Oleh : Yati Ertuğrul
Bias kekuningan dari lampu taman menerpa orang-orang yang berdiri di depan sebuah rumah megah berlantai dua. Seorang pria yang memakai setelan serba hitam dan memakai jam tangan Rolex di tangan kirinya tampak memasuki sebuah mobil setelah mencium seorang anak lelaki kecil.
“Dadah Papa ….” Anak lelaki berkaus putih dan bercelana denim selutut itu melambaikan tangannya.
Wanita berambut pendek dan berkacamata yang berdiri bersama dua anak perempuan di sebelah kiri menatap tajam ke arah lelaki kecil setelah mobil berjalan meninggalkan halaman rumah.
Anak lelaki kecil segera beringsut mundur, menghampiri wanita cantik berambut panjang dan memegang tangannya. Tanpa bicara, mereka segera pergi ke kamar belakang.
“Bu, aku tak suka di sini,” ucap lelaki kecil setelah memasuki kamar. “Aku mau tidur di kamar atas,” tambahnya. Ruangan sempit dengan satu tempat tidur berukuran kecil dan sebuah kipas angin yang tergantung di dinding itu terlihat pengap karena tanpa jendela.
“Sabar, Cah Bagus. Untuk mendapatkan madu, kita memang harus siap digigit tawon.” Sang ibu menjawab.
Anak lelaki itu bergeming. Detik selanjutnya, dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur berseprai batik. Dalam sekejap, matanya telah terpejam.
Tengah malam, si anak terbangun dari tidurnya. Dalam redupnya lampu tidur, dia mengucek mata saat melihat sang ibu duduk bersila di lantai dengan rambut terurai dan telapak tangan menyatu di depan dadanya.
**
Di sore hari yang mendung dengan awan menggumpal dan kilat yang sesekali menyambar, sebuah mobil hitam memasuki gerbang rumah berlantai dua.
Seorang lelaki turun dari mobil dan langsung disambut lelaki kecil yang berlari menghampirinya. Keduanya berpelukan, lalu berjalan sambil bergandengan tangan menuju ruangan dengan sofa beludru berwarna marun yang memilikiq ukiran berwarna emas. Sebuah lukisan karya Basuki Abdullah tergantung di dinding.
“Pah, anak haram itu apa?” Lelaki kecil bertanya sambil mendongak kepada Pria berjam tangan Rolex.
“Dari mana kamu dengar tentang anak haram?” Pria berjam tangan Rolex berhenti, kemudian menatap anak lelaki yang digandengnya.
“Mama Rita suka panggil aku begitu, Pah.”
Rahang pria berjam tangan Rolex mengeras. “Ritaaa!” teriaknya dengan suara lantang.
“Kenapa, sih, Pah, manggil Mama pakai teriak begitu?” Wanita berambut pendek berjalan menuruni tangga.
“Kemuning!” Lagi, pria berjam Rolex berteriak. “Kamu ikut ibumu dulu ya, Nak.”
Wanita berambut panjang setengah berlari menghampiri lelaki kecil dan segera menggendongnya. Dia segera membawanya masuk ke kamar di lantai dua.
“Apa yang kamu bilang pada Arsyanendra?” Lelaki berjam tangan Rolex menatap tajam ke arah wanita berambut pendek.
“Apa ada yang salah?” Tangan wanita berambut pendek bersedekap di dada. “Katakan padaku, di mana letak kesalahannya!”
Suara gemuruh hujan yang turun di luar rumah bersamaan dengan lelaki berjam tangan Rolex yang memuntahkan amarahnya. Hampir saja tangannya melayang ke pipi wanita berambut pendek, tetapi suara anak perempuan mengurungkannya.
“Papa jahat!” teriak anak perempuan yang memakai gaun berwarna biru sambil berlari memeluk wanita berambut pendek. Tak ketinggalan, anak perempuan berbaju merah muda menyusul di belakangnya.
Pria berjam tangan Rolex segera pergi meninggalkan rumah setelah berteriak memanggil sopirnya. Kini, mereka telah memelesat dengan mobil hitam yang belum selesai dicuci oleh lelaki yang biasa memotong rumput.
Di dalam rumah, wanita berambut pendek segera menggedor pintu kamar wanita berambut panjang. Tampak jari tangan wanita berambut pendek menuding tepat ke mata wanita berambut panjang sambil mengucapkan sumpah serapah.
Wanita berambut panjang hanya diam, tak menjawab sepatah kata pun. Muka wanita berambut pendek makin merah, lalu tangannya melayang ke pipi wanita berambut panjang, meninggalkan jejak merah di sana. “Seharusnya, aku biarkan kau mati di pinggir jalan sejak dulu!”
**
Malam Selasa, wanita berambut panjang tersentak dari tidurnya. Dia melihat lelaki kecil yang tidur pulas di sampingnya. Kemudian, dia duduk bersila di lantai sambil mengatupkan kedua tangan di depan dadanya.
Sepuluh menit kemudian, darah muncrat dari mulut wanita berambut panjang. Dia mengerang sambil memegangi lehernya. Tubuhnya menggelinjang sebelum akhirnya diam, tak bergerak dengan mata melotot.
***
Mersin, 15 Desember 2021
Yati Ertuğrul, ibu satu anak penyuka senja, dan sedang belajar merangkai aksara.
Editor : Rinanda Tesniana
Gambar : https://pin.it/3lngKUi
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata