Sarapan Bergizi
Oleh: Titien Widighazali
“Anak-anak, besok kalian akan disuntik vaksin. Jangan lupa sarapan yang bergizi, ya!” Pesan Bu Indah sebelum pulang sekolah.
Teman-temanku mengeluh, bahkan ada yang menjerit karena takut disuntik. Aku takut tidak bisa sarapan bergizi. Ibuku hanya bisa memberikan lauk tempe dan sayur setiap hari. Bagaimana ini? Yang dimaksud makanan bergizi pasti ada lauk ayam, ikan, telur, dan susu. Aku pernah melihatnya dalam buku pelajaran. Namanya empat sehat lima sempurna. Aku ingin bertanya pada Bu Indah, bolehkah sarapan hanya dengan tempe? Namun, aku takut dan malu.
Sampai di rumah, kulihat Ibu sudah menyiapkan makanan. Sepiring nasi, bakwan, dan sayur bayam. Meski bosan dengan lauknya, tapi aku tetap makan banyak. Sebab aku lapar sekali.
“Bu, besok di sekolah ada suntikan vaksin,” laporku sambil mengunyah bakwan.
“Oh, ya, syukurlah,” jawab Ibu singkat.
“Tapi, Bu, besok pagi kata Bu Guru harus sarapan yang bergizi.”
Ibu hanya mengangguk dan tersenyum.
Ah, ibu pasti tidak tahu makanan bergizi. Buktinya tidak pernah membeli. Dulu waktu masih ada Bapak, makan kami enak. Kadang telur, kadang ayam, kadang ikan. Sayangnya Bapak sudah dipanggil Tuhan. Sedangkan Ibu cuma bisa jadi buruh cuci. Pasti gajinya sedikit sekali.
Malamnya, aku tidak bisa tidur. Ibuku malah sudah mendengkur, mungkin kecapaian. Aku gelisah memikirkan esok hari. Apa aku bolos saja? Tapi itu tidak mungkin! Kata Bu Indah, semua anak harus masuk. Kalau ketahuan bolos, akan disuntik dua kali. Ngeri, ‘kan?
Paginya, aku dibangunkan Ibu. Seperti biasa, Ibu menyodorkan segelas air putih. Aku segera meminumnya, lalu ke kamar mandi. Selesai berganti baju seragam, aku tidak melihat ada makanan di meja.
Aku juga tidak melihat Ibu. Rupanya Ibu pergi, saat aku mandi. Aku terpaksa berangkat. Tanpa sarapan, tanpa pamitan. Karena sudah jam setengah tujuh, aku takut terlambat ke sekolah. Jarak sekolah dari rumahku cukup jauh.
Benar saja. Baru saja aku meletakkan tas, bel masuk berbunyi.
“Anak-anak, kalian sudah sarapan semua ‘kan?” tanya Bu Indah.
“Sudah, Bu,” jawab teman-temanku serempak.
Aku cuma diam, tapi hatiku deg-degan. Bagaimana nanti kalau aku pingsan? Sekarang saja perutku sudah keroncongan.
Sambil menunggu petugas kesehatan datang, kami diberi wejangan. Kami tidak boleh takut divaksin, karena untuk kesehatan. Tiba-tiba aku merasa mual, badanku keringatan. Aku menceritakan keadaanku pada Ilham.
“Bu, Bani sakit,” lapor Ilham pada Bu Indah. Bu Indah segera mendekatiku.
“Apanya yang sakit, Bani?” tanya Bu Indah sambil menempelkan telapak tangannya ke dahiku. Aku hanya menggelengkan kepala.
Tiba-tiba perutku berbunyi lagi. Kali ini terdengar oleh Bu Indah.
“Kamu belum sarapan, ya?” kata Bu Indah lembut.
Aku hanya mengangguk lesu. Terdengar pintu diketuk dari luar. Ternyata ibuku.
“Maaf, Bu. Mau mengantarkan sarapan buat Bani. Tadi dia buru-buru, tidak sempat sarapan,” kata ibuku sambil menyerahkan bungkusan plastik.
“Ya, Bu. Kebetulan vaksinnya belum dimulai,” jawab Bu Indah. Ibuku pun pamit pulang sambil tersenyum padaku.
“Nih, Ban, dihabiskan, ya! Ibumu sampai bela-belain nganter sarapanmu ke sekolah, loh,” kata Bu Indah sambil menyerahkan bungkusan.
Aku pindah duduk paling belakang, kebetulan ada bangku kosong. Sebenarnya aku malu kalau laukku dilihat teman-temanku. Paling tempe atau bakwan. Sial, teman-temanku malah membuntutiku.
“Pergi sana!” usirku. Namun, mereka tetap tidak beranjak dari tempatku. Terpaksa aku buka pelan-pelan nasi bungkus itu.
“Wuih, enak tuh!” teriak Ilham.
Mataku terpana melihat lauk yang dibawakan Ibu. Ada ayam goreng krispi, dan sayur wortel, kol, sama irisan bakso. Ini benar-benar makanan bergizi! Aku makan dengan lahap.
Ibuku memang hebat! Beliau selalu tahu yang aku mau. Terima kasih, Bu.(*)
Demak, 22 Desember 2021
Titien Widighazali, seorang ibu yang sehari-harinya disibukkan mengurus rumah tangga. Terkadang mencuri waktu untuk membaca dan menulis. Belajar sepanjang hayat adalah mottonya.
Komentar juri, Nuke Soeprijono:
Cerita ini diawali dengan pengumuman suntik vaksin yang akan diadakan di sekolah dan anjuran Bu Guru untuk sarapan bergizi terlebih dahulu. Umumnya anak-anak, biasanya mereka akan khawatir dan takut jika disuntik, seperti yang dirasakan oleh teman-teman Bani.
Akan tetapi, tidak dengan bocah itu, ia malah khawatir jika ibunya tidak bisa menyiapkan menu sesuai dengan apa yang diyakininya selama ini tentang makanan bergizi, dan sempat berprasangka buruk dengan ibunya.
Penuturan yang lugu dan terkesan apa adanya khas anak-anak, berhasil ditulis dengan cukup baik oleh penulis. Ditambah dengan kejutan di akhir cerita, menjadikan cermin ini mempunyai nilai tambah, manis, dan melegakan.
Lomba Cermin Lokit adalah lomba menulis yang digelar di grup FB Komunitas Cerpenis Loker Kata (KCLK)
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata