The Hour Between Us (Pilihan Juri, TL 21)

The Hour Between Us (Pilihan Juri, TL 21)

Tantangan Loker Kata 21

Naskah Favorit Juri

The Hour Between Us

Oleh : Rasi Bintang

 

Sore itu hawa terasa dingin, awan gelap menggantung di langit dan perlahan mulai menciptakan rintik. Suara air yang menghantam genteng terdengar menciptakan irama yang mengalun menenangkan.

Nathan mengibaskan debu dari tangannya, lalu terbatuk kecil ketika debu yang tadinya menempel di tumpukan kardus tua memenuhi udara. Entah sudah berapa lama ia berada di gudang rumah kakeknya, mengacak–acak barang lama di dalam tumpukan kardus yang disusun sembarang guna mencari barang antik. Namun, sejauh ini ia hanya menemukan tumpukan koran kuno dan majalah usang.

Nathan mengambil beberapa koran yang terlihat sudah menguning. Membaca susunan kalimat yang agak susah dibaca sebab mulai memudar. Satu berita di sana sukses menarik perhatiannya, ia mengangkat koran itu untuk membaca lebih jelas.

REMAJA HILANG MISTERIUS: ANNA WILSON DINYATAKAN MENGHILANG SEJAK JULI 1992. 

Anna Wilson (19), terakhir terlihat di sekitar stasiun lama di kawasan kota tua. Pencarian dilakukan selama berbulan-bulan, tetapi nihil, tidak ada saksi, tidak ada jejak.

Lalu Nathan beralih pada sebuah potret yang terpampang di sisi kanan tulisan tersebut. Gambar berwarna hitam putih itu menampilkan seorang gadis dengan kamera analog menggantung di lehernya. Senyum si perempuan sangat cantik, sangat disayangkan kalau itu akan menghilang dan tidak akan pernah ditemukan.

Ia kembali menaruh koran itu ke atas tumpukan. Helaan napas kasar keluar dari bibirnya, ia hampir menyerah mencari barang antik sebelum matanya menangkap sesuatu di dalam kardus kecil yang sedikit terbuka. Sebuah buku bersampul cokelat gelap dan sebuah jam saku berkarat yang terikat pada rantai perak. Keduanya tampak jauh lebih tua dibanding barang-barang lain. 

Nathan mengambil buku itu dengan hati-hati. Halamannya sudah menguning, tetapi tulisan yang berada di dalamnya terlihat masih sangat jelas untuk dibaca. Buku itu diisi catatan tangan yang berantakan. Pada pertengahan halaman, tertulis:

Waktu bukan garis lurus. Ia melingkar, berulang, dan terkadang membuka celah bagi mereka yang cukup berani untuk melangkah.

Kalimat yang menarik, pikirnya. Ia kembali membalik halaman hingga jarinya sampai pada lembar terakhir. Di sana terdapat gambar jam saku, di bawahnya tertulis kalimat:

Putar jarum pendek ke kiri untuk melihat waktu yang berlalu, putar ke kanan untuk kembali ke tempatmu.

Alis Nathan mengernyit. Ia menoleh pada jam saku yang kini tergeletak di lantai, seolah menantinya. Jam itu persis seperti yang di buku, tangannya bergerak memungut benda itu. 

Meskipun terlihat usang, angka-angka Romawi yang ada di sana masih terlihat jelas. Timbul satu pertanyaan besar di kepalanya sekarang, apa maksud dari kalimatnya? 

Iseng, Nathan mencoba mengikuti kalimat yang tertulis di sana. Ia memutar ke kiri jarum pendeknya, lalu berhenti pada angka ketiga sebelum dua belas, yaitu sembilan. Ia menanti, dan tidak ada apa-apa. Ia terkekeh kecil, bodoh sekali karena mengikuti kalimat itu—itu isi kepala Nathan sebelum tiba-tiba tanah yang ia pijak mulai bergetar. 

Nathan tidak bisa menyembunyikan raut paniknya ketika benda-benda di sana tiba-tiba melayang bersama debu yang perlahan bergerak memutar. Suara hujan menghilang, kini menyisakan suara ribut yang berdenging di telinga. Benda yang berputar di sekitarnya bergerak semakin cepat. Nathan memejamkan mata kuat-kuat, tangannya bergerak menutup telinga guna menghalau suara yang memekakkan itu.

Tak lama suaranya berhenti. Keadaan kembali tenang dan Nathan bisa merasakan hawa sejuk yang menabrak kulit. Apakah kegilaan itu sudah berakhir? 

