Pergi
Oleh: Umi Satiti
Hampir satu jam Darto mondar-mandir di emperan toko bunga yang tidak terbuka pintunya. Di ganggang pintu itu menggantung tulisan “TUTUP” pada selembar kertas putih yang dilaminasi. Sesekali dia mengusap layar ponselnya, mencari sebuah nama lantas melakukan panggilan. Sudah berulang kali nomor yang sama dia hubungi, tetapi belum juga mendapat jawaban. Kali ini dia sudah benar-benar gelisah, dilihatnya lagi jam tangan hitam yang melingkar di tangannya.
“Terlambat!” Kali ini Darto menepuk jidatnya sendiri. “Kamu ke mana, Lastri?” gumam Darto.
Satu jam lagi kereta dari Solo ke Jakarta akan berangkat, tapi Darto belum juga bisa menemui kekasihnya untuk berpamitan. Sudah tiga hari Lastri tidak bisa dihubungi, rumahnya juga selalu sepi, dan toko miliknya ini sudah tiga hari pula tutup setiap kali Darto berkunjung.
Tidak pula terlihat keberadaan Mbak Lasmi Jamu, penjual jamu gendong yang biasa mangkal di depan toko Lastri. Mbak Lasmi adalah sumber informasi paling aktual setelah loper koran. Berita apa saja hampir selalu aktual, bahkan yang tidak muncul di koran atau pun siaran berita di televisi.
Darto ingin menyampaikan berita bahagia. Dia diterima kerja di sebuah perusahaan jasa umrah dan travel. Pekerjaan baru ini adalah jawaban dari perjuangan Darto selama bertahun-tahun. Dia telah menghabiskan banyak uang untuk kuliah di Surabaya. Satu tahun setelah lulus kuliah, Darto diterima kerja di perusahaan jasa pariwisata di Kota Bandung. Lelaki berpawakan tinggi dan berisi itu menjadi anak lelaki paling beruntung karena langsung menempati posisi penting di kantornya. Namun, dia dipulangkan usai mengalami kecelakaan yang membuatnya kehilangan tangan kiri. Dia mengalami kecelakaan saat ikut mengantar rombongan konsumennya berlibur ke Bali.
Darto menjadi lelaki paling menyedihkan. Kehilangan pekerjaan, tidak punya penghasilan, beberapa kerabat dekatnya pun tidak lagi peduli padanya. Darto dianggap tidak berguna. Ibunya mengalami depresi atas peristiwa yang menimpa Darto dan meninggal tepat tiga bulan setelah kecelakaan itu. Bapaknya? Darto sudah yatim sejak dia masuk SMP.
Darto mencoba mencari pekerjaan di kampung halaman, tetapi nihil hasilnya. Masalahnya selalu sama, Darto tidak punya tangan kiri. Dia sudah mencoba melamar berbagai pekerjaan mulai dari melamar di perusahaan jasa travel, penjaga toko, agen suplemen herbal hingga tukang ojek. Darto juga bukan orang yang mudah menyerah, pernah dia berjualan bakso, tetapi warungnya tidak laris. Pernah juga berjualan dawet di alun-alun, tetapi hasilnya tidak pernah bisa mengembalikan modal.
Semakin hari Darto bukannya semakin kaya, tetapi justru semakin miskin. Uang yang dia punya selalu habis untuk memulai usaha baru. Sampai suatu hari dia bertemu Lastri dan mendapat pekerjaan dari gadis itu. Lastri kasihan karena tetangganya itu hampir saja tidak punya uang untuk beli makanan. Pernah Lastri mendapati Darto seharian di masjid alun-alun, berharap ada yang memberinya uang sekadar untuk membeli makan.
Setiap hari Darto akan datang ke kebun bunga milik Lastri yang ada di belakang toko kemudian menyiram bunga dan membersihkan kebun. Lastri menyukai cara Darto bekerja. Sejak kedatangan Darto di kebunnya, beberapa karyawan Lastri lebih bersemangat kerja. Mereka juga jarang mengeluhkan pekerjaan yang setiap hari hampir selalu sama. Darto selalu datang tepat waktu, pekerjaannya memuaskan. Bahkan sejak kedatangan Darto, kebun Lastri semakin tampak rapi. Darto tidak hanya pandai bersih-bersih, tetapi juga lihai dalam perkembangbiakan bunga. Lastri sering mengajaknya diskusi perihal pengembangan kebun dan beberapa tanaman bunga yang kemungkinan dapat dikembangbiakkan sendiri.
