Cataclysmic (Cerpen Juara TL 20)

Cataclysmic (Cerpen Juara TL 20)

Terbaik 1 TL 20
Genre Folklore
Cataclysmic
Oleh: Aya

 

“Sesungguhnya, Sigu Tolo adalah sepasang kembar. Ia bintang biru yang selalu terbakar dan lebih panas dari matahari, sedangkan saudaranya mewujud lebih kecil.”

Ono memulai dongeng, delapan anak kecil yang duduk bersila di hadapannya mendengarkan dengan serius.

Itu adalah dongeng turun temurun, yang secara khusus diturunkan kepada seorang Hogon¹ untuk diceritakan kembali pada orang-orang Dogon.

Konon, ribuan tahun silam, nenek moyang suku Dogon yang tinggal di Mesir kedatangan sosok Nommo. Sosok itu turun dari bahtera yang besar, setelah menempuh perjalanan jauh mempelajari alam semesta, ia singgah di permukiman suku Dogon dan mengajari mereka hal-hal terkait benda langit.

Nommo mengajari mereka cara membaca bintang, mempermudah perjalanan migrasi mereka dari Mesir sampai ke Bandiagara–Afrika. Membuat nenek moyang suku Dogon selamat dari perburuan budak yang dilakukan orang-orang Mesir.

“Dan di langit, ada Dana Tolo yang diselimuti oleh gas. Ia memiliki empat pendamping, salah satunya merupakan perempuan yang juga mewujud gugus bintang beruang.”

Ono berhenti bercerita ketika ia kembali teringat akan Marcel Griaule, antropolog ahli berkebangsaan Prancis itu benar-benar terkejut saat mendengar dongeng-dongeng yang ia tuturkan.

Griaule penasaran, bagaimana caranya orang-orang yang bahkan tidak bisa baca tulis seperti mereka tahu Sirius memiliki kembaran. Para ilmuwan bahkan membutuhkan waktu lama untuk memastikan keberadaan Sirius B yang mengiringi Sirius A.

Mereka juga tahu bahwa galaksi Bima Sakti berbentuk spiral, bahwa di langit ada planet bercincin, dan seluruh planet berputar mengelilingi matahari. Lalu, mereka menyatakan bahwa pengetahuan itu sudah diturunkan dari nenek moyang mereka ribuan tahun silam—jauh lebih awal dari ilmuwan mana pun.

Kenyataan bahwa mereka menyampaikan pengetahuan tersebut hanya secara lisan juga mengejutkan Griaule.

“Tuan Hogon, mengapa Nommo membantu kita?”

Seorang anak perempuan bertanya. Tujuh anak lainnya turut menunggu jawaban Ono.

“Apa kalian ingat kata-kata yang diucapkan saat upacara pengorbanan?”

Ono balas bertanya, membuat anak-anak itu kian penasaran dan berusaha mengingat. Beberapa saat setelahnya, mereka serentak menjawab.

“Semoga Nommo dan Lebe² tidak pernah berhenti menjadi hal baik yang sama, semoga mereka tidak pernah memisahkan diri dari jalan baik yang sama.”

Anak perempuan yang pertama kali bertanya akhirnya mengambil kesimpulan, “Aku mengerti. Nommo membantu kita karena dia baik.”

“Benar. Baiklah, sesi bercerita selesai di sini.”

Anak-anak menangguk, segera keluar dari rumah Ono, pulang ke rumah masing-masing.

Setelah itu, Ono memandang langit malam dari jendela. Rumah suku Dogon yang dibangun di tebing tidak hanya membantu saat mengamati musuh, tetapi juga saat mengamati langit.

Sebagai pemuka agama, Ono jelas memiliki kemampuan meramal. Namun, kali ini ia tidak mendapat gambaran apa pun, hanya firasat buruk yang terus menerus menyelimuti hatinya.

Firasat itu datang tepat setelah Griaule mengaku telah menulis buku yang memuat budaya serta pengetahuan rahasia suku Dogon. Buku itu terjual banyak sehingga Griaule mengingatkan Ono tentang orang-orang yang mungkin akan mengunjungi Bandiagara.

Ono menghela napas berat, ia kembali menatap langit saat sekelebat cahaya terang seperti bintang jatuh menarik perhatiannya. Cahaya kebiruan itu melaju menuju wilayah permukiman mereka.

Akan tetapi, tidak ada guncangan atau ledakan sama sekali ketika benda itu mendarat. Ia hanya meninggalkan cahaya biru cerah yang menyelimuti seluruh permukiman.

Ketika Ono tiba di tempat jatuhnya benda itu, ia melihat sosok perempuan–jika boleh disebut begitu–dengan setengah tubuh menyerupai ikan, tetapi masih memiliki kaki yang dilapisi sisik-sisik biru. Bagian atas tubuhnya dilapisi semacam zirah dari sisik-sisik biru tua yang terlihat keras. Kulitnya biru muda dan licin, tangannya berselaput, dan matanya putih tanpa warna setitik pun.

