Merah Jambu (Terbaik ke-10 LCL)

Merah Jambu (Terbaik ke-10 LCL)

Merah Jambu
Oleh: Jemy Narsyh
Pilihan Gambar: Gambar 3
Terbaik ke-10 Lomba Cermin Lokit
#Menerjemahkan_Gambar

 

Biasanya seminggu sekali aku dan Kania duduk santai di pembatas tembok berukuran sedang, yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari rumah. Di sisi pembatas tembok tumbuh pohon nangka yang buahnya tampak lebat dan aroma harumnya sungguh menggoda, membuat siapa pun tak sabar ingin memetiknya. Namun, sayang sekali pohon nangka itu milik Pak Darman yang terkenal garang. Pernah suatu kali sekelompok anak-anak memetik buah nangka yang sudah masak dan ketahuan oleh Pak Darman, beliau langsung memarahi dan menasihati bahwa mengambil milik seseorang tanpa izin itu tidak diperbolehkan. Sejak kejadian itu anak-anak tak ada lagi yang memetik nangka. Sehingga kami bisa bebas berlama-lama duduk di sini tanpa gangguan teriakan-teriakan mereka yang terkadang memekakkan telinga.

Sore ini langit tampak teduh dan semilir angin berembus pelan. Menggerakkan dedaunan yang saling bergesek menimbulkan bunyi gemerisik. Sembari duduk kami bercerita banyak hal. Tentang lelaki, pekerjaan, dan berita-berita kriminal yang akhir-akhir ini kian marak. Setelah meminum boba aku mengeluarkan gawai dan menekan ikon kamera.

“Kania, coba pose yang cantik!”

Kania bergegas memperbaiki cara duduknya dan sedikit merapikan rambutnya yang agak kusut, lalu dia tersenyum. Senyum yang manis dengan lesung pipit di sisi kiri.

Peace, Kania, peace …,” ucapku menunjukan pose.

Sembari tertawa ia mengangkat tangannya membuat tanda peace. Aku tersenyum dengan sikapnya yang mau saja menuruti kemauanku. Setelah mengambil beberapa gambar, kami berswafoto dengan gaya yang sama dan sesekali tertawa kala melihat hasilnya yang lucu ataupun jelek.

“Kania, yang ini bagus, ku-posting di Instagram, ya,” ucapku pada Kania, seraya menunjukkan fotonya.

Kania mengangguk, menyetujui permintaanku. Tanpa menunggu lama foto Kania sudah ter-upload di Instagram lalu aku meletakkan gawai dan kembali meminum boba yang tadi kami beli di persimpangan jalan.

“Bintang, masih ingat dengan Ciko?” tanya Kania, sembari menatapku lamat-lamat.

“Ingat. Lelaki yang suka ngusilin kamu. Pas kamu lagi pakai sepeda dia nutupin mukamu dengan tas terus jatuh ke selokan.”

Kania tertawa mendengar celotehanku, entah di bagian mana yang lucu. Menurutku ceritanya sungguh membuat kesal. Bagaimana tidak? Capek-capek pulang kerja diusilin terus jatuh ke selokan.

“Ha…ha … kamu kalau lihat ekspresi dia saat itu pasti akan tertawa,” ucap Kania sembari memegangi perut menahan tawa.

“Tapi … sejak itu kalian jadi dekat, kan?”

Kania terdiam lalu membenahi rambutnya yang masih rapi, semburat merah tampak di pipinya yang putih kemudian dengan pelan ia mengangguk membenarkan dugaanku. Aku terkejut hampir tak mempercayainya. Bagaimana bisa secepat itu menjadi dekat?

“Beneran?” tanyaku, memastikan bahwa yang kudengar tidak salah.

Kania tersenyum dan mengangguk berkali-kali. Sekelilingku mendadak hening. Jika mereka sudah dekat, kemungkinan, sebentar lagi mereka pacaran. Entah kenapa membayangkan Kania mempunyai pacar membuatku was-was, takut Kania berubah dan persahabatan kami menjadi renggang, atau Kania mengenal lelaki yang sikapnya tidak baik hingga terjerumus ke pergaulan yang salah. Membayangkannya membuatku bergidik ngeri.

“Kenapa, Bin?” tanya Kania, yang melihatku bergidik.

“Pikiranku ke mana-mana pas tahu kamu sama Coki lagi dekat,” ucapku mengutarakan beban yang sedari tadi mengusik pikiran.

“Kami cuman dekat saja, bukan pacaran ataupun menikah. Enggak usah mikir yang jauh-jauh, deh,” tutur Kania, mecoba menenangkanku dengan pemikiran-pemikiran buruk yang berseliweran di kepala.

Aku mengangguk menyetujuinya. “Kalau kalian mau pacaran, aku harus tes dulu si Coki, baik enggak orangnya,” ucapku seraya mengambil gawai dan mengecek notif Instagram.

Kania menggangguk menyetujui, matanya yang bulat dan wajah yang putih itu kian merona kala kutunjukkan komentar Coki di instagram.

“Cantik.”

Palangka Raya 21 September 2022

Jemynarsyh, sedang belajar menulis.

Komentar juri, Berry:

Sepertinya Gambar 3 adalah yang paling sulit untuk diterjemahkan peserta. Sebagian besar penulis tampak berusaha terlalu keras untuk memunculkan konflik serius di tengah-tengah kedua tokoh remaja ini. Padahal yang sampai kepadamu saat melihat gambar ini adalah nuansa yang santai dan akrab. Obrolan yang dekat dengan keseharian remaja putri yang riang dan baru mengenal rasa suka ke lawan jenis. Dan Jemy, penulis cerita, cukup rendah hati untuk menekan egonya dan “menggambarkan” kisah ini dengan apa adanya.

Konflik kecil tentu saja ada, perasaan cemburu si tokoh kepada temannya yang mulai dekat dengan teman lelaki. Dan cara ia memecahkan kegelisahannya pun begitu polos dan tidak muluk-muluk. Menjadi detektif cilik dan menggunakan Instagram sebagai media pengamatan. Respons Coki, si remaja laki (target), pun begitu wajar dan sesungguhnya ia bisa bermakna macam-macam jika dipikirkan.

Lomba Cermin Lokit adalah lomba menulis yang digelar di grup FB Komunitas Cerpenis Loker Kata (KCLK)

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami

Leave a Reply