Alex
Karya: Kim Hana
“Maukah kau jadi pacarku?”
Satu pertanyaan dari Alex membuatku bimbang beberapa hari ini. Bayangkan saja, dia yang digadang-gadang sebagai cowok populer di sekolah dengan mudahnya mengatakan cinta kepadaku: gadis yang berpenampilan apa adanya, bukan pula keturunan anak orang kaya sepertinya.
“An, terima nggak, ya?” Satu pertanyaan kulontarkan pada sahabatku.
Kami berdua sedang menggunakan waktu istirahat di kantin. Tempat yang enak untuk sekadar berbincang atau menggosip dengan teman.
“Putuskan pelan-pelan saja, Wi. Tanya pada hatimu. Kamu siap nggak pacaran sama cowok terganteng di sekolah ini? Pikirkan juga kemungkinan dan risiko apa yang bakal terjadi ke depannya. Kan, kamu tahu, banyak cewek yang naksir sama dia.”
Aku hanya mengangguk setuju. Tak henti kuaduk es campur di hadapan, tetapi pikiran entah melayang ke mana. Terlalu sulit untuk menjelaskan bagaimana perasaanku saat ini.
“An, aku terima aja, gimana?”
“Kamu siap, Dew?”
“Siap nggak siap, sih. Mau gimana lagi, aku nggak bisa nolak pesona si Alex.”
“Ya udah, terserah kamu,” ucap Andin cuek. “Tapi, kamu serius percaya sama dia? Gak mau cari tahu dulu, dia beneran suka nggak sama kamu?”
Ada ragu yang tiba-tiba menelusup dalam dada. Benar juga, ya, kata Andin. Ah, sial! Mikirin cowok itu malah membuatku mendadak pusing.
Aaargh!
“Udah, lanjutin makan dulu. Bentar lagi waktu istirahat selesai.” Andin menyuruhku segera menyantap es campur yang kupesan tadi, tetapi nafsu makanku telah berkurang. Aku memutuskan mengajaknya untuk kembali ke kelas.
Dua jam kami dihadapkan mata pelajaran akhir, tetapi otakku tetap tak bisa fokus. Di kepala seakan-akan terisi penuh tentang Alex. Sampai-sampai beberapa kali terkena lemparan spidol dari Pak Yasin, guru mata pelajaran Fisika di kelas. Aku hanya menunduk sembari memegangi kepala yang terasa sakit.
Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi, para siswa-siswi dalam kelas saling berhamburan ke luar. Aku dan Dewi memilih keluar paling akhir. Selain malas berdesakan, aku juga berharap Alex ke sini mencariku.
Ternyata feeling-ku tepat, terlihat dari sini Alex berjalan menuju kelasku.
“Pulang bareng, yuk!” ajaknya dengan menggandeng tanganku.
Aku melirik Andin sekilas dan ia memberiku kode dengan anggukan agar aku menerima tawaran Alex. Setelahnya, ia berpamitan untuk jalan duluan. Sebenarnya terasa cangung saat kami hanya tinggal berdua. Untung saja, Alex bisa mencairkan suasana.
“Yuk, jalan! Jangan bengong mulu, ntar kesambet.”
Aku pun hanya nyengir mendengar celotehnya. Akhirnya, kami berdua berjalan beriringan menuju tempat parkir.
Awalnya aku mengira anak-anak lain sudah pulang, karena ruang di sebelahku terlihat sepi. Akan tetapi, di depan perpustakaan masih ada siswa siswi berkumpul. Nyaliku pun menciut. Pasti mereka akan menertawakanku.
Baru saja aku membatin, ternyata apa yang kupikirkan benar terjadi.
“Heh, Lex. Ngapain ngajakin pulang si cupu?” Dea—gadis populer di sekolah bertanya sembari menatapku dari ujung kaki ke ujung kepala. Tatapannya begitu sinis dan memandang rendah.
Ingin sekali aku berbalik badan dan pulang, tetapi Alex menahan dengan menggenggam erat tangan ini.
“Lex ….”
Dea mencoba mencegah Alex. Namun, Alex bersikap bodoh amat dengan mengabaikannya, memilih tetap melanjutkan langkah bersamaku. Ah, hari ini, hatiku benar-benar dibuat bahagia olehnya. Segala pikiran ngatif tentangnya langsung berubah menjadi positif.
“Kenapa kamu mengabaikan Dea tadi? Bukannya dia lebih segala-galanya dariku?” Aku bertanya saat kami sudah berada di atas motor, membelah jalanan.
“Orang kalau nggak suka. Mau gimana lagi?”
“He–he–he … kan, aneh aja cowok keren kayak kamu nggak suka sama Dea. Cewek cantik dan populer di sekolahan.”
“Cinta enggak butuh pandangan fisik, Wi. Semua itu tumbuh dari hati.”
“Heh, lagaknya udah kayak orang dewasa aja.”
“Ya, kan, sebentar lagi kita juga udah mau lulus sekolah. Udah dewasa kali.”
“Hemmm ….”
Hatiku menghangat seketika karena mendengar jawaban Alex. Pantas saja banyak yang mengidolakannya, termasuk aku. Sepanjang perjalanan, aku senyam-senyum sendiri, berpikir bahwa inilah cinta pertama yang akan membekas di hati.
Tak terasa, perjalanan lima belas menit berjalan singkat. Kami sudah sampai di depan rumahku. Aku pun segera turun, tetapi sebelum masuk Alex melontarkan tanya seperti tadi pagi.
“Wi, kamu mau, ‘kan, jadi pacarku? Aku janji bakal jagain kamu.”
Aku pun tersenyum dan mengangguk. Alex telah berhasil membuatku merasakan indahnya cinta, hingga hatiku terasa berbunga-bunga dibuatnya. (*)
Kaki Lawu, 16 November 2021
Kim Hana. Wanita kelahiran Jawa penyuka drakor.
Editor: Dyah Diputri
Pict sourch: https://pixabay.com/id/photos/pria-kesendirian-laut-malam-2915187/