Mencari Kiki
Oleh: Melati ER
Hutan Lindung terasa sunyi. Semua penghuni takut keluar rumah. Padahal biasanya di saat cahaya matahari pagi menembus sela-sela dedaunan, sudah ramai kicau burung dan para monyet yang berlompatan dari dahan ke dahan sambil mengeluarkan suaranya yang riuh.
Namun tidak untuk dua hari ini. Semua penghuni hanya keluar rumah dengan sembunyi-sembunyi. Begitu pun beberapa hewan yang harus mencari makan untuk keluarganya. Bila salah melangkah, bisa menghilang.
“Bu, mau ke mana? Di luar sangat berbahaya,” ujar Bebei, anak tertua dari Babay si Bajing.
“Ibu keluar sebentar, mau ambil biji-bijian untuk makan kalian,” jawabnya sembari melompat ringan.
Sementara di sekitar semak, dekat pohon besar di mana Babay tinggal, terlihat Kiki, seekor kancil sedang berjalan sembunyi-sembunyi sambil sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan dari balik pohon. Ia takut dengan suasana hutan yang mencekam.
“Apa yang sebenarnya terjadi, ya? Kalau seperti ini, bagaimana caranya bisa menyeberang ke hutan sebelah untuk bertemu keluargaku?” gumam Kiki sembari terus berjalan perlahan.
“Hai … Ki. Pelan-pelan melangkahnya! Jangan mengeluarkan suara!” bisik Babay yang berdiri di dahan dekat kancil yang sedang merunduk.
“Duh, kamu mengejutkan aku, Bay!” seru Kiki sambil mengerutkan dahinya. Kamu mau apa ke sini mengikuti aku?” tanya Kiki nyaris berbisik.
Babay tidak menjawab pertanyaan tersebut, justru ia makin mendekat ke tempat Kiki berada, hingga Kiki pun beringsut tak ingin ada yang melihat saat berbincang dengan Babay.
“Apa yang terjadi di Hutan Lindung, sih?” tanya Kiki berbisik yang terlihat hanya gerakan bibir dan raut wajah cemasnya.
“Sssttt … semua hewan tidak berani keluar, mengapa kamu tidak pulang saja!” jawab Babay menyuruh Kiki untuk kembali ke rumahnya.
“Aku itu mau pulang, tapi ketika melewati hutan ini jadi bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Katanya banyak hewan yang hilang dan tidak ada yang tahu mereka itu ke mana?” sahut Kiki dengan berbisik.
“Aku juga tidak tahu, baru dua hari keadaannya seperti ini, bermula dari Kokom, keluarga kelinci dan Ambek, keluarga kambing, mereka menghilang setelah bertemu dengan sesuatu yang belum jelas. Hingga sekarang belum ada kabar tentangnya. Kami semua merasa takut.
“Baiklah, aku akan kembali ke rumah temanku di hutan ini. Nanti setelah aman baru menyeberangi hutan untuk menemui keluargaku.”
Kiki pun kembali beringsut menuju ke tempat seekor monyet bernama Momon, teman baiknya. Sedangkan Babay melanjutkan mencari biji-bijian.
***
Dengan jalan perlahan, Kiki berusaha mencapai rumah Momon. Sebenarnya bila berjalan normal bisa cepat sampai, tetapi karena takut ada yang mengintai, ia harus mengatur cara berjalan sambil bersembunyi dari semak satu ke semak lainnya, serta selalu waspada.
“Coba kemarin mau mendengarkan kata Ibu yang melarangku ke rumah Momon, mungkin sekarang aku di rumah dan berkumpul bersama ayah, ibu, dan saudaraku,” bisiknya dalam hati menyesal telah mengabaikan pesan ibunya.
Krek …!
Ada suara ranting yang patah terinjak sesuatu yang berat. Kiki pun melebarkan telinganya, berusaha mendengar dari mana asal suara itu. Tiba-tiba ada sesuatu yang besar berbulu sudah ada di hadapannya. Kiki ingin berteriak, tapi lupa caranya berteriak. Lututnya sudah gemetar, mulut pun tak bisa terbuka.
Kiki sangat ketakutan. Ia terus berjalan mundur menghindar dari yang berbulu besar itu, yang terus berjalan mendekatinya. Tiba-tiba ada yang menarik tubuhnya. Kiki sangat terkejut dan akhirnya pingsan.
Tanpa sepengetahuan Kiki, Babay sempat melihat kejadian itu. Ia terkejut, tapi tidak bisa membantu Kiki. Setelah hewan berbulu itu pergi, ia tidak melihat Kiki. Seolah hilang seperti kisah hilangnya Kokom dan Ambek.
Babay segera kembali ke rumah dan melarang anak-anaknya keluar rumah, karena ia baru saja melihat Kiki hilang oleh hewan berbulu. Cerita tentang Kiki hilang pun menyebar ke seluruh hutan seperti pesan berantai. Hingga sampailah berita itu ke telinga ibunya Kiki. Ia pun menangis dan merasa kehilangan putrinya.
Tangisan ibunya Kiki yang pilu, terdengar oleh bu seekor burung nuri. Ia pun sedih dengan hilangnya Kiki. Kemudian ia terbang ke hutan sebelah untuk mencari kebenaran cerita tentang para hewan yang hilang karena ada hewan tinggi dan berbulu berkeliaran mencari mangsa.
Sementara itu, Momon, sahabat Kiki, merasa sedih dan berkeinginan untuk mencari tahu keberadaan Kiki.
Burung nuri yang bernama Nunung tidak sengaja bertemu dengan Momon yang sedang mencari jejak Kiki.
“Mon … apa yang kamu lakukan?”ujarnya setelah mendekat.
“Eh, kamu Nung. Iya, aku lagi melihat ke mana sesungguhnya Kiki, karena menurut Babay, hewan berbulu itu pergi tidak membawa tubuh Kiki. Jadi, ada kemungkinan Kiki tidak dimangsa.”
Akhirnya keduanya menelusuri jejak Kiki.
“Apa bisa kita menemukan jejaknya, Mon?”
“Bisa saja Kiki tanpa jejak, Nung. Bila dibawa terbang. Selama ia perginya sambil berjalan, tentunya akan meninggalkan bekasnya, apalagi tidak ada hujan,” jelas Momon dengan menyibak dedaunan kering yang menghalanginya.
Ketika sedang sibuk mengendus jejak langkah Kiki, tiba-tiba muncul Miti, seekor tikus tanah. Ia menjelaskan bahwa sempat melihat kancil berjalan ke arah gua yang berada di dekat air terjun bersama Kakek Kura.
Momon dan Nuri langsung menuju gua tersebut . Semula mereka tidak menemukan siapa pun di dalam gua. Namun, beberapa menit kemudian Kakek Kura datang bersama Kiki dari arah air terjun.
Mereka pun senang, bisa bertemu. Kemudian Kiki menceritakan bagaimana diselamatkan Kakek Kura dari serangan seekor orang utan yang tengah mengamuk, karena sempat kehilangan anaknya. Kini orang utan itu sudah bertemu dengan anaknya dan berkumpul kembali dengan orang utan lainnya.
Tentang Kokom dan Ambek yang hilang, ternyata mereka pergi bersama untuk hijrah ke pinggir hutan agar mudah berkebun. Hutan Lindung sesungguhnya aman. Mereka pun tertawa bahagia. Setelah berterima kasih dengan Kakek Kura, Kiki pun pamit pulang serta berjanji dalam hatinya, akan selalu mematuhi pesan ibunya.
Bumiku, 13 Januari 2022
Melati ER. Penulis yang suka dengan anak-anak. Kegemarannya menulis cerita anak, karena memberi pesan moral kebaikkan untuk mereka.
Editor: Imas Hanifah N
Gambar: Pixabay