Lastri jatuh cinta pada Darto. Lelaki itu tidak hanya berjasa banyak untuk kebun bunganya, tetapi juga membuat perubahan besar pada diri Lastri. Gadis itu mulai belajar dari Darto cara mengembangkan tokonya, memikat konsumen, dan yang paling penting adalah Darto berhasil menyadarkan Lastri perihal menghargai kehidupan. Waktu itu, Lastri hampir saja sengaja memotong umurnya dengan menyeberang rel kereta ketika sebuah kereta melaju kencang. Beruntung Darto mendapatinya dan berhasil meraih tangan Lastri. Gagal niat gadis itu mengakhiri hidupnya. Darto juga yang berperan besar menyelamatkan toko Lastri dari kebangkrutan. Lantas perlahan toko bunga milik Lastri kembali berjaya, bahkan lebih besar lagi. Untuk urusan marketing, Darto dapat dibilang juara.
Kedekatan Lastri dan Darto tidak mendapat restu dari keluarga Lastri. Berulang kali Lastri membela Darto, tetapi orang tuanya selalu berhasil mematahkan Lastri. Menunjukkan bahwa Lastri dan Darto tidak pernah sebanding. Darto yatim piatu dan dari keluarga biasa, sementara Lastri berasal dari keluarga yang jauh berkecukupan. Ayah Lastri seorang pembesar partai politik dan ibunya pegawai di kantor distributor kosmetik.
Tiga bulan lalu, Darto melamar Lastri. Namun, kehadirannya justru dipermalukan oleh calon mertuanya. Ayah Lastri mengumpulkan semua tetangga kemudian menunjukkan kelemahan-kelemahan Darto. Mengungkapkan betapa tidak sebandingnya Darto dan Lastri. Darto pulang dengan hati penuh luka, tetapi Lastri berhasil membuatnya kembali berkarisma. “Pergilah, To. Cari pekerjaan di Jakarta. Ada teman yang bisa memberimu pekerjaan di sana. Nanti jika kamu di terima di sana, mungkin hati Ayah bisa menerimamu.”
Mengingat semua kenangan bersama Lastri membuat Darto semakin resah. Tangan Darto menggedor-gedor pintu toko, berharap ada orang dari dalam yang akan membukakan pintunya. Namun usaha Darto sia-sia.
“Tokonya tutup, Mas,” ujar seorang penjual jamu gendong yang kebetulan lewat. Darto menoleh, suara itu tidak asing di telinganya.
“Walah, Mas Darto. Pasti nyari Mbak Lastri, ya?” Darto mengangguk. Dugaan Mbak Lasmi Jamu memang benar. “Pasti kangen ya, To, sudah lama tidak bertemu Mbak Lastri?” Senyum Lasmi seakan menggoda Darto.
“Jelas kangen, Mbak. Sudah tiga bulan tidak bertemu. Aku kangen banget sama Lastri,” ucap Darto.
“Mbak Lastri tidak akan datang hari ini, To.” Mbak Lasmi Jamu meletakkan bakul yang berisi botol jamu dan beberapa gelas. “Masa Darto tidak tahu?”
“Memangnya Mbak Lasmi tahu?” Darto justru balik bertanya.
“Iya jelas tahu, To. Lasmi selalu update berita, apalagi urusan Mbak Lastri yang bapaknya pembesar partai itu.” Lasmi mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecil miliknya. Setelah mengusap layar ponsel dia tersenyum. “Sini, Lasmi ceritakan.” Mbak Lasmi menepukkan telapak tangannya pada lantai tempat duduknya sebagai isyarat agar Darto duduk di sampingnya.
“Mbak Lastri kemarin menikah,” ucap Lasmi. Begitu saja tangan Darto menepuk pundak Lasmi hingga badannya hampir menyenggol bakul jamu di depannya.
