Buntu

Buntu

Buntu

Oleh : Sri Wahyuni

 

Aku meletakkan ponsel yang kupegang sejak tadi. Otakku buntu, tidak tahu harus menulis apa untuk tugas kali ini. Kolom Google Document baru yang sejak tadi kubuka terpaksa kututup lagi, padahal sudah hampir deadline. WhatsApp grup sudah ramai oleh komentar teman-teman yang mendapatkan terompet tanda sudah mengumpulkan tugas. Aku menghela napas, sambil menyedekapkan tangan mengusir dingin, rayuan selimut hangat pun tak kuhiraukan. Dengan tekad aku harus menemukan sesuatu yang bisa kutulis.

Aku duduk bersandar pada tembok yang kuberi bantal, sambil menatap langit-langit rumah berharap menemukan inspirasi. Sesekali melihat suami yang masih tenggelam dalam zikir paginya selepas salat Subuh. Sementara ketiga anakku masih terlelap, sengaja belum kubangunkan karena aku masih ingin berteman sepi. Pintu kamar kami yang saling berhadapan memudahkanku melihat mereka yang masih pulas. Hanya si Bungsu yang terbangun sebentar minta ditemani ke kamar mandi lalu ia melanjutkan tidur kembali.

“Kenapa bengong, Mah?” Aku menoleh, rupanya suami sudah selesai zikir pagi. Gegas kuhampiri suami dan mencium punggung tangannya takzim sambil melengkungkan senyum termanis menanti jatah pelangi pagi ini. Aku memejamkan mata sambil menyunggingkan senyum, menantikan pelangiku, rutinitas subuh hari selama sepuluh tahun menikah. Sebuah kecupan di dahi, lalu berpindah ke mata kanan kemudian kiri, pipi kanan kemudian kiri yang terakhir kecupan manis di bibir ditutup dengan pelukan hangat penyemangat hari.

“Mikirin apa? Kenapa pagi-pagi sudah bengong?” Suami kembali mengulang pertanyaan yang belum kujawab tadi, tangannya mengelus punggungku.

“Tugas menulis Bi, otakku buntu gak tau mau nulis apa,” jawabku sambil mengurai pelukan. Suami hanya menanggapi dengan ooo panjang.

“Bangunin anak-anak, sudah pagi.”

“Ok, Bosku”

Aku beranjak membangunkan anak-anak, artinya kegiatan pagiku saatnya dimulai. Diawali menjerang air untuk membuat kopi pahit kesukaan suami. Pernah kutanya, kenapa Abi suka kopi pahit? Jawabannya membuatku senyum sendiri, karena manisnya sudah di kamu, katanya. Hatiku pun jadi berbunga-bunga seketika. Wanita mana yang tidak melayang, apalagi kata rayuan itu tidak lagi gombal dan diucapkan oleh kekasih halal.

Selanjutnya menanak nasi di magic com yang sudah kupastikan tombolnya berada di posisi cook—karena pernah kelupaan, ketika mau sarapan nasinya masih mentah. Sambil menunggu nasi matang, aku menyetrika seragam anak-anak dulu. Sudah dua minggu ini mereka masuk sekolah dengan syarat taat protokol kesehatan. Alhamdulillah, pembelajaran tatap muka selama tiga hari dalam seminggu cukup signifikan mengurangi tingkat stres emaknya. Anak-anak bahagia bisa kembali masuk sekolah dan bisa bertemu teman-temannya. Emak juga tidak kalah bahagia karena terbebas dari beban tugas daring anak-anak yang entah bagaimana selalu membuat emak berubah jadi singa jika menyuruh mereka belajar dan mengerjakan tugas.

Menu sarapan selalu dengan lauk yang praktis, hari ini menunya ayam goreng tepung dengan saus mayo. Nasi matang, lauk pun sudah siap. Kemudian anak-anak sarapan, kecuali si Bungsu. Dia asyik membantu abinya mengelap motor yang akan dipakai mengantar dua kakaknya ke sekolah, sementara aku menyiapkan bekal. Karena masih pandemi selama di sekolah anak-anak tidak diizinkan membeli jajan waktu istirahat agar tidak terjadi kerumunan. Tepat pukul tujuh pagi anak-anak berangkat diantar abinya, karena pembelajaran dimulai pukul 07.30 sampai 10.30.

Rumah seketika sepi, karena si Kecil ikut mengantar kakaknya ke sekolah. Niat hati duduk selonjoran sambil membuka Google Dokumen, namun urung demi melihat rumah berantakan. Akhirnya aku lanjut mengambil sapu sambil merapikan buku-buku dan sobekan kertas yang berserak. Sampai teras melihat tanaman sayur di halaman depan melambai minta disiram, akhirnya aku pegang selang dulu.

Selesai beberes, suami dan si Bungsu pulang. Rumah kembali heboh dengan celotehnya yang masih berusia empat tahun. Sekarang waktunya menyiapkan sarapan sesi kedua. Sementara si Bungsu asyik dengan video offline di Youtube Kids, saatnya aku menemani suami sarapan. Goreng tempe mendoan kesukaannya lalu membuat sambal bawang, tidak lupa lalapan. Makan sepiring berdua sambil ngobrol apa saja, alhamdulillah.

Setelah sarapan, penginnya nulis, tapi berbelok saat melihat aplikasi hijau dan biru, logo pesawat kertas juga menggoda iman. Akhirnya istirahat pagi habis buat scroll-scroll status, dan melihat apakah episode baru drama on going sudah di-up. Kegiatan yang tidak begitu berfaedah itu baru berhenti ketika pak suami sudah duduk manis di tempat jahit sambil menyalakan mesin. Saatnya bekerja. Pesanan kaus memang harus segera selesai supaya bisa lanjut mengerjakan pesanan berikutnya. Usaha konveksi kecil-kecilan ini sudah kami mulai sejak kami awal menikah, berawal dari membuat hasduk pramuka yang dijual online, dan sekarang  menerima pesanan kaos dan baju lapangan.

Ia duduk di kursi lalu menekan tombol on, suara bising mesin jahit high speed pun dimulai. Spotify pun juga ikut dinyalakan, berpadu dengan bising mesin high speed sesekali ditingkahi suara canda tawa dan nyanyian kami yang jauh dari merdu semakin membuat semarak pagi kami. Lalu, apa kabar tugas menulis? Sebentar dulu. Hahaha! (*)

Purwosari, 15 September 2021

 

Sri Wahyuni. Hanya emak biasa yang selama ini terjebak dalam timbunan jahitan dan cucian, saat ini mencoba membebaskan diri dengan belajar menulis di Loker Kata agar hari-harinya semakin berwarna. Uhui.

Editor : Nuke Soeprijono

 

Sumber Foto : https://id.pinterest.com/pin/616922848955677179/

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply