagian ini. Di mana waktu terasa menjadi sangat berarti untukku. Aku berada di dalam kekosongan seseorang, dan untuk kemudian setelah dia telah cukup mengerti bahwa kehidupan di luar sana tidak selalu kejam, maka aku tahu ini waktunya untuk melepaskan. Saat dia pergi, maka aku akan tetap berdiri di tempat yang sama, menunggunya pulang untuk bercerita. Menghabiskan banyak waktu hanya untuk melihat sudut lain seorang sahabat yang jarang tampak di keramaian.
Kau tahu betapa spesialnya momen itu?
Ah, andai saja kau benar-benar paham, mungkin kau tidak akan egois mengekang seseorang untuk selalu berada di sampingmu. Percayalah, kau hanya kesepian sehingga takut keluar dari zona nyaman. Padahal selagi dia mengembara, mengapa kamu tidak mencoba untuk melakukan yang sama? Kau bisa menghabiskan banyak waktu untuk dirimu, melakukan banyak hal yang belum sempat dilakukan. Itu akan lebih berguna daripada kau hanya sibuk memikirkan yang pergi.
Aku tidak tahu apa ini benar atau tidak. Tapi terkadang kehilangan dan melepaskan menjadi dua hal yang mampu membuatmu lebih bijak dalam mengambil keputusan. Karena kau akan lebih banyak belajar dari waktu-waktu sulit. Melihat banyak hal yang tak bisa kau lihat di waktu senang.(*)
Grup FB KCLK
Halaman FB kami:
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita