Aku Harus Lanjutkan, Katanya (Terbaik 12, TL 22)

Aku Harus Lanjutkan, Katanya (Terbaik 12, TL 22)

Tantangan Loker Kata 22

Naskah Terbaik 12

Aku Harus Lanjutkan, Katanya

Oleh: M Indah

 

Seorang pria berbadan tegap, dengan otot-otot lengan dan dada yang padat, duduk tenang di depanku. Di meja dapurku. Di depan kami, terhidang dua gelas air putih hangat. Aku merangkum gelas di hadapanku dengan kedua tangan dan dapat kurasakan kehangatan yang menenangkan menjalari kedua telapak tanganku. Sementara itu, si pria misterius yang memakai topeng kuning mustard, yang hanya menutupi kedua matanya–seperti topeng Robin, mitra si Batman dalam semesta DC–duduk tegak, penuh kewaspadaan, tetapi terkesan hangat dan ramah.

Kuteguk air putih dari gelasku hingga tersisa setengah dan pikiranku mulai terang seolah kabut yang menghalangi pandanganku telah tertiup angin. Kuperhatikan lagi si  pria misterius itu. Bajunya yang juga didominasi warna senada dengan topengnya, terasa pas menutupi tubuhnya yang berotot. Tanpa sayap atau kain lebar yang berkibar di punggungnya. Penampilannya mengingatkanku pada pahlawan super dalam cerita yang baru kuciptakan tadi malam.

“Smile Master?” Aku membisikkan sebuah nama rekaan dan anehnya pria di hadapanku mengangguk tanpa senyum. Hanya matanya, yang terlihat dari celah topeng, memancarkan aura bersahabat.

Aku kembali berusaha menata informasi-informasi di otak dan mengingat-ingat kejadian sebelum pria itu duduk di dapurku. Sejak pukul sembilan malam aku mengetik naskah terbaru di ruang tengah, agaknya aku tertidur di karpet; bangun pukul tiga kurang sepuluh menit karena ketukan (bernada SOS) di pintu; mengecek kehadiran pria aneh dari aplikasi CCTV; melihat pria itu tersenyum ke arah kamera; lalu tiba-tiba duduk di dapur bersamanya.

Kalau dia benar Smile Master, berarti aku telah terhipnotis oleh senyumannya dan membiarkan ia masuk apartemenku. Masuk akal jika itu terjadi dalam ceritaku sebab kekuatan super Smile Master memang memanipulasi korban dengan pesona senyumannya. Tak kusangka aku pun tidak kebal dari kekuatan itu.

“Kak Em, kita harus bergerak cepat.” Setelah membiarkan aku menghabiskan isi gelasku, selama dua menit Smile Master menjelaskan (secara ringkas, dengan tetap tenang) bahwa aku sedang dalam intaian penguasa, kemungkinan besar akan segera dilenyapkan. Naskah-naskah artikel tentang kebobrokan penguasa yang selama ini terenkripsi dan tersimpan rapi di laptopku adalah penyebabnya.

Tim Sara, detektif swasta dalam naskah terbaruku yang bekerja sama dengan Smile Master, telah bergerak cepat menyelamatkan orang tua dan seluruh keluarga besarku. Mereka sedang menikmati musim dingin di suatu negara di Eropa utara. Hanya aku yang tersisa di sini.

Mendadak kepalaku kembali berputar, bukan secara harfiah tentunya. Aku baru mulai menulis cerita tentang Smile Master, si pahlawan super, dan segala dunianya tadi malam. Sekarang masih dini hari. Bagaimana bisa mereka membawa seluruh keluargaku ke Eropa dalam beberapa jam dan papaku tentu tidak akan mudah mereka bodohi. Yang terpenting, aku adalah penulis cerita fiksi (kadang nonfiksi) yang selalu memikirkan cacat logika atau lubang pada alur ceritaku.

Aku berdiri dan mengambil ponsel yang tergeletak di karpet ruang tengah. Kucoba melakukan panggilan video ke nomor Mama, tetapi belum sempat aku menekan tombol telepon, Smile Master telah merebut ponselku.

“Saya sarankan untuk tidak membuat keluarga Kakak panik sebab sekarang mereka sedang di pesawat jet pribadi bersama kloningan Kakak.” Masih dengan nada tenang Smile Master menjelaskan bahwa ia dan tokoh-tokoh dalam cerita terbaruku mengatur semua hal yang umumnya diperlukan untuk bertamasya ke luar negeri seperti paspor, visa, dan akomodasi selama di sana. Bahkan, mereka menciptakan sosok yang persis denganku untuk membuat keluargaku percaya bahwa tamasya itu adalah kejutan dariku.

Bagus benar rencana mereka. Sayang sekali, keterangan itu semakin membuatku tidak percaya. Mereka pikir semua ini kisah fiksi yang dapat diganti-ganti secepat mengetikkan kata-kata di kibor?

“Aku perlu bukti nyata untuk percaya kata-katamu.” Kukatakan itu dengan nada ancaman dan suara bergetar karena aku sangat mengkhawatirkan keluargaku.

Smile Master menghela napas panjang seolah habis kesabaran. Kurasa ia akan segera menunjukkan sifat aslinya. Dasar penjahat amatir!

Akan tetapi, perkiraanku meleset. Ia menyerahkan ponselku, menunjukkan video live streaming sebuah ruangan dalam pesawat dengan seluruh keluarga besarku ada di dalamnya.

“Tolong jangan paksa saya untuk menggunakan kemampuan saya lagi, Kak. Otak Kakak bisa rusak permanen jika terpapar dalam waktu berdekatan.”

Ah, sayang sekali kali ini Smile Master mengatakan sebuah kebenaran. Aku memang membuat kekuatan super miliknya sedemikian berbahaya. Baiklah, aku akan mencoba mengikuti permainannya jadi kulemparkan pertanyaan tentang kebocoran naskahku.

“Bagaimana bisa penguasa memiliki naskah-naskahku?” Aku sangat yakin dengan keamanan jaringan internet di apartemen, juga sistem perlindungan fail di laptopku.

“Bukankah Kakak baru memperbaiki laptop di Tech Mall?” Smile Master balik bertanya dengan nada meremehkan.

Tentu saja! Bagaimana aku begitu ceroboh tidak mengamankan memori laptop sebelum menyerahkan ke petugas servis? Tubuhku terasa lemas. Naskah-naskah yang sudah kukunci itu pasti dapat mereka buka dengan mudah. “Jadi bagaimana rencananya?” tanyaku pasrah.

Smile Master kembali mengambil ponselku, mengutak-atik sebentar lalu menyerahkan padaku dengan layar menampilkan sebuah video yang siap diputar. Ternyata itu adalah sebuah iklan produk entah dari mana.

“Sipalingpaling? Apa ini?” Smile Master membuat gerakan tangan untuk menyuruhku duduk di sofa sebelum menjawab.

Itu adalah aplikasi baru yang dikembangkan di sebuah negara kecil di tengah samudra Hindia. Artikel-artikel yang kutulis tentang pembalakan liar, penambangan ilegal, dan perusahaan-perusahaan perusak negeri akan dipublikasikan melalui sipalingpaling, biarkan menjadi viral di seluruh dunia sementara aku harus bersembunyi untuk menamatkan cerita tentang Smile Master. Begitu rencana yang telah dibuat para tokohku dari hasil rapat dadakan mereka.

Cerdas! Penguasa tidak akan bisa dengan mudah menurunkan konten yang sudah tersebar seluas itu. Apalagi sipalingpaling ini aplikasi baru yang belum masuk ke negeriku. Bisa jadi mereka baru akan menyadarinya beberapa jam kemudian. Waktu yang cukup untuk membuatku menghilang.

Akan tetapi, ceritaku masih jauh dari tamat. Aku baru memperkenalkan tokoh utama dan sebagian tokoh pembantu. Mungkin baru sepuluh persen yang tertulis sehingga perlu banyak sekali waktu untuk memenuhi tuntutan para tokohku.

Smile Master mengatakan bahwa timnya sudah menyiapkan sebuah tempat persembunyian terbaik dan aku tidak akan mendapatkan kesulitan apa pun selama menulis nanti. Meski sangat ragu, kuputuskan untuk menyetujui semuanya.

Menggunakan jalur bebas deteksi, Smile Master membantu mempublikasikan naskah-naskahku. Tak kusangka ternyata pengetahuannya mengenai perangkat lunak sangat luas.

“Aku tidak tahu kamu jago programming,” seruku terkagum-kagum melihat kecepatannya mensterilkan laptopku. Padahal, laptop itu sudah mirip emak-emak kebanyakan beban hidup jadi selalu lamban dalam bereaksi. Namun, di tangan Smile Master, emak-emak itu dapat berlari kencang sambil menggendong anaknya.

“Saya belajar secara otodidak,” jawab Smile Master tanpa melihatku sambil terus menggerakkan jemarinya di atas kibor.

Wah, satu fakta yang baru kuketahui tentang tokoh utamaku. Jago programming, selalu tenang dalam segala keadaan, usia pertengahan dua puluhan, rajin menjaga kebugaran tubuh, hangat dan ramah, rambut hitam lurus, mata coklat gelap, bersuara berat. Aku membuat daftar karakter di otakku. Namun, aku belum memasukkan kelemahannya. Kira-kira apa yang tampak ketika Smile Master melepas topengnya? Oh, iya, ditilik dari cara bicaranya, sepertinya ia orang yang kaku terhadap aturan. Terlalu lurus dan membosankan. Kurasa hingga saat ini ia masih jomlo.

“Sudah selesai.” Akhirnya, Smile Master menghentikan tarian jarinya di atas kibor. Luar biasa, dalam sekejap, artikel-artikelku telah menjelajah dunia, dan sekarang aku akan meninggalkan kamarku yang nyaman. Aku hanya perlu membawa ponsel dan laptop yang sudah “dibersihkan” karena keperluanku yang lain telah disiapkan tim Smile Master. Ia berkoordinasi dengan tokoh-tokoh lain untuk membuat lorong rahasia dari kamar apartemenku. Tidak hanya itu, sebuah video fiktif yang memperlihatkan aku masih terus mengetik di ruang tengah juga telah disiapkan, menimpa rekaman CCTV sejak pukul sembilan malam tadi hingga saat kepergianku dua menit lagi.

“Sebelum berangkat, saya ingin menanyakan satu lagi hal penting.” Smile Master berdiri dengan wajah sangat serius dan mata yang menyorot tajam padaku.

Aku mengangkat alis, mempersilakannya untuk melanjutkan, dan bersiap mendengarkan dengan jantung yang berdetak kencang. Semoga bukan tentang keluargaku.

“Apa Kakak tidak berpikir bahwa nama ‘Smile Master’ ini sangat norak? Saya tidak suka dan ingin ganti nama.”

Yang benar saja! Di saat genting seperti ini, ia malah memikirkan soal nama? Selera humor yang rendah. Kutambahkan poin itu dalam daftar kekurangan tokoh utama.

Aku hendak mengabaikan pertanyaan itu dan beranjak pergi, tetapi Smile Master masih kokoh di tempatnya, tampak tidak akan bergerak sampai aku menjawab pertanyaannya. “Oke, oke, nanti kupikirkan nama yang lebih bagus.”

Tokoh utamaku mengangguk puas lalu menunjukkan jalan ke tempat persembunyian  kami, tepat sebelum bel apartemenku berbunyi.***

Tangerang, 14 Desember 2025

M Indah adalah seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis cerita tetapi tak jua berhasil menulis dengan baik.