Syifa
Oleh: Mii
Cuaca yang panas terik tak membuat langkah seorang anak kecil terhenti. Dia terus saja berjalan menyusuri jalanan kota sembari membawa sebuah karung. Matanya yang awas selalu memperhatikan pinggiran jalan mencari botol-botol atau gelas plastik. Tak jarang dia menemukan barang yang menurutnya masih bisa dipakai terbuang begitu saja. Bukan ingin mencurinya, tetapi bukankah barang itu sudah dibuang? Jadi, tak ada salahnya jika dia mengambilnya. Sesekali dia akan berhenti di depan sebuah tempat sampah, lalu membongkarnya untuk mencari botol dan gelas plastik.
Hari ini, hampir di sepanjang jalan, anak perempuan kecil itu tak mendapatkan satu pun botol atau gelas plastik. Keringat terlihat menetes dari kening dan pelipisnya. Akhirnya, anak itu memutuskan untuk beristirahat sebentar ketika dilihatnya ada masjid sekitar 100 meter di depannya. Sesampainya di sana, dia memilih untuk duduk di luar batas suci karena merasa tubuhnya kotor. Merasa jika dirinya tak pantas masuk ke dalam masjid yang bersih.
Pandangan gadis cilik itu mengedar, memperhatikan sekeliling masjid yang terlihat sangat asri. Jarang dia menemukan sebuah masjid yang dipenuhi dengan banyak tanaman. Meski tumbuh di dalam pot, tetapi tak mengurangi keasriannya. Di samping kanannya terdapat sebuah pohon yang sangat besar serta rindang dan hanya pohon itu saja yang berdiri kokoh di atas tanah. Di sebelah kirinya, gadis tersebut melihat sebuah area parkir. Tak begitu luas memang, tetapi mampu menampung beberapa mobil dan motor. Kemudian, pandangan anak itu beralih ke dalam masjid. Bangunan yang hanya satu lantai itu dibagi menjadi beberapa bagian. Satu bagian untuk tempat salat pria dan lainnya untuk wanita. Di tempat salat wanita, terdapat sebuah gantungan dan rak untuk mukena. Kemudian, ada meja kecil di sisinya untuk menyimpan Al-Qur’an. Terlihat juga ada satu ruangan kecil di bagian luar masjid. Ruangan yang diperkirakan oleh gadis cilik tersebut sebagai kamar untuk istirahat pengurus masjid. Tak jauh dari ruangan itu, terdapat sebuah tempat wudu dan kamar mandi pria. Lagi-lagi, matanya menangkap adanya tanaman di sana. Bahkan pembatas yang memisahkan keduanya pun tanaman. Beralih ke sisi lain, dia melihat sebuah tempat wudu dan kamar mandi wanita. Sedikit berbeda dengan tempat pria, di tempat tersebut justru di kelilingi oleh tanaman. Seolah-olah tanaman itu menjadi sebuah tirai yang melindungi bagian dalamnya agar tak ada seorang pun yang dapat melihat dari luar.
Puas melihat sekelilingnya, anak perempuan kecil itu mengarahkan kembali pandangannya ke depan. Kemudian, dia menunduk dan mengambil tas kecil usang yang terselempang di badannya. Diambilnya Al-Qur’an kecil yang selalu dibawanya bersama sebotol air minum.
“Eh, iya! Syifa, kan, harusnya ambil air wudu dulu.” Gadis bernama Syifa itu menepuk kening, kebiasaannya saat melupakan sesuatu. “Tapi, badan Syifa kotor. Boleh gak ya kalau Syifa tetap ambil air wudu?”
Gadis cilik itu sedikit termenung seakan-akan memikirkan jawaban dari pertanyaan yang sulit dipecahkan. “Gak apa-apa, deh, wudu aja. Allah, kan, tahu kalau Syifa mau baca Qur’an.” Setelah menjawab sendiri pertanyaannya, gadis tersebut memasukkan kembali Al-Qur’an ke dalam tasnya. Ia mulai berdiri dan beranjak menuju tempat wudu. Tak lama setelah mengambil air wudu, Syifa kembali ke tempatnya duduk tadi dan mulai membaca ayat suci Al-Qur’an.
