Jelaga Jiwa
Oleh : Yati
Pandanganku terpaku pada seorang gadis yang sedang mengajar anak-anak mengaji. Perempuan ayu berkerudung biru itu menyimak bacaan muridnya satu per satu dengan sabar. Riuh canda anak didiknya tak dihiraukannya. Sesekali, dia tersenyum menampakkan lesung pipinya. Ah, seandainya ….
Pikiranku melayang pada kejadian dua puluh tahun yang lalu. Aku yang kebingungan dan hampir putus asa karena hamil di luar nikah, akhirnya memutuskan untuk memberikan bayi yang masih ada di kandungan kepada sepasang suami istri yang tidak memiliki keturunan. Aku seperti menemukan solusi setelah semua usaha untuk menggugurkannya sia-sia.
“Bu ….” Suara pemilik warung yang kusinggahi menarikku ke alam nyata. “Saya perhatikan, sudah dua minggu ini, Ibu setiap hari datang ke warung saya dan melihat ke masjid. Ibu kenal sama mereka yang ada di masjid?”
“Oh, enggak, kok, Pak. Saya cuma suka lihat anak-anak,” jawabku berbohong. “Saya pesen es teh manis satu lagi ya, Pak.”
“Siap, Bu.”
Warung mi ayam yang terletak di depan masjid ini tidak terlalu ramai. Hanya ada dua meja kayu dan bangku panjang. Akan tetapi, aku justru menyukainya. Dari sini, teras masjid terlihat jelas dan aku leluasa untuk memandang orang yang ada di sana.
Jam telah menunjukkan pukul lima lewat sepuluh menit. Saatnya untuk pulang. Aku bergegas menelepon ojek langganan agar menjemputku. Tak berselang lama, pria berjaket hitam dan bercelana jin datang menghampiriku. Kami segera berangkat.
Di rumah, aku mempunyai usaha laundry. Seorang janda beranak dua kupercaya untuk mengelolanya. Dia akan datang pagi hari, lalu pulang setelah pekerjaannya selesai. Selain rajin, perempuan bertubuh gemuk itu juga sangat perhatian padaku. Aku yang sudah tidak memiliki orangtua merasa beruntung karena mengenalnya.
“Mbak, kok baru pulang? Belum minum obat juga. Udah makan belum?” Wanita yang memakai bergo abu-abu itu menyodorkan segelas air putih dan sekantong obat.
“Bi, aku bosan minum obat terus.”
“Enggak ada bosen-bosenan. Pokoknya minum. Mbak harus sehat lagi seperti dulu!”
“Bibi … besok lusa bisa nemenin aku kemo, kan?”
“Insyaallah bisa, Mbak.”
Aku bergegas menuju kamar tidurku setelah meminum obat. Saat membuka jilbab, aku menyadari bahwa kepalaku telah botak di beberapa bagian. Aku menghela napas. Rambut hitam dan panjang yang dulu kubanggakan kini tak ada lagi. Wajah yang dulu cantik berseri sekarang penuh keriput dan pucat.
Dulu, aku begitu bangga hidup dalam kubangan dosa. Setiap malam, tubuhku bak piala bergilir yang akan pindah dari satu pelukan lelaki ke lelaki yang lain. Kesenangan dan materi menjadi tujuan hidupku. Hingga akhirnya diagnosa dokter mengubah segalanya. Aku menderita kanker serviks. Penyakit yang merupakan titik balik dalam hidupku. Hadirnya adalah hukuman sekaligus teguran untukku.
“Mbak ….” Ketukan di pintu menyadarkanku dari lamunan.
“Iya, Bi. Masuk aja.”
“Mbak, apa enggak sebaiknya Mbak bicara pada putri Mbak dan orangtua angkatnya?” Bi Siti duduk di sampingku.
“Aku takut, Bi. Aku juga malu pada anakku.” Aku menunduk.
“Kenapa harus takut, Mbak?” Bi Siti mengelus pundakku.
“Aku takut dia tidak bisa menerima kenyataan ini, Bi. Aku takut jiwanya akan terguncang kalau tahu bahwa ibunya adalah pelacur.” Air mata mulai menetes di pipiku. “Aku bukan ibu, Bi. Aku adalah monster bagi anakku sendiri. Bayangkan, Bi, bila Bibi ada di posisi anakku. Apa Bibi bisa menerimaku?” Aku bicara dengan bibir bergetar. Dadaku sesak, gumpalan sesal serupa batu besar seakan-akan menindihku. Air bening dari mataku makin deras mengalir.
Bibi Siti memelukku erat. Ada hangat yang menyusup ke dalam hatiku. Tangannya mengelus punggungku, berusaha menguatkanku.
“Bi, apa aku masih pantas dimaafkan?” Aku mengurai pelukan.
“Bertobatlah, Mbak,” ujar Bi Siti sambil mengelus kepalaku.
Sudah setahun lebih sel kanker menggerogoti tubuhku. Aku lelah, pasrah jika Tuhan akan mengambil nyawaku. Namun, setitik harap masih bersemayam dalam jiwa. Aku ingin mendapatkan pengampunan dari anakku sebelum ajal menjemput.(*)
Mersin, 6 November 2021
Yati Ertuğrul, Ibu satu anak penyuka senja.
Editor : Rinanda Tesniana
Gambar : https://pin.it/4rOEXHs
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata