Midnight Blue
Oleh: Rosna Deli
Terbaik 18 Lomba Cerpen Fantasi Lokerkata
Perdana Menteri Albert akhirnya tumbang juga. Sorak-sorai masyarakat terdengar hingga membuat langit berubah menjadi biru terang. Reformasi yang selama ini didengung-dengungkan, diorasikan di jalan-jalan akhirnya berhasil. Tawa membahana itu membuat Rhyncodon ikut tersenyum lalu mengibaskan ekornya. Sejenak bangunan-bangunan di atasnya ikut bergetar meski tak sampai roboh.
Namun tak usah khawatir sejak kejatuhan perdana menteri itu seluruh penduduk di kawasan elit Marpon sudah kembali ke tempat mereka semula. Tak ada satu makhluk pun yang menetap di sana.
“Rhyn, kini kau telah bebas. Pergilah sejauh mungkin,” teriak Palm sambil melambaikan tangannya. “Kami mendoakanmu.”
“Tapi, bertahanlah sebentar lagi, kami akan membereskan bangunan sialan itu,” seru yang lain sambil melompat-lompat kegirangan.
Rhyncodon menganggukkan kepalanya lalu tersenyum. Hiu besar itu memandang ke sekeliling, kelegaan itu menyusup ke seluruh bagian tubuhnya. Hampir sepuluh tahun hiu raksasa itu harus mau menahan beban berat yang ditimpakan ke tubuhnya yang besar. Tidak hanya beban bangunan super elit yang dipaksakan untuk dibangun tetapi juga limbah yang dihasilkan. Mulai dari limbah rumah tangga sampai limbah pabrik.
Hampir selama sepuluh tahun, pembuangan limbah itu mengalir kembali ke tubuhnya. Rhyn menyimpan luka yang tak ada seorangpun mau mengobatinya. Bahkan perdana menteri yang katanya peduli terhadap masyarakatnya itu tak pernah bertanya atau menugaskan seseorang untuk mengecek secara berkala kesehatannya.
Ini bermula sejak Perdana Menteri Albert terpilih. Meski semua orang tahu proses pemilihannya dipenuhi oleh kecurangan tetapi tak ada yang bisa mencegah. Perdana Menteri Albert tetap berkuasa hingga akhirnya reformasi itu menemui titik terangnya.
Sejak ia memegang tambuk kekuasaan negeri Marpon, sejak itu berbagai kebijakan tak masuk akal dibuatnya. Mulai dari pembangunan kereta cepat lintas pulau, tol langit, proyek penghalang radioaktif, juga pemindahan ibu kota negara ke atas punggung hiu raksasa itu
Hiu itu adalah penjaga terakhir negeri Marpon. Ia bertugas untuk mengontrol keamanan negeri Marpon dari segala penjuru baik dari udara maupun dari laut. Rhyn mampu terbang melintasi langit Marpon untuk mengawasi keamanan negeri. Lalu Ia juga bisa kembali ke habitatnya di lautan lepas.
Kemampuan hiu inilah yang dianggap perdana menteri Albert sebagai sebuah solusi terbaik untuk pemindahan ibukota negeri Marpon agar jika negeri ini diserang, maka sang perdana menteri bisa terbang bebas bersama koleganya.
“Kita membutuhkan ibukota baru karena ledakan penduduk tak bisa dihentikan. Semua ras ingin unggul dengan memperbanyak anak padahal yang dibutuhkan sekarang ini adalah kualitas.” Itu adalah pidato kesekian dari Perdana Menteri Albert ketika ditanya alasan paling masuk akal pemindahan ibukota itu.
“Kami sudah memikirkan baik secara ekologis, sosiologis terlebih historis. Jadi, pemindahan ini adalah yang terbaik agar negeri kita aman dari segala serangan. Kita semua tahu, negeri ini sudah tak aman. Serangan zat radioaktif sudah pada level tertinggi. Negeri Archon telah membuat strategi untuk memusnahkan negeri kita.”
Rhyn kembali mengibaskan pelan ekornya. Ucapan-ucapan perdana menteri itu masih saja melekat di kepala Rhyn meski bayangan akan kebebasan telah ada di matanya. Dia telah rindu untuk kembali ke lautan lepas untuk bergabung bersama teman-temannya lain.
Saat satu demi satu bangunan di atasnya mulai dirobohkan dan dibersihkan oleh yang lain, Rhyn melepaskan pandangan. Ia melihat dari jauh ada banyak gumpalan awan hitam mengarah ke negeri mereka.
Awan hitam itu adalah senjata radioaktif yang sering didengung-dengungkan oleh perdana menteri sebagai senjata mematikan dari negeri musuh mereka. Rhyn tahu, karena telah pernah bertugas untuk menghalau serangan seperti itu sebelumnya. Gumpalan awan hitam itu akan meletus lalu menyebarkan zat uranium yang akan mematikan sistem pernapasan semua makhluk yang ada di negeri itu.
Rhyn terkesiap, sementara di bawah badannya, euforia kebebasan masih terus menggema. Semua masyarakat tengah berpesta, mereka memenuhi jalanan sambil bertepuk tangan dan bergembira. Sementara di atas sini, ancaman akan kehancuran negeri tengah mengintai.
Rhyn menggeliat, mengibaskan ekornya lebih kencang lalu menggeram keras.
“Kau sudah tak sabar ya, Rhyn. Santai saja, sebentar lagi semua akan berakhir,” seru yang lain.
“Jangan takut, ini tak akan lama.”
Rhyn semakin kuat menggoyangkan badannya, ia hendak terbang lebih cepat agar bisa menghalangi gumpalan awan hitam itu agar tak bisa menyerang negerinya.
Rhyn merasa beban di punggungnya telah berkurang lalu berdeham kencang.
“Apakah kalian sudah turun semua,” seru Rhyn.
“Hahaha, ternyata kau benar-benar tak sabaran.”
“Bukan. Ada sesuatu yang harus kuperiksa di ujung sana. Kuharap itu bukan sesuatu yang buruk.”
“Tak ada yang lebih buruk dari si Albert kurus kering itu, Rhyn. Nanti kita akan bersenang-senang selamanya.”
“Aku juga berharap demikian. Tapi kurasa Albert ada benarnya,” Ucap Rhyn pelan lalu menarik napasnya panjang.
Tepuk tangan disertai suara musik makin terdengar kuat. Alunan irama itu kian saling sahut menyahut. Rhyn menegadah langit biru tadi berlahan berubah warna.
Langit menjadi lebih gelap, midnight blue. Gumpalan awan hitam itu kian mendekat dan mulai menyebarkan asap-asap hitam. Tak ada yang peduli terhadap perubahan ini. Semua masih saling bergembira dengan melemparkan aneka serbuk warna-warni ke udara.
Rhyn menukik hendak memberitahu kepada siapa saja bahwa sesuatu hal buruk akan terjadi lalu berniat menyuruh siapa saja agar naik ke atas punggungnya untuk menyelamatkan diri. Namun ia tak melihat ada tempat untuk bersandar. Dengan tubuhnya yang besar, ia membutuhkan lahan yang besar. Tapi semua tempat telah penuh oleh masyarakat yang tengah bergembira.
Tepat saat Rhyn hendak mendarat di sebuah lapangan terbuka sebuah gumpalan awan hitam telah berada di atas langit mereka. Seketika awan itu pecah, membelah menjadi bagian yang sangat kecil lalu turun secara cepat.
Rhyn seketika terbang kembali lalu mencoba menghalangi pecahan awan-awan itu, tetapi semakin ia mencoba menghalangi, serbuan awan hitam itu semakin banyak.
Tak lama kemudian, gegap gempita serta suka cita yang baru saja didengarnya berubah menjadi teriakan histeris penuh duka.(*)
Dumai, 27 Oktober 2024
Rosna Deli, seorang perempuan penyuka keramaian.
Komentar Juri, Imas:
Sejak awal cerita ini seakan mampu mendorong pembaca untuk terus mencari tahu ke mana arah ceritanya berjalan. Dimulai dari kisah perdana menteri yang buruk, yang pada akhirnya berhenti, kemudian berakhir pada seekor ikan raksasa penyelamat yang sangat berjasa.
Pada akhir cerita, saya sempat berpikir mungkin si ikan raksasa benar-benar akan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan para penduduk. Rupanya tidak demikian.