“Kalau dibilangin Lasmi, persaya saja kenapa, To?” Lasmi protes sambil mengusap pundaknya sendiri. Dia menahan sakit.
“Sudahlah, To, kamu itu sadar diri. Sudah jelas tidak sebanding dengan Mbak Lasmi, masih saja dikejar. Apa tidak kapok dipermalukan?”
“Darto sudah dapat pekerjaan di Jakarta, Mbak. Pekerjaan yang sebanding dengan keluarga Lastri. Darto jadi manajer di Jakarta, Mbak. Manajer!” Darto menepuk dadanya.
“Jangan mimpi, To. Orang seperti kita itu ditakdirkan hidup susah dan miskin. Bisa makan saja sudah bersyukur, kamu jangan kebanyakan mimpi.” Mbak Lasmi memandang pelanggan jamunya yang sudah tiga bulan tidak bertemu. “Suami Mbak Lastri itu orang kantoran, punya mobil, dan rumah mewah. Nah, kamu?”
“Lastri itu setia orangnya, Mbak. Dia yang menyuruh Darto cari kerja di Jakarta. Dia punya teman di sana. Lastri juga yang bilang kalau Darto masih punya kesempatan menikah dengannya.”
“Kesempatan memang ada, To, tapi nunggu jandanya Mbak Lastri dulu. Ya sudah, kamu mau jamu apa? Hari ini Lasmi traktir, gratis.”
Darto tidak tertarik dengan botol-botol jamu Mbak Lasmi. Padahal dia orang pertama di toko Lastri yang menjadi pelanggan jamunya. Darto masih tidak percaya dengan berita yang dibawa Mbak Lasmi. Selama ini, Lastri selalu menepati janji kepada Darto. Dia ingat betul bagaimana Lastri memperjuangkan Darto di hadapan orang tuanya. Darto juga ingat percakapannya dengan Lastri bulan lalu, kalau Darto boleh datang lagi melamar setelah diterima kerja.
“Mbak Lasmi, setengah jam lagi keretaku berangkat. Tolong bilang kalau berita pernikahan Lastri itu bohong, biar aku bisa berangkat dengan tenang,” ucap Darto.
“Ini kamu minum dulu, biar kamu kuat menghadapi kenyataan!” Mbak Lasmi menyodorkan jamu godhong kates kesukaan Darto.
Darto tidak ingin rejeki gratisan Mbak Lasmi melayang begitu saja. Dia meneguk air hijau itu dalam sekali minum. Kemudian Mbak Lasmi menyodorkan segelas kecil jamu beras kencur sebagai penawar rasa pahitnya.
“Beritanya tidak benar, kan, Mbak?” Darto hampir beranjak tapi Mbak Lasmi berhasil menarik tangannya. Sambil menggoyangkan ponsel yang baru dia ambil dari pangkuan. Darto kembali duduk.
“Ingat, To, berita Mbak Lasmi Jamu selalu akurat.” Lasmi menunjukkan video rekaman acara akad nikah Lastri dengan seorang lelaki yang tampak gagah. Tampak dari dekorasi dan banyaknya tamu, acara itu sangat mewah. Darto jelas tidak sebanding. “Sekarang percaya?”
Darto tidak menjawab. Dia beranjak meninggalkan Mbak Lasmi dan bakulnya yang masih penuh dengan botol-botol jamu. Tampak tangan kanannya mengusap sesuatu dari kedua matanya kemudian dia berlari menuju stasiun.
Lasmi menggelengkan kepala memandang kepergian Darto. Ditulisnya pada story WhatsApp, “Selamat merayakan patah hati, Darto. Pulanglah setelah menjadi juragan!”
Kaaranganyar, 16 Februari 2022
Umi Satiti adalah seorang gadis kelahiran Karanganyar. Tinggal di Desa Kaliwuluh dan saat ini belajar menulis dan berkarya menekuni dunia literasi. Aktivitas harian ketika sore hari mengelola bimbingan belajar untuk anak-anak SD. Sedangkan ketika pagi hari menemani anak-anak berkebutuhan khusus belajar di salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB). Akan sangat menyenangkan jika dapat saling bersilaturahmi di Instagram @galeri_gurumuda.
Editor: Vianda Alshafaq