Tak terasa waktu telah berlalu. Syifa yang terlarut saat membaca Al Qur’an tersadar ketika mendengar suara azan, menandakan waktu Asar tiba. Gadis itu menyudahi kegiatannya, lalu menutup Al-Qur’an dan memasukkannya kembali ke tas. Syifa pun berdiri, menatap ke dalam masjid. “Syifa mau ikut salat berjemaah juga, tapi Syifa boleh ikut gak, ya? Badan Syifa kotor, sedangkan kata Ibu kalau mau salat harus bersih.” Gadis itu bergumam lirih, bimbang.
“Kamu kenapa diam di sini, Nak? Gak mau ikut salat?” tanya seorang wanita berjilbab lebar yang menghampiri Syifa karena melihat gadis cilik itu hanya berdiam diri di depan masjid.
“Syifa mau ikut salat, tapi Syifa kotor. Kata Ibu kalau Syifa mau menghadap Allah harus bersih,”
Wanita berjilbab itu tersenyum mendengar perkataan Syifa. “Gak apa-apa kalau mau salat. Kamu cuci muka dan tangan saja dulu dengan sabun, lalu wudu.”
“Boleh seperti itukah?”
“Insyaallah, gak apa-apa,” jawab wanita berjilbab tersebut seraya mengusap kepala Syifa dengan lembut. “Ayo, sana cepat cuci muka, tangan, dan wudu. Sebentar lagi salat mau dimulai.”
Dengan cepat Syifa mengangguk dan segera berjalan ke arah kamar mandi. Ketika dirasa telah bersih, Syifa pun mengambil wudu. Kemudian, dia mengambil tempat di belakang untuk salat berjemaah.
***
Pagi ini adalah kesekian kalinya Syifa berdiri memandang bangunan di depannya. Bangunan yang berisi anak-anak seusianya dan terlihat sedang berlarian kecil saling mengejar. Ada juga beberapa anak yang lebih besar darinya saling mengobrol sembari berjalan ke gedung dengan banyak ruangan yang bersisian. Kemudian, pandangannya beralih ke beberapa orang yang berjalan sambil membaca buku. Melihat semua itu, Syifa hanya tersenyum hambar. Pemandangan yang setiap pagi sering dilihatnya ketika melewati tempat ini selalu membuatnya merasa iri. Dia ingin juga seperti mereka. Dirasa cukup melihat, Syifa pun melangkah pergi.
Tanpa Syifa sadari, ada seorang wanita berjilbab lebar berwarna biru muda melihat Syifa sedang menatap ke bangunan sekolah miliknya. Wanita berjilbab itu sedikit mengernyitkan keningnya saat dia merasa tak asing dengan anak kecil tersebut. “Di mana, ya, aku pernah melihat anak itu? Seperti baru kemarin aku lihat.”
Mata wanita berjilbab tersebut melebar menunjukkan jika dia mengingat sesuatu. “Oh! Dia, kan, anak kecil yang kemarin itu.”
“Tatapan anak itu seperti ingin sekali bisa sekolah. Semoga nanti aku bisa bertemu dengannya lagi,” lanjutnya seraya berlalu menuju ruangannya.
Syifa yang berjalan meninggalkan bangunan yang ditatapnya tadi, sesekali menoleh ke belakang. Dari raut wajahnya benar-benar terlihat jika gadis cilik itu ingin sekali bisa bersekolah. Akan tetapi, keadaan ekonomi yang serba kekurangan membuat dia tak dapat lagi merasakan bangku sekolah. Keadaan yang makin memburuk mengharuskannya berhenti mengenyam pendidikan.
“Syifa pengen bisa sekolah lagi, ya Allah,” pintanya dengan lirih.
Hari telah beranjak sore ketika Syifa menginjakkan kakinya di halaman masjid yang kemarin disinggahinya. Azan Asar berkumandang tepat ketika Syifa baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu langsung menuju tempat wudu dan setelahnya masuk ke tempat salat bagian wanita. Begitu menyelesaikan salat sunahnya, tak lama suara ikamah terdengar.
Suara salam terdengar pertanda jika salat telah selesai. Di saat orang-orang mulai beranjak pergi begitu salat telah selesai, berbeda dengan Syifa yang masih terlihat khusyuk dalam berdoa. “Ya Allah, Syifa pengen banget bisa sekolah lagi. Tapi, Syifa juga gak mau maksa ibu dan ayah buat bisa nyekolahin Syifa lagi.”
