Marriage Is Not A Wedding

Oleh : Zuyaa

Judul : Three Sisters

Penulis : Seplia

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2017

Cetakan : Pertama

ISBN : 978-602-4010-4

Jumlah Halaman  : 226

Bagi Rera, jodoh adalah hal krusial. Dia memiliki standar yang tinggi sehingga belum menikah di umurnya yang sudah matang.

Bagi Gina, menikah adalah penjara. Dia baru mengetahui hal itu setelah hidupnya dihabiskan dengan mengurus keluarganya.

Bagi Yumi, belum memiliki anak setelah bertahun-tahun menikah adalah hal menyedihkan. Dia makin tertekan karena mertuanya gencar menanyakan hal tersebut.

Tiga saudari ini menginginkan kehidupan yang berbeda, bahkan rela melepas apa yang mereka miliki. Namun, mereka tak menyadari bahwa kehidupan mereka mungkin diinginkan oleh orang lain.

**

Lihat cover-nya, aku langsung membayangkan kalau itu adalah tangan tiga saudara dalam cerita ini. Mereka sedang minum bersama, memegang gelas kopi di atas meja seraya berpikir cara terbaik menyelesaikan masalah mereka. Aku suka sama konsepnya, bukan sekadar cover, tapi punya makna.

Ketebalan kertas dan kejelasan tulisan dari penerbit ini sudah tidak perlu kita ragukan lagi ya.

Novel ini punya cara bercerita yang unik. Dalam setiap bab kita akan disuguhkan dengan tiga bagian cerita, setiap bagian bercerita tentang Rera—si sulung, disambung dengan kisah hidup Gina—anak tengah, dan diakhiri dengan jalan kehidupan Yumi—si bungsu. Dan cara bercerita ini tetap bertahan sampai part terakhir, kecuali prolog dan epilog.

Untuk penokohan dalam novel ini kuat, walau mengangkat tiga gadis sebagai tokoh utama, tapi si penulis pintar sekali, karena setiap tokoh itu punya emosi dan karakter yang berbeda-beda. Dan karena ini cerita tiga saudara, semua sifat mereka menggambarkan kedudukan mereka dalam keluarga. Seperti Rera, walau jomlo dan tak tahu dunia pernikahan, tetapi dia selalu menjadi orang yang paling keras pada adik-adiknya untuk memandang pernikahan sebagai hal yang sakral. Karakter Gina sebagai anak kedua tergambar sebagai orang yang suka kebebasan, dan Yumi—si bungsu—lekat dengan sifat melankolis. Ya, cengeng dan selalu perlu dikuatkan.

Dalam novel ini, kalimat demi kalimatnya sederhana, tak banyak metafora dan tak perlu diksi yang aduhai. Semuanya pas. Jangan terkejut saat membaca novel ini karena lebih banyak dialog ketimbang narasi. Padahal, aku tipe pembaca yang suka dengan narasi panjang atau setidaknya narasi dan dialog yang seimbang, tetapi novel ini pengecualian. Dialog dalam novel ini efektif: berisi informasi dan mampu menunjukkan emosi sang tokoh.

Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari cerita ini. Mari kita bahas dari segi tokoh satu per satu.

Pertama, dari Rera aku belajar tentang arti kata ketulusan. Sesempurna apa pun kriteria yang kita mau, tapi saat hati yang memilih, maka siapa yang bisa menolak? Aduh, kalimatku di sini sok asyik banget, ya? Ha-ha-ha. Karakter Rera yang cukup keras itu menurutku sangat pas bersanding dengan karakter Xian yang apa adanya, cuek, tapi tulus.

Kedua, dari Gina dan suaminya—Gale, aku belajar arti pentingnya menyemai perasaan di setiap harinya. Aku ingat ucapan Gale saat dia meminta maaf karena tak bisa membuat Gina jatuh cinta setiap harinya sehingga sang istri merasa bosan bahkan muak dengan kehidupan pernikahan mereka.

Ketiga, dari Yumi aku belajar tentang pentingnya arti kata komitmen dan saling percaya pada pasangan. Mau sebesar apa pun gelombang yang menghadang, tapi kalau kapal yang digunakan besar dan kuat, tentu akan siap dan tetap kokoh berlayar.

**

Apakah novel ini memiliki kelemahan? Tak ada yang sempurna, Sayang.

Halaman 26 ada kata yang kurang spasi.

Diamengecup >> Dia mengecup.

Kebanyakan dialog tag. Kalau percakapan hanya terjadi antara dua orang, cukup diberi dialog tag pada bagian awal. Ini sih seleraku ya.

Halaman 109 awal kalimat tidak kapital.

nggak semudah itu >> Nggak semudah itu.

Di halaman 131 ada salah pengetikan, menghasutn >> menghasut.

Penggunaan kata jengah yang tidak sesuai. Contoh pada halaman 12 >> jengah diabaikan >> sebal karena diabaikan.

***

Tanah Borneo, 9 Januari 2022

Zuyaa, seorang gadis kelahiran Banjarmasin dan merupakan si maniak film dan buku.

Editor : Rinanda Tesniana

Grup FB KCLK

Halaman FB kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply