Liburan
Oleh: Melati ER
Aku paling suka jalan-jalan untuk mengisi waktu luang. Kebetulan di tempatku bekerja, terdapat peraturan libur di hari Sabtu dan Minggu. Hal itu sangat menyenangkan. Berbeda ketika bekerja di kantor lama, libur itu hanya pada hari Minggu dan tanggal merah saja, sesuai kalender. Untunglah dapat tawaran kerja di tempat baru ini, waktu kerja cukup lima hari dalam seminggu, sehingga membuatku tak jenuh dan selalu bersemangat dalam melakukan rutinitas.
Agenda minggu ini aku bersama lima teman cewek kantor, berlibur sebagai jomlo, alias tidak membawa keluarga. Sepulang kerja di hari Jumat, kami pun berangkat ke Sukabumi. Agar tidak repot, kami meminta pihak penyelenggara acara mempersiapkan semua keperluan. Mulai dari tenda, makanan, hingga acara seru-seruannya, termasuk menyediakan susu cokelat hangat untuk kami nikmati bersama di malam hari nanti.
Setelah dua jam perjalanan dengan menggunakan mobil travel yang menjemput kami, sampailah rombongan di tepi hutan tempat berkemah. Mbak Ida, selaku pemandu acara dari penyelenggara, meminta kami segera berkumpul di lokasi tenda yang sudah diberi nama, sesuai nama grup kami, JOMLO. Ternyata di tempat itu sudah ada dua grup lain, masing-masing grup mempunyai pemandu acara yang berbeda.
Malam hari pun tiba. Tadi sore, Mbak Ida sudah membacakan apa saja jadwal acaranya dari Jumat malam hingga hari Minggu siang. Sebagai malam perkenalan dan keakraban, maka jadwal malam ini adalah menikmati makanan bakar-bakaran berupa ubi, singkong, jagung dan ketan bakar ala mereka. Minuman pun tidak kalah enak, ada bandrek dan susu cokelat hangat.
Ini pengalaman pertamaku berlibur di alam bebas. Liburan ini membuat perasaanku bercampur aduk. Ada senang, ngeri dan takjub. Suasana malam sangat dingin dan gelap, hanya penerangan dari lampu minyak yang disediakan. Tidak ada bulan purnama seperti cerita-cerita horor yang kubaca tentang bulan purnama. Malam pekat ini, kami hanya berlindung di dalam tenda di hutan. Kadang terlintas rasa ngeri ada hewan yang akan mengganggu. Namun, mencoba berpikir positif dengan mendengarkan suara hewan malam. Ada suara jangkrik, suara kodok dan suara menyayatnya burung hantu. Hal itu mengundang pesona untukku yang tidak pernah hidup di pedesaan.
Sayangnya, saat api unggun menyala dan asapnya membumbung di udara, membuatku merasa sesak. Aku pun berkali-kali terbatuk. Akhirnya aku terpaksa masuk tenda dan tidak bisa menikmati makan sambil melingkari api unggun. Lastri, teman yang satu tenda denganku, mengantarkan ubi dan ketan bakar ke tenda dan kami pun makan terpisah dari rombongan.
Sebenarnya aku kasihan kepada Lastri. Karena menemaniku, dia tidak menikmati api unggun dan keseruan bercanda bersama teman-teman yang lain. Meski begitu, bila kuperhatikan, Lastri pun terlihat senang bersamaku. Mungkin dia pun tidak menyukai bau asap.
Sesungguhnya terdengar sayup suara azan Subuh saat aku masih tertidur, tapi enggan untuk segera bangun melaksanakan salat Subuh. Justru saat itu ada keseruan lain. Ketika Lastri bangun pagi dan akan salat Subuh. Dia membuka tenda dan mendapati seekor ulat bulu berwarna hijau yang besar menempel tepat di kain tenda yang dipegangnya. Sontak dia berteriak histeris. Aku yang semula enggan bangun karena dingin, langsung melompat dari sleeping bag. Kukira ada harimau di depan tenda.
Setelah aku melihat Lastri yang berteriak sambil mengepalkan kedua tangannya yang ditempelkan ke pipi dengan mata terbelalak menahan jijik dan takut, aku pun melangkah, memberanikan diri untuk membuang ulat tersebut. Sementara Lastri tetap berteriak hingga membangunkan teman lainnya.
“Apaan, sih? Berisik banget!” seru Inge.
“Duh, biasalah, Lastri. Kalau enggak teriak, nanti berubah macho kayak kita,” balas Dita sambil tertawa dan malas beranjak.
Aku hanya bisa menggeleng dengan ketidakpedulian mereka kepada temannya. Untung saja hanya ulat bulu, bagaimana kalau harimau yang hadir? Apakah masih dibuat bercandaan?
Setelah tragedi ulat bulu tersebut, alhamdulillah tidak ada lagi yang mengejutkanku. Selebihnya kita semua senang berkemah dan menikmati acara yang disajikan oleh pemandu wisata. Kecuali setiap api unggun menyala sebagai penghangat tubuh, sembari melingkar dan saling bercerita, terpaksa aku berada di dalam tenda saja.
Hingga ketika akan pulang, tepat pukul tiga sore, ada seorang gadis yang menemuiku di depan tenda. Katanya tinggal di dekat tendaku. Namanya Rusmi. Ia berterima kasih, karena aku dan Lastri tidak membuat gaduh. Anehnya, di sekitar tendaku tidak ada gubuk atau rumah. Aku dan Lastri saling berpandangan dengan bulu kuduk yang mulai berdiri. Tercium bau wangi yang aneh di sekitar tenda. Baru saja aku ingin memberi sesuatu kepadanya, ternyata dia sudah menghilang. (*)
Bumiku, 15 Novembar 2021
Melati ER, penyuka warna ungu dan senang menulis cerita anak. Berharap tulisannya bisa menginspirasi dan menyebarkan aura positif untuk anak-anak Indonesia. Bisa ditemui melalaui Facebook: Melati Fortune.
Editor: Imas Hanifah N
Gambar: Pixabay
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/me.jadi penulis tetap di Loker Kata