Ia memutuskan untuk perlahan membuka mata, dan raut bingungnya tercetak jelas begitu menyadari kalau dirinya sudah tidak berada di dalam gudang di rumah kakeknya. Ia berdiri di atas rel, di antara bangunan asing yang tampak tua. Sepertinya, tempat itu adalah stasiun yang sudah tidak lagi digunakan sebab, dinding-dindingnya sudah ditumbuhi lumut.

Apakah tempat seperti ini memang ada di tempat tinggal kakeknya? Nathan kurang paham karena ia baru seminggu berada di sana. Akhirnya, ia memutuskan untuk melangkah. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pergi dari sana dan mencari tahu di mana ia tengah berada.

Mungkin sekitar lima belas menit Nathan berjalan dan keanehan berada di mana-mana. Kota ini sangat asing, lampu-lampu bergaya retro menghiasi jalan. Yang lebih aneh lagi, orang-orang berjalan dengan pakaian gaya lama seperti dalam film yang ia tonton kemarin.

Nathan berjalan di trotoar. Sepatu kets-nya terasa mencolok di antara mereka yang mengenakan sepatu kulit dan celana katun berpinggang tinggi. Ia mencoba menyatu dengan kerumunan, mencari tahu kebenaran tentang apa yang terjadi sekarang. Lalu, napasnya tercekat begitu melihat sebuah papan di jalan yang menuliskan ucapan, SELAMAT TAHUN BARU 1990.

Ini sebuah prank, atau ia sedang kembali ke masa lalu?

***

Saat ini Nathan tengah berada di taman, duduk termenung di salah satu bangku. Otaknya masih berpikir keras, apakah ia sungguh kembali ke masa lalu? Lalu, tatapannya melayang ke sekitar, mengamati mobil-mobil kotak, papan iklan bioskop yang menayangkan Home Alone, juga toko kaset dengan lampu neon yang berkelip-kelip. 

“Maaf, sekarang tahun berapa?” Nathan bertanya pada wanita tua yang lewat. Wanita itu berhenti, raut bingung jelas terlihat di wajahnya.

“Apa kamu mengejekku? Meskipun aku sudah tua, aku masih mengingat kalau ini tahun 1990!” jawabnya ketus, lalu mengenyahkan tangan Nathan dan langsung berlalu.

Loh, kan bukan begitu maksudnya

Nathan hendak mengejar, tetapi urung saat mendengar suara jepretan kamera di belakangnya. Ia menoleh cepat dan melihat seorang gadis berdiri tak jauh darinya, menatap Nathan dengan kamera analog yang menggantung di leher. 

Gadis itu mengenakan jaket jeans oversize. Rambut yang berwarna kemerahan dibiarkan tergerai dan ada senyum kecil yang menggantung di sudut bibirnya. 

Nathan tahu gadis itu. Bukankah dia Anna? Ia masih ingat soal baju, gaya rambut, kamera analog, dan senyum gadis itu persis seperti yang ada di koran!

“Hai, aku Anna. Maaf, aku mengambil fotomu tanpa izin karena kamu terlihat … aneh,” ujar gadis itu, senyumnya melebar dan canggung. 

Tebakannya tepat! Ternyata, gadis di depannya sungguh  Anna yang menghilang itu! 

Anna maju selangkah, tangannya terulur dengan senyum yang masih tersungging di wajahnya. Nathan membalas uluran tangan itu lalu menjawab, “Aku Nathan.”

“Emmm … sepertinya kamu bukan berasal dari sini. Kalau boleh tahu, dari mana?” 

Ditanyai seperti itu tentu saja Nathan jadi gugup. Tidak mungkin, kan, ia menjawab kalau ia berasal dari masa depan. “Luar negeri, aku datang untuk mengunjungi kakekku.”

“Ah, begitu ….” Anna tampak mengangguk beberapa kali, tetapi matanya bergerak naik turun memperhatikan Nathan. “Pantas saja, kamu kelihatan agak … berbeda,” lanjutnya. 

Nathan terkekeh, jelas berbeda pikirnya, karena mereka berasal dari zaman yang berbeda juga.

Alih-alih menjawab dan menjelaskan pada Anna, Nathan memilih untuk berpamitan. Mereka berpisah, dan jepretan terakhir dari Anna di hari itu membuat keduanya tertawa. Nathan berjalan lagi, menyusuri trotoar, ia harus kembali ke tempat pertama kali ia datang ke sini. 

Apakah ia bisa kembali ke masa depan? Seketika panik mulai mengintip dari balik kesadaran. Bagaimana ia kembali? Jam saku itu … Nathan merogoh saku jaketnya panik, helaan napas lega ia keluarkan saat mendapati benda itu ternyata berada di sana.

Nathan masih ingat apa yang tertulis di buku. Jika tadi ia memutar balik dan berakhir di masa lalu, itu artinya memutar ke depan akan membuatnya kembali ke masa depan. Cepat-cepat Nathan melangkah menuju stasiun terbengkalai itu. Setibanya di sana, ia kembali memutar jarum pendek ke angka dua belas.

Hal yang sama kembali terulang. Benda-benda di sekitarnya beterbangan dengan arah memutar, dan suara denging kembali ia dengar. Nathan memejamkan mata, dan saat ia merasa dunia sudah kembali tenang, mata itu kembali terbuka. 

Ajaibnya, ia kembali lagi ke tahun 2025. 

***

Setengah tahun di tahun 1990 telah berlalu. 

Nathan sudah benar-benar tersadar bahwa ia bisa kembali ke masa lalu. Jam yang ia temukan seperti mesin waktu, dan tiap Nathan kembali dari kampus, diam-diam ia memutar jarum pendek itu ke belakang. 

Menariknya, hitungan waktu yang berjalan di masa lalu dan masa sekarang berbeda. Satu minggu di 1990 adalah satu jam di 2025. Bukankah itu menyenangkan?

Lalu pertemuannya dengan Anna juga menjadi semacam rutinitas. Anna adalah gadis yang selalu tertawa lepas, suka merekam suara kota dengan tape recorder kecil, dan sering memotret Nathan diam-diam dan berdalih bahwa ia melakukannya tak sengaja ketika ketahuan.

Saat ini mereka tengah berada di taman. Nathan tengah memotret jalanan sedangkan Anna pergi memesan kopi di kios yang tak jauh dari tempatnya. Gadis itu tampak sedang bercakap-cakap dan sesekali tertawa. Nathan tersenyum, diam-diam ia mengarahkan kamera di tangannya ke gadis itu. 

Tiba-tiba ia penasaran pada satu hal, mengapa gadis itu menghilang?

Nathan memutuskan untuk kembali ke bangku tempat tas mereka berada. Saat itulah, tanpa sengaja ia menemukan sebuah jam saku yang mengintip dari ransel Anna yang sedikit terbuka. Jika diperhatikan, jam saku itu sama persis seperti jam tua yang membawanya ke sini, hanya saja itu terlihat lebih bagus walaupun sama-sama terlihat usang. 

Nathan tidak ambil pusing. Jam seperti itu pasti masih banyak beredar. Jadi, ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. 

 ***

Satu tahun di tahun masa lalu berlalu sangat cepat, kedekatan antara Nathan dan Anna menjadi sesuatu yang maknanya sulit dijelaskan. Hari ini hujan turun pelan, rintik yang turun terasa lembut seperti bisikan. Kota tampak lengang, dan langit menyimpan warna abu-abu keperakan yang anehnya tampak indah.

Nathan duduk di bawah jendela besar rumah Anna, selimut melingkari pundak. Anna duduk di sebelahnya, tampak sibuk mengatur kaset pita hingga suara musik jazz klasik mengalun lembut di antara mereka. 

“Aku tahu suatu saat kamu pasti akan kembali ke tempat asalmu. Namun, aku berharap hari itu masih lama terjadi,” ujar Anna. 

Tubuh Nathan menegang. Mengapa kata-kata Anna terdengar seperti gadis itu tahu bahwa ia bukan berasal dari masa ini?

“Kamu tahu? Aku mulai merasa aman dan nyaman, dan aku sangat senang atas waktu yang sudah kita lalui bersama,” ujarnya lagi. 

Nathan tidak sempat berucap ketika Anna kembali berbicara setelah menyandarkan kepala di pundak Nathan. “Kalau kamu memang mimpi,” bisiknya, “jangan bangunkan aku dulu.”

Lalu, dalam keheningan yang dipenuhi detak hujan dan alunan pita kaset yang menggema hingga ke hati, Nathan meraih tangan Anna, menggenggamnya. Untuk pertama kalinya semenjak tiba di tahun ini, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam rasa yang tak perlu dijelaskan. Karena mungkin, cinta memang tidak mengenal waktu. Ia hanya tahu bahwa saat ini, ada seseorang yang bisa membuat dunia menjadi lebih hangat dan berwarna.

 ***

Ini sudah memasuki tahun dan bulan ketika Anna menghilang. Hubungan mereka semakin dekat, dan untuk alasan itu, setahun lalu Nathan mulai menyelidiki alasan Anna menghilang. Ia mengira, mungkin saja Anna diculik. Jika benar begitu, maka ia harus lebih melindungi Anna. 

“Jangan ke mana-mana, tunggu aku. Aku tidak akan lama,” ujar Nathan. 

Anna mengangguk sambil tersenyum. Melihat itu Nathan menghela napasnya, lalu ikut tersenyum.

Sudah sebulan ia berada di tahun 1992, dan ia harus pulang untuk mengambil buku tugas kuliahnya. Itu benar-benar memberatkan Nathan karena bulan ini, Anna dikabarkan akan menghilang. 

Sebentar saja, Nathan hanya akan mengambil buku lalu langsung kembali ke sini.

Jadi, setelah berpamitan pada Anna, Nathan berjalan menuju stasiun lama, kembali memutar waktu ke depan dan kembali di tahun 2025. Seperti rencananya, ia langsung mengambil buku tugas dan memasukkannya ke ransel. 

Karena terburu-buru, tanpa sengaja Nathan menjatuhkan jam sakunya ketika tengah menutup jendela. Ia sangat panik, bergegas berlari ke luar. Sialnya, jam itu sudah hancur karena jatuh tepat di atas batu. 

Tubuhnya gemetar dengan napas tercekat. Dadanya terasa sakit, bagaimana ini? Bagaimana dengan Anna? Ia mengambil pecahan jam itu dengan tangan bergetar, lalu tangan itu bergerak kesetanan berusaha kembali menyatukan tiap pecahan meskipun tahu kalau itu mustahil.

Awan hitam yang sedari tadi menggantung mulai menjatuhkan rintiknya. Kali ini, tetesan air yang jatuh mengenai kulit terasa sangat sakit. Untuk pertama kalinya, Nathan merasa hampa hidup di masa ini.

 ***

Tiga bulan berlalu dan Nathan hidup seperti raga tak bernyawa. Berita hilangnya Anna masih ada, itu artinya Anna menghilang di hari ia kembali saat itu. Seharusnya, Nathan jangan kembali. Harusnya, Nathan tetap berada di sisi Anna. Ia benar-benar mengutuk kebodohannya saat itu.

Saat ini Nathan berada di stasiun kota tua, tempat pergi dan pulangnya Nathan dari masa lalu. Ia berjalan di atas rel, bangunan di sana tampak semakin tua. Tentu saja karena 30 tahun sudah berlalu. 

Ia memutuskan untuk berhenti, lalu duduk di atas rel. Tangannya merogoh saku dan mengambil jam saku rusak yang selalu ia bawa. Benda yang selalu mengantarkan dirinya pada Anna sekarang sudah tidak bisa digunakan. 

Apakah ini peringatan dari Tuhan kalau seharusnya, ia tidak boleh menentang waktu? Jika iya, maka seharusnya jangan pertemukan ia dengan Anna, agar rasa sakit yang dirasa juga tidak ada. 

Alisnya mengernyit saat mendapati sepasang kaki dengan sepatu kulit berhenti di depannya. Nathan mendongak, saat itu juga tubuhnya membeku. Waktu terasa berhenti, dan hanya orang itu yang terlihat hidup.

“Hai, aku Anna. Kali ini, sepertinya … aku yang aneh?” []

Medan, 03 Agustus 2025

Rasi Bintang nama penanya. Seorang gadis penyuka fiksi romantis yang mulai menulis sejak tahun 2020. Lahir dan besar di Medan, Rasi Bintang memiliki kebiasaan menulis sampai tertidur. Saat ini ia aktif menulis di beberapa platform menulis online. Baginya, menulis adalah cara terbaik untuk mengabadikan perasaan.

.

Komentar Juri, Imas Hanifah:

Pada pembacaan pertama, cerpen ini memang terasa memiliki drama yang tiba-tiba, apalagi di bagian ketika tokoh utama tanpa sengaja menghancurkan jamnya. Kemudian, hal yang sedikit mengejutkan juga, adalah ketika saya mengira bahwa cerpen ini akan menonjolkan sisi misterinya, mengenai Anna yang hilang. Namun, rupanya penulis lebih mengedepankan hubungan romantis antara dua manusia dari zaman yang berbeda, bahkan sampai akhir. 

Tentu, itu tidak berarti buruk. Keajaiban yang ditampilkan penulis di akhir, agaknya memang adalah salah satu upaya penulis untuk membuat pembaca berkesan. Seperti minum kopi dengan ditemani pisang goreng, ada rasa manis, pahit, dan renyah, juga bikin kenyang. Begitulah kiranya saya menggambarkan cerita ini. Kurang lebih, cukup menghibur dan membuat saya lega.