Suara Syifa yang meski terdengar pelan dan lirih, nyatanya mampu membuat seorang wanita berjilbab lebar menoleh ke samping kanannya. Dari suara Syifa yang sangat lirih, dapat wanita itu pastikan jika Syifa sangat ingin bisa bersekolah lagi. Akan tetapi, terhalang oleh keadaan ekonomi yang kurang. Sembari menunggu Syifa selesai berdoa, wanita berjilbab itu memasukkan mukena dan sajadah miliknya yang telah dilipat ke dalam tas.
“Nak,” panggil wanita berjilbab itu saat dilihatnya Syifa telah selesai berdoa dan sedang melipat mukena.
“Ya,” sahut Syifa menoleh ke arah samping kirinya. “Ada ap,a ya?”
“Masyaallah!” Wanita berjilbab tersebut terkejut setelah melihat Syifa. Dia tak menyangka jika anak yang dilihatnya tadi pagi adalah anak kecil di sampingnya ini.
“Maaf, ada apa ya, Bu?” tanya Syifa sekali lagi. Suara Syifa yang masuk dalam pendengaran wanita berjilbab tersebut membuyarkan keterkejutannya.
Wanita berjilbab itu tersenyum melihat Syifa. “Maaf yaa, tadi saya gak sengaja denger saat kamu lagi berdoa. Tadi, saya denger kalau kamu pengen banget bisa sekolah lagi, ya?”
“Iya, Bu. Tapi … Syifa gak bisa maksain keinginan Syifa buat sekolah lagi, Bu,” jawab Syifa dengan wajah yang terlihat sendu. “Dulu bisa sekolah cuma sampai kelas tujuh aja, Syifa udah bersyukur, Bu.”
“Kalau misal ada yang ngasih kamu kesempatan buat bisa sekolah lagi, kamu mau gak?”
“Mau banget, Bu.” Syifa menjawab dengan mata yang berbinar bahagia.
“Terus kalau misal kesempatan buat kamu bisa sekolah lagi itu akhirnya datang, kamu mau sekolah sampai apa?” tanya wanita berjilbab itu lagi. “Mau sampai SMA atau kuliah?”
“Syifa bisa tamat SMP aja, udah bersyukur, Bu,” jawab Syifa. “Seenggaknya nanti Syifa bisa ngelamar jadi buruh dan bisa bantu ibu sama ayah.”
“Kalau ada yang ngasih kesempatan buat sekolah sampai sarjana, kamu mau?”
“Mau banget, Bu,”
“Kamu mau gak mulai minggu depan sekolah lagi?” Wanita berjilbab itu bertanya sembari menatap lembut gadis kecil di depannya ini. “Tapi, sebelum masuk, saya mau tahu kemampuan kamu dulu. Harus mengulang dari kelas tujuh atau bisa langsung naik ke kelas delapan.”
“Hah? Gimana, Bu?” Wajah terkejut Syifa memperlihatkan jika gadis kecil tersebut tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
Wanita berjilbab yang melihat ekspresi wajah Syifa sedikit terkekeh. Merasa lucu dengan anak kecil di hadapannya ini. Setelah berhasil meredakan kekehannya, wanita berjilbab tersebut menjelaskan pada Syifa jika dia adalah penerus sebuah yayasan sekolah milik orangtuanya. Yayasan yang terdiri dari SD, SMP, dan SMA.
“Jadi, gimana? Kamu mau?” tanya wanita berjilbab tersebut. “Kamu gak usah memikirkan biayanya. Kamu juga bisa bersekolah hingga sarjana.”
“Kalau kamu mau, hari ini juga saya ikut pulang ke rumah kamu. Nanti biar saya yang menjelaskan ke orangtua kamu,” lanjutnya.
Tanpa pikir panjang lagi, Syifa segera mengangguk. Syifa merasa jika ini adalah jawaban dari semua doanya. Senyumnya yang lebar memperlihatkan betapa bahagianya Syifa.
“Terima kasih, ya Allah. Engkau telah mengabulkan keinginan Syifa.”
Sudut Hati, 12 Februari 2022
Rizki Nur Ismi dengan nama pena Mii adalah seorang penggemar KPop sejak 2008. Gadis yang lahir tanggal 14 Februari ini seorang yang menyukai coklat, nasi goreng, menulis dan hobi membaca. Selain menulis, ia juga aktif berkegiatan di Extraordinary ARMY (@xarmy.official) sub unit dari komunitas Extraordinary Korean Wavers (@xkwavers). IG : @myun17
Editor: Vianda Alshafaq