Mutiara
Oleh: Ummu Ayyubi
Di rerimbunan sebuah kebun, empat remaja lelaki sibuk memungut jambu air yang berjatuhan.
“Udah, Tio. Udah banyak ini, turunlah!” teriak salah seorang di antara mereka sambil mendongak. Mulutnya penuh dengan jambu air.
“Jangan dihabiskan.” Samar terdengar jawaban dari atas pohon.
“Awas kalian, kalau aku tidak kebagian, meskipun pohon ini milik nenekmu, Rul,” lanjut Tio, berusaha mencari dahan termudah untuk pijakan. Bibirnya tersenyum saat menemukan yang dicari. Dengan dengan gerakan enteng dia segera merosot turun.
Baru saja menjejakkan kaki di tanah, anak yang dipanggil Arul berteriak, “Kabur, cepat! Ada Mbah Minah!”
Keempat temannya semburat melarikan diri. Kresek berisi jambu air tertinggal di bawah pohon. Anak bernama Tio bahkan masih mengatur napas dan menyeimbangkan tubuh. Ia terlongong-longong melihat temannya meninggalkan dirinya. Mulutnya ingin memanggil dan meminta penjelasan, tetapi urung, demi melihat seorang nenek bungkuk berjalan tertatih ke arahnya. Di tangannya sepotong kayu diacungkan.
“Ada yang tidak beres, nih. Awas kalian, ya,” gumamnya gemas, tak ada keinginannya untuk lari. Ia menunggu sampai Nenek bungkuk tiba di hadapannya.
“Hmm, maling jambu, dasar anak nakal, kalian bisa ijin dulu kalau mau jambu,” omel wanita tua itu. Tatapannya menyelidik kepada anak di depannya.
“Tapi, saya bukan maling,” jawab Tio berani.
“Eh, berani membantah. Memang jambu itu milikmu?”
“Bukan, tapi jambu ini milik nenek Arul. Dia yang ngajak saya ke sini.”
“Arul?” Nenek itu terdiam sejenak. Kemudian terkekeh, “Oalah, Le, kamu dibohongi bocah tengil itu. Kebun ini milikku, dan aku tidak punya cucu yang namanya Arul.”
Wajah anak itu berubah, tampak malu sekaligus kesal. Ia telah dibohongi.
Awas, kalian, batinnya sebal.
“Saya … saya minta maaf, Nek. Saya benar-benar tidak tahu,” sesalnya.
“Ya wes, ndak apa-apa. Jangan diulangi lagi, ya.”
Remaja tanggung itu mengangguk.
“Siapa namamu, Cah Bagus?”
“Tia, Nek … Tiara.”
“Loh, kamu itu perempuan, toh?” Wanita tua itu kaget. “Mangkane tak sawang, cah lanang kok rupane ayu.”
Tiara meringis. Bergegas melangkah pergi setelah pamit pada pemilik kebun. Ia pura-pura tak mendengar kala si nenek meneriakinya untuk membawa kresek jambu yang tertinggal.
Oh, malunya, bila kresek jambu itu dibawa, ia benar-benar merasa seperti maling dengan barang jarahan di tangan. (*)
September 2021
Ummu Ayyubi. Adalah seorang ibu rumah tangga yang suka membaca. Lahir lima puluh satu tahun yang lalu dan saat ini tinggal di Surabaya. Keinginannya adalah menjadi seorang yang bermanfaat untuk sesama meski sedikit.
Editor: Dyah Diputri
pict source:
https://pixabay.com/illustrations/girls-children-babies-vintage-3703587/