Alih-alih takut, Ono lebih seperti segan melihatnya. Ia menundukkan kepala, nyaris bersujud, seandainya perempuan itu tidak bersuara lebih dulu, “Tidak perlu.”

Kefasihannya berbicara dalam bahasa suku Dogon membuat Ono makin segan, hati-hati ia bertanya, “Nommo … apa kami sudah melakukan kesalahan?”

“Satu-satunya kesalahan kalian hanya memberitahukan keberadaan kami pada orang asing.” Dingin sekali suara perempuan itu, tetapi wajahnya tidak menampilkan ekspresi apa-apa.

Ono membeku, ternyata keputusannya memberi tahu Griaule menjadi dosa besar. Padahal ia hanya menghormati tekad Griaule yang berusaha meneliti budaya suku Dogon–bahkan turut membaur bersama mereka–selama 16 tahun.

Perempuan itu berbicara lagi, “Aku telah menghapus segala hal tentang kami dari ingatan mereka. Jadi, buatlah cerita yang bisa menjelaskan perihal lukisan-lukisan dan patung mengenai kami.”

“Kenapa harus seperti itu, saya bisa memperingatkan mereka untuk menutup mulut,” gumam Ono, begitu pelan hingga nyaris dibuyarkan deru angin.

Akan tetapi, seolah-olah bisa mendengar gumaman Ono dengan jelas, perempuan itu membalas, “Sebab manusia tidak bisa dipercaya. Sengaja aku sisakan kau, itu merupakan bentuk hukuman untukmu”

“Saya mengerti, terima kasih untuk belas kasih Anda ….”

Ono bersujud, kali ini tidak ada pertentangan dari perempuan itu karena ia sudah berjalan menjauh, meninggalkan permukiman beserta seorang Hogon yang dirundung penyesalan.

Begitulah, sejak itu tidak ada lagi sesi bercerita mengenai Nommo dan benda-benda langit. Orang-orang suku Dogon mengenali sosok setengah ular di lukisan sebagai leluhur mereka, sedangkan sosok setengah ikan sebagai Dewi Air yang diciptakan oleh Amma–pencipta alam semesta dalam mitos Dogon.

Jadi, ketika Walter van Beek datang ke Bandiagara dan mulai menanyakan hal-hal terkait pengetahuan rahasia suku Dogon–yang dijabarkan dalam buku Griaule–tidak seorang pun bisa menjawab pertanyaannya. Mereka tidak tahu tentang bintang kembar Sirius atau Saturnus yang memiliki cincin.

Adapun penjelasan mengenai lukisan-lukisan, orang-orang suku Dogon malah bercerita tentang Amma. Bagaimana Amma melempar dua tembikar ke langit yang akhirnya menjadi bulan dan bumi. Juga bagaimana Lebe–yang semula mati–menjelma sosok setengah ular yang menuntun perjalanan nenek moyang dari Mesir ke Afrika.

Melihat hasil wawancara Walter, orang-orang menyimpulkan Griaule membual demi keuntungan pribadi. Hanya Ono yang mengetahui kebenaran, dan ia menjadikan itu rahasia yang dibawa hingga ke dalam kuburnya.***

Kalimantan Tengah, 20 Maret 2023

Catatan kaki:

[¹]Sebutan untuk pemuka agama suku Dogon; yang mengatur segala hal terkait upacara keagaman.

[²]Sebutan untuk leluhur, atau dalam mitos Dogon merupakan leluhur pertama yang diciptakan Amma.

Sigu Tolo: Sirius

Dana Tolo: Jupiter

Aya, pencinta puisi, cerita fantasi, dan dongeng-dongeng absurd. Ia menulis untuk menghindari stress dan menyalurkan hal-hal absurd di kepalanya. Sampai sekarang, gadis ini masih berharap bisa melihat hujan berlian di Saturnus dan membangun rumah di Venus.

 

Komentar juri:

Tampaknya penulis satu ini sudah lama menunggu-nunggu peluang untuk “menerbitkan” naskah ini, dan TL 20 genre folklore adalah kabar baik untuknya. Cerpen ini ada di urutan kedua pengumpulan naskah tercepat. Artinya, si penulis sudah yakin pada kelengkapan cerita dan mantap dengan pilihan-pilihannya. Dan keyakinan itu terbukti. 

Meski terbilang pendek, tetapi cerpen ini mampu memberikan pengalaman membaca yang lengkap. Idenya yang orisinal (paling tidak bagi kami) dan penguasaannya pada latar/setting cerita menunjukkan bahwa penulis sudah menguasai bahan yang telah ia tulis. Kekuatan pada latar itu pun diseimbangkan dengan dramatisasi cerita yang berakhir dengan ironi dan konsep “si pencerita” (tokoh utama) yang digunakan pun semakin mengentalkan nuansa folklore di dalamnya.

Selamat!

—Berry Budiman

Leave a Reply