Rumah Baru yang Menyenangkan
Oleh : Atika
Pagi ini cuaca cukup cerah. Pak Bejo pulang dari mencari rumput untuk kedua kambingnya. Ia hanya membawa sedikit rumput segar untuk Bandot dan Mono. Hal itu memang disengaja karena ia hanya membutuhkan sedikit rumput hari ini.
Pak Bejo mengambil rumput yang baru diperolehnya dan menaruhnya di kandang. Bandot dan Mono langsung menyerbunya karena lapar. Bandot adalah kambing jantan berbulu hitam, berbadan besar, dan gemuk. Sedangkan Mono adalah kambing betina berbulu coklat yang kurus.
Pak Bejo senang sekali melihat kedua kambingnya makan dengan lahap. Ia kemudian masuk ke rumah untuk membersihkan diri dan mandi. Melihat itu Bandot langsung mendorong tubuh Mono hingga terjatuh.
“Sudah cukup makanmu!” perintah Bandot dengan muka yang sangar. Mono hanya bisa pasrah atas sikap sahabatnya. Sebenarnya ia masih lapar tetapi tidak berani melawan Bandot. Hanya dengan sekali seruduk maka ia pasti langsung kalah.
“Tubuhmu kan kuruuus… jadi tidak perlulah makan yang banyak,” sindir Bandot sambil tetap mengunyah rumput.
Sejak kedatangan Bandot di kandang itu, Mono selalu merasa tertindas. Bandot selalu ingin menang sendiri dan rakus. Jatah rumput yang diberikan Pak Bejo hampir ia makan semua. Hanya sedikit saja yang diberikan untuk Mono.
“Kau selalu begitu, tidak baik makan terlalu banyak,” nasihat Mono kepada temannya sambil menghempaskan napas.
Perkataan temannya tidak pernah ia hiraukan. Nasihat itu justru membuatnya semakin sombong. “Coba lihat tubuhku ini, bersih dan gemuk. Pak Bejo juga sangat menyayangiku.” Badot menanggapi ucapan Mono dengan sinis.
Setelah makan sampai kekenyangan, Bandot akhirnya tertidur pulas. Inilah kesempatan Mono untuk memakan rumput yang masih tersisa. Setidaknya rumput itu bisa mengganjal perutnya yang terasa lapar. Keadaan ini sudah berlangsung lama dan Mono selalu sabar menghadapi sikap temannya.
Tidak lama berselang, Pak Bejo membuka kandang. Ia kemudian mengeluarkan Bandot dan Mono. Sebuah mobil pick up sudah siap di depan rumah untuk membawa mereka. Kedua kambing itu pun bertanya-tanya ke mana Pak Bejo akan membawa mereka.
Beberapa menit perjalanan akhirnya mobil berhenti. Mereka tiba di sebuah pasar hewan yang sangat ramai. Rupanya Pak Bejo ingin menjual kedua kambingnya. Bandot dan Mono pun merasa takut. Entah apa yang terjadi pada mereka sesudah ini.
Melihat tubuh Bandot yang besar dan gemuk. Banyak pembeli yang ingin membeli. Namun harga yang mereka inginkan tidak sesuai dengan penawaran dari Pak Bejo.
Pak Bejo akhirnya menjual Bandot pada seorang ibu yang bersedia membeli dengan harga yang disepakati Pak Bejo. Jual beli berlangsung dengan lancar. Pak Bejo sangat gembira. “Terima kasih sudah membeli kambing saya, Bu,” ucap Pak Bejo.
Ibu tersebut tersenyum. “Sama-sama, Pak. Saya juga senang mendapat kambing yang gemuk. Kambing ini pasti menghasilkan daging yang banyak untuk pelanggan sate saya,” jawab ibu tersebut.
“O… Ibu berjualan sate. Semoga satenya laris manis ya, Bu,” ujar Pak Bejo.
Mendengar hal itu Bandot sungguh ketakutan. “Tidaaak! Jangan jadikan aku sate!” teriak Bandot dengan keras. Ia ingin melepaskan diri dari tali yang mengikat tubuhnya. Namun sayang ikatan itu terlalu kuat. Ibu tersebut meminta bantuan kuli pasar untuk membawa Bandot ke dalam mobil. Bandot tak bisa berkutik lagi, ia akhirnya dibawa oleh ibu penjual sate.
Mono merasa kasihan melihat bandot, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukakan. Kini tinggal ia dan Pak Bejo. Sedari tadi belum ada yang berminat membeli Mono. Pak Bejo hendak membawa Mono pulang namun seorang anak laki-laki mendekatinya. “Bolehkah aku membeli kambing itu dengan uang segini?” tanya seorang anak berusia sekitar 11 tahun yang bernama Somad.
Pak Bejo melihat anak itu sekilas, pakaiannya tampak lusuh. Uang yang ia tunjukkan sedikit kurang dari harga yang Pak Bejo mau. Namun seharian berada di pasar, tak seorang pun bersedia membeli Mono yang bertubuh kurus.
“Ehm… baiklah kamu boleh membawa kambing ini,” ucap pak Bejo.
Somad tampak sangat gembira. “Terima kasih Pak,” jawab Somad sambil menyerahkan uangnya. Ia kemudian membawa Mono pulang bersamanya.
Rumah Somad ternyata jauh dari pasar. Mereka telah berjalan lama namun belum juga sampai. Mono menikmati perjalanan itu walaupun lelah. Sudah lama ia hanya terkurung di dalam kandang. Setiap ada rumput atau dedaunan hijau, Somad membiarkannya makan sepuasnya. Mono juga minum dari air sungai yang segar.
Beberapa minggu kemudian tubuh Mono tak lagi kurus. Meskipun tinggal di kandang yang kecil, Somad selalu merawat dan memberinya makan yang cukup. Hatinya juga selalu senang karena tidak ada yang menindasnya lagi. Rumah baru Mono benar-benar nyaman dan menyenangkan.(*)
Banjarnegara, 6 Desember 2021
Atika Khilmiyati, wanita kelahiran Kota Gudeg yang menghabiskan masa kecilnya di tepi hutan tropis Kalimantan Barat. Ibu dari Farzan Atharizz Chalief dan Fazila Sheza Nahilah ini pernah menempuh pendidikan PGSD di UNY dan UNNES. Kegiatan sehari-harinya adalah mengajar di SD Negeri 5 Purwanegara. Dia menyukai menulis cerita anak sesuai profesinya. Penulis dapat ditemui di facebook atikakhilmiyati dan instagram atikakhilmiyati.
Editor : Uzwah Anna
Gambar : https://pin.it/5MOPoqq
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